Senin, 22 April 2024 Mahkamah Konstitusi telah membacakan hasil putusan terkait sengketa pemilihan presiden. Proses demokrasi di Indonesia terbilang sangat menarik, dengan adanya pemilu serentak antara pemilihan presiden dan pemilihan legislatif menambah riuh dan gempitanya proses demokrasi 5 tahunan di negeri ini. Â
Setelah 5 tahun, warga Indonesia pun akan kembali memilih presiden dan wakil presiden baru mereka. Selain itu, warga yang punya hak suara juga akan memilih perwakilan legislatif, anggota Dewan Perwakilan Rakyat di tingkat nasional, provinsi serta kabupaten/kota serta anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Namun menariknya perhatian masyarakat seakan tidak bisa lepas pada pemilihan calon pemimpin nomor satu di Negeri ini dan seakan mengesampingkan pemilihan anggota legislatif baik di tinggat DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten, atau bahkan DPD. Semua perhatian tertuju pada pemilihan presiden yang menjadi faktor penting keberlangsungan kehidupan bernegara dengan adanya nahkoda baru bagi bangsa ini kedepan.
Proses demi proses dalam tahapan pemilihan presiden telah dijalani, mulai pada saat pendaftaran bakal calon di KPU, Â masa kampanye pemilu yang dimulai sejak 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, diharapkan memberi cukup waktu bagi warga untuk menentukan pilihan mereka baik itu pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, 2, atau 3.Â
Proses debat capres dan cawapres yang digelar lima kali sampai pada tahapan hari pencoblosan yaitu pada saat pemilihan umum yang dilakukan pada tanggal 14 februari 2024 yang lalu. Msyarakat telah memilih pasangan capres dan cawapres masing-masing berdasarkan pada hati nurani merka sediri. pemilihan presidan tahun 2024 ini di ikuti oleh 3 pasangan calon prsesiden dan wakil presiden dengan masing-masing no urut sebagai berikut untuk no urut 01 pasangan Anis Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar, sedangan pasangan no urut 02 pasangan prabowo Subianto dan Gibran Raka Buming Raka, serta pasangan no urut 03 pasangan Ganjar Pranowo dan Prof Mahfud MD. Dalam tahapan hari pencoblosan berdasarkan pada hasil pperhitungan KPU maka pasangan no urut 02 Prabowo Subianto dan Gibran Raka Buming Raka dinyatakan unggul dari pasangan 01 dan 03.Â
Kemenangan pasangan 02 yang dinyatakan oleh KPU tentu banyak menimbulkan polemik mengingat ada asumsi yang berkembang tentang keterlibatan kepala negara yang dalam hal ini merupakan seorang ayah dari wakil presiden pasangan no urut 02 yaitu Gibran Raka Buming Raka.Â
Asumsi ini tentu tidak begitu saja muncul mengingat begitu kentaranya dukungan dari sang ayah kepada anaknya yang bakal calon wakil presiden no urut 02 dengan banyak berita yang beredar mulai dari kata-kata pak Jokowi yang akan cawe-cawe dalam pemilu ini, dan polemik bansos yang dibagikan menjelang pemilihan tanggal 14 Februari, dan masih banyak lagi.Â
Namun pradugi itu belum terbukti benar atau tidaknya, olleh karena itu sebagai upaya pembuktian keterlibatan presiden sebagai kepala negara dalam pemengan parlon no urut 02 ini kemudian mennjadi bahan gugatan oleh kubu paslon 01 dan 03. Pasangan 02 dan 03 kemudian beranggapan bahwa kemenangan pasangan 02 dikarenakan adanya keterlibatan bapak jokowi sebagai presiden yang dinilai tidak netral dalam kontestasi pemilu ini.Â
Dalam hal inilah kemudian pasangan calon presiden no urut 01 dan 03 beserta tim hukumnya kemudian melakukan gugatan ke MK sebagai upaya pembuktian dari adanya ketidak netralan  presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan juga ketidak netralan KPU dan Bawaslu,yang di anggap memihak salah satu paslon dan ikut serta berupaya memenangkannya.Â
Pasangan kubu 01 dan 03 telah secara resmi mendaftarkan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua pihak ingin agar pasangan 02 didiskualifikasi pada Pilpres 2024. Tim Hukum pasangan calon nomor urut 01, Anies-Muhaimin mendaftarkan PHPU ke MK pada Kamis, 21 Maret 2024. PHPU yang diajukan pasangan itu terdaftar dengan nomor: 01-01/AP3-PRES/Pan.MK/03/2024. Ketua Tim Hukum Nasional AMIN, Ari Yusuf Amir bundel permohonan yang hampir 100 halaman itu berisikan fakta-fakta dugaan kecurangan serta dukungan temuan bukti-bukti di lapangan. Ari mengatakan bahwa pasangan AMIN akan hadir dalam sidang pendahuluan di MK.Â
Ari mengatakan salah satu permohonan dalam gugatan meminta agar Pemungutan Suara Ulang (PSU) tanpa menyertakan cawapres nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka. "Karena kebetulan Calon Wakil Presiden ini adalah anak dari presiden sehingga membawa dampak yang begitu luar biasanya. Nah dampak inilah yang kami uraikan, bagaimana fakta-fakta yang kami temukan di lapangan, pembagian bansos yang begitu masif, aparat penyelenggara Pemilu ikut main," kata Ari di Gedung MK, Kamis, 21 Maret 2024.
Adapun Tim Hukum pasangan calon 03 Ganjar-Mahfud mendaftarkan PHPU ke MK pada Sabtu, 23 Maret 2024. PHPU yang diajukan pasangan itu terdaftar dengan nomor: 02-03/AP3-PRES/Pan.MK/03/2024. Deputi Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis menjelaskan bundel permohonan yang terdiri hingga 151 halaman dan belum termasuk bukti-bukti temuan di lapangan. Todung menyampaikan permohonan dalam gugatan tersebut antara lain meminta agar pasangan calon 02 Prabowo-Gibran didiskualifikasi. "Meminta diskualifikasi kepada pasangan calon 02 yang menurut hemat kami telah didaftarkan dengan melanggar ketentuan hukum dan etika. Itu telah terkonfirmasi oleh MKMK dan terakhir oleh DKPP," kata Todung di Gedung MK, Sabtu, 24 Maret 2024.Â
Todung melanjutkan, permohonan dilakukannya pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Indonesia karena paslon 02 diminta didiskualifikasi. Pihaknya juga memohon agar MK untuk membatalkan keputusan KPU terkait hasil Pilpres. "Kita melihat asal-usul masalah ini adalah nepotisme. Nepotisme yang menghasilkan penyalahgunaan kekuasaan yang terkoordinasi. Nah ini yang menjadi inti dari persoalan kebangsaan dan kenegaraan yang dihadapi," kata Todung. "Karena nepotisme itu melahirkan abuse of power yang begitu banyak. Indikasinya adalah putusan MK Nomor 90, kemudian politisasi bansos dan kriminalisasi.
Namun menariknya setelah melalui tahapan persidangan di Mahkamah Konstitusi maka kemudian MK memutuskan menolak semua gugatan baik dari pasangan calon presiden dan wakil presiden dari pasangan 01 yaitu Anis Baswedan dan Muhamin Iskandar, maupun gugatan dari pasangan no urut 03 yaitu Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Â (MK) menolak semua permohonan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh kubu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Amin) terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Nomor perkara PHPU yang diajukan oleh Anies-Muhaimin adalah 1/PHPU.PRES-XXII/2024. "Permohonan pemohon ditolak secara keseluruhan," kata Ketua MK Suhartoyo dalam Sidang MK, Jakarta Pusat, pada Senin (22/4). Kubu AMIN mengajukan pertanyaan tentang pencalonan Gibran Rakabuming Raka, pembagian bantuan sosial, dan aktivitas Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, MK menyimpulkan bahwa alasan yang diajukan tidak memiliki dasar hukum. MK juga menegaskan bahwa putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan sebelumnya dianggap tepat berdasarkan bukti dan fakta hukum yang disajikan dalam persidangan, serta mematuhi prinsip-prinsip hukum dan keadilan sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945.Â
Dalil-dalil permohonan yang diajukan itu antara lain soal ketidaknetralan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DKPP. Kemudian dalil lainnya terkait tuduhan adanya abuse of power yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam menggunakan APBN dalam bentuk penyaluran dana bantuan sosial (bansos) yang ditujukan untuk memengaruhi pemilu. Termasuk dalil soal penyalahgunanan kekuasaan yang dilakukan pemerintah pusat, pemda, dan pemerintahan desa dalam bentuk dukungan dengan tujuan memenangkan pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka. "Juga dalil pemohon yang menyebutkan nepotisme yang dilakukan Presiden untuk memenangkan paslon nomor urut 02 dalam satu putaran, tidak beralasan menurut hukum."Â
Pada pesidangan dalam menyelesaikan perkara PHPU ini MK terdiri dari 8 orang hakim yaitu: Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, Daniel Yusmic Pancastaki, Guntur Hamzah, Ridwan Masyur, dan Arsul Sani. dari kedelapan hakim tersebut 5 diantaranya menolak gugatan sengketa pemilu yang diajukan oleh paslon 01 dan 03 namun tiga hakim konstitusi lainya memiliki pendapat berbeda (dessenting opinion) . Tiga hakim tersebut adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Saldi Isra kemudian mengatakan setidaknya ada 2 hal yang membuatnya mengambil dissenting opinion. Pertama, terkait mengenai penyaluran bantuan sosial (bansos) yang dianggap menjadi alat untuk memenangkan salah satu peserta pemilu presiden dan wakil presiden. Kedua, keterlibatan aparat negara, pejabat kepala daerah atau penyelenggara di sejumlah daerah.Â
Sejalan dengan Hakim Konstitusi Saldi Isra, Arief Hidayat juga memaparkan bahwa pemilu di Indonesia dilangsungkan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Era reformasi, katanya, ditandai dengan jatuhnya rezim non-demokratis pada 1998. Sejak saat itu, sudah enam pemilu dilaksanakan.Â
Dari perjalanan enam kali pemilu tersebut, publik bisa mengukur kematangan demokrasi Indonesia. Karena pemilu yang adil, sebutnya acap kali dijadikan instrumen mengukur kadar demokrasi apakah semakin baik atau mengalami penurunan. "Jangan-jangan demokrasi Indonesia saat ini mengarah pada defisit demokrasi yang mengkhawatirkan, karena tampak jelas adanya pelanggaran-pelanggaran yang bersifat fundamental terhadap prinsip pemilu,
" ucap Hakim Arief Hidayat. "Tidak boleh ada peluang sedikit pun bagi cabang kekuasan eksekutif tertentu untuk cawe-cawe dan memihak dalam proses pemilu 2024. Sebab dia dibatasi paham konstituliasme, moral, dan etika," tuturnya.Â
Apa yang dilakukan Presiden Jokowi, menurut Arief, adalah bertindak partisan dan memihak calon tertentu yang mencederai sistem pemilu di mana termuat dalam berbagai instrumen hukum, tapi juga termuat dalam Pasal 22E ayat 1 UUD 1945. Â Arief juga mengatakan bahwa mencermati pemilu 2024 dengan pemilu-pemilu sebelumnya, terletak perbedaan pada adanya dugaan intervensi kuat cabang eksekutif yang jelas dan kuat mendukung calon tertentu dengan segenap infrastruktur politiknya.Â
Anggapan bahwa Presiden boleh berkampanye, kata Arief, merupakan justifikasi yang tidak dapat diterima oleh nalar yang sehat dan etika yang peka. Memang, ujarnya, desain politik UU Pemilu yang membolehkan Presiden berkampanye memiliki cakupan ruang yang terbatas, yakni tatkala Presiden akan mencalonkan diri kembali dalam kontestasi pemilu untuk kedua kalinya.Â
"Artinya Presiden boleh berkampanye ketika posisinya adalah sebagai pasangan calon presiden dan bukan berkampanye untuk mempromosikan capres tertentu ataupun yang didukungnya." "Oleh karena itu, apabila presiden/wakil presiden turut mengkampanyekan calon yang didukungnya maka tindakan itu telah mencederai prinsip moral dan etika berkehidupan berbangsa dan bernegara.
" Hakim Arief pun turut menyinggung bagaimana pemilu 2024 terjadi hiruk-pikuk dan kegaduhan yang disebabkan oleh Presiden dan aparaturnya bersikap tidak netral bahkan mendukung calon tertentu.Â
Sederet penjelasan inilah yang membuat Arief yakin, MK sepatutnya tidak boleh mengadili dan memutus secara formal, melainkan harus progresif ketika melihat pelanggaran asas pemilu. Baginya Mahkamah semestinya memutuskan untuk mengabulkan permohonan pemohon sebagian dan memerintahkan dilakukan pemunguran suara ulang di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatra Utara.Â
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih juga menyuarakan dissenting opinion dalam memutus perkara permohonan yang diajukan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
 Dia menilai MK sedianya memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah sebagaimana disebut dalam pertimbangan hukum berikut. Sebab menurut Enny, ada keterlibatan atau mobilisasi pejabat atau aparat negara termasuk adanya politisasi bansos dalam pemilu persiden/wakil presiden 2024. Dia menjelaskan bahwa pemilu yang diatu dalam UU berlaku aksioma bahwa dalam sistem politik yang demokratis, demokrasi tidak mungkin diwujudkan tanpa adanya rule of law.Â
Namun rule of law, juga harus dilandasi oleh rules of ecthics. "Karena itu aturan maun yang ditetapkan dalam UU pemilu tidak boleh bias terhadap individu maupun kelompok tertentu." "Tujuannya agar dalam kontestasi dapat dicapai kondisi kesetaraan, yakni kesetaraan dalam kontestasi pemilu sehingga masing-masing pihak dapat berpartisipasi secara penuh, terbuka dan adil." Karena itulah, kata Enny, KPU dan Bawaslu beserta jajarannya termasuk peserta pemilu harus bersikap jujur.Â
Terkait dugaan ketidaknetralan pejabat kepala daerah dan mobilisasi pembagian bansos, Enny membeberkan kasusnya satu per satu di sejumlah wilayah. Di antaranya Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara. Hanya saja, Bawaslu disebut Enny tidak bersungguh-sungguh untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Bawaslu, sambungnya, kerap menyatakan laporan itu tidak memenuhi unsur syarat materil dan formil.Â
Tiga hakim MK yang memilih untuk memiliki pendapat berbeda atau dessenting opinion ini membuka sejarah baru bagi MK itu sendiri, pasalnya dalam sengketa pilpres sebelumnya tdak pernah ada hakim yang memiliki pendapat berbeda,keseluruhan hakim MK biasanya memutus berdasarkan musyawarah yang panjang sampai pada kata mufakat. Â Mengutip apa yang disampaikan oleh Mahfud MD "Dalam sepanjang sejarah baru yang hari ini ada dissenting opinion. Baru hari ini ada dissenting opinion, sejak dulu tidak ada pernah boleh ada dissenting opinion," kata Mahfud seusai sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024),
Namun dalam sengketa pemilihan presiden kali ini baru pertama kali ada dalam sejarah MK, hal ini tentu menimbulkan tanda tanya sejatinya benar adanya ketidak beresan dalam proses penyelenggaraan pemilu kali ini sehingga dari keseluruhan hakim MK tiga diantaranya sepakat dengan gugatan yang diajukan oleh paslon 01 dan 03 dan ini akan menjadi catatan sejarah kedepanya.Â
Namun apapun itu hasil putusan dari mahkamah konstitusi sudah seharusnya wajib untuk diterima baik bagi paslon yang berperkara ataupun bagi masyarakat secara umum, karena itu merupakan bagian dari ahir sebuah proses demokrasi dalam hal penyelesaian sengketa pilpres.Â
Mahkamah Konstitusi yang menjadi tempat terahir dalam memutus perkara ini seharusnya tetap menjai sebuah lembaga yang harus dipercaya kepetusanya karena para hakim juga memutuskan berdasarkan pada landasan hukum dan fakta persidangan yang ada, hal ini sekaligus memberikan pelajaran bagi masyarakat bahwa menerima putusan MK dari sebuah kontestasi pemilu merupakan bentuk kedewasan dalam proses berdemokrasi bangsa ini, polemik yang terjadi harus kita sikapi dengan arif dan bijaksana serta biarkan itu semua menjadi catatan sejarah bagi bangsa ini supaya dapat lebih baik dikemudian hari. Tentu para paslon yang berkontestasi dan elit politik harus menjadi contoh bagi masyarakat supaya dewasa dalam menyikapi kontestasi pemilu ini sebagai sebuah proses memilih pemimpin terbaik bagi bangsa dan Negara bukan merupakan bagian yang justru memecah belah bangsa ini.
Selanjutnya mari doakan yang terbaik bagi bangsa Indonesia ini agar pemimpin yang terpilih mampu menjalankan amanahdari rakyat dan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat serta bisa menunaikan janji politik yang telah dibuat....
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H