Karena untuk bisa terhindar dari hanyaut dalam persoalan itu butuh jiwa yang stabil dan kuat. Lalu siapa yang punya jiwa yang stabil dan kuat secara hakiki?
Mereka adalah manusia yang telah mampu mengenal siapa dirinya dan siapa tuhanya.
Karena manusia yang telah mengerti bahwa dirinya dijadikan oleh tuhan, Dia menyadari setiap apa yang ia terima adalah anugerah dari tuhan baik itu berupa nikmat atau ujian/persoalan, adalah suatu yang harus rela diterima dan disyukuri.
Dia selalu memandang setiap persoalan yang menghadangnya sebagai hal yang positif, dan selalu berusaha menjadikan dirinya sebagai seorang hamba yang sempurna berserah diri dan selalu mengakui kelemahanya dihadapan tuhan. Dia mengerti kewajiban-kewajibanya terhadap tuhan dan terhadap sesama makhluk.
Dia yakin bahwa persoalan-persoalan itu akan menjadi suatu pelajaran peningkatan kwalitas dirinya sebagai hamba tuhan.Â
Dan sikap ini akan mensugesti dan menjadikan dirinya bisa hidup lepas dan merdeka seolah tak punya persoalan, karena pada hakikinya sesungguhnya tidak terjadi apa-apa.
Dengan kondisi demikian, seseorang akan menjadi pribadi yang lebih sabar, tabah, ikhlas, berjiwa besar, bersosial tinggi, Rendah hati, suka menolong dan berbagi, lebih mudah bergaul, dan dia akan lebih banyak dekat dan dicintai oleh sesama.
Bila sudah demikian maka lebih terbukalah jalan keluar akan persoalan-persoalanya.Â
Dari pada saat dia bergaul dengan penuh kecurigaan, dengki, sombong, bakhil, pembenci, kasar dan suka memaki yang kesemuanya jauh dari sifat-sifat manusia berketuhanan.Â
Yang jelas secara rasional akan menjauhkan dirinya dari dicintai oleh orang lain dan mungkin sulit untuk mendapatkan kepercayaan dari oarang lain.
Orang yang lebih dekat kepada tuhan akan lebih mudah sukses daripada orang yang jauh dari tuhan, untuk meraih kebahagiaan dunianya secara hakiki.