Mohon tunggu...
Anwar Hakim
Anwar Hakim Mohon Tunggu... Dosen - penyuka kuliner pedas

Assalamualikum, perkenalkan saya anwar hakim

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Putusan MK dan Kedewasaan Berpolitik Masyarakat Indonesia

27 April 2024   00:10 Diperbarui: 27 April 2024   00:10 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Adapun Tim Hukum pasangan calon 03 Ganjar-Mahfud mendaftarkan PHPU ke MK pada Sabtu, 23 Maret 2024. PHPU yang diajukan pasangan itu terdaftar dengan nomor: 02-03/AP3-PRES/Pan.MK/03/2024. Deputi Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis menjelaskan bundel permohonan yang terdiri hingga 151 halaman dan belum termasuk bukti-bukti temuan di lapangan. Todung menyampaikan permohonan dalam gugatan tersebut antara lain meminta agar pasangan calon 02 Prabowo-Gibran didiskualifikasi. "Meminta diskualifikasi kepada pasangan calon 02 yang menurut hemat kami telah didaftarkan dengan melanggar ketentuan hukum dan etika. Itu telah terkonfirmasi oleh MKMK dan terakhir oleh DKPP," kata Todung di Gedung MK, Sabtu, 24 Maret 2024. 

Todung melanjutkan, permohonan dilakukannya pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Indonesia karena paslon 02 diminta didiskualifikasi. Pihaknya juga memohon agar MK untuk membatalkan keputusan KPU terkait hasil Pilpres. "Kita melihat asal-usul masalah ini adalah nepotisme. Nepotisme yang menghasilkan penyalahgunaan kekuasaan yang terkoordinasi. Nah ini yang menjadi inti dari persoalan kebangsaan dan kenegaraan yang dihadapi," kata Todung. "Karena nepotisme itu melahirkan abuse of power yang begitu banyak. Indikasinya adalah putusan MK Nomor 90, kemudian politisasi bansos dan kriminalisasi.

Namun menariknya setelah melalui tahapan persidangan di Mahkamah Konstitusi maka kemudian MK memutuskan menolak semua gugatan baik dari pasangan calon presiden dan wakil presiden dari pasangan 01 yaitu Anis Baswedan dan Muhamin Iskandar, maupun gugatan dari pasangan no urut 03 yaitu Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.   (MK) menolak semua permohonan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh kubu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Amin) terkait Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Nomor perkara PHPU yang diajukan oleh Anies-Muhaimin adalah 1/PHPU.PRES-XXII/2024. "Permohonan pemohon ditolak secara keseluruhan," kata Ketua MK Suhartoyo dalam Sidang MK, Jakarta Pusat, pada Senin (22/4). Kubu AMIN mengajukan pertanyaan tentang pencalonan Gibran Rakabuming Raka, pembagian bantuan sosial, dan aktivitas Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, MK menyimpulkan bahwa alasan yang diajukan tidak memiliki dasar hukum. MK juga menegaskan bahwa putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan sebelumnya dianggap tepat berdasarkan bukti dan fakta hukum yang disajikan dalam persidangan, serta mematuhi prinsip-prinsip hukum dan keadilan sesuai dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945. 

Dalil-dalil permohonan yang diajukan itu antara lain soal ketidaknetralan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DKPP. Kemudian dalil lainnya terkait tuduhan adanya abuse of power yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam menggunakan APBN dalam bentuk penyaluran dana bantuan sosial (bansos) yang ditujukan untuk memengaruhi pemilu. Termasuk dalil soal penyalahgunanan kekuasaan yang dilakukan pemerintah pusat, pemda, dan pemerintahan desa dalam bentuk dukungan dengan tujuan memenangkan pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka. "Juga dalil pemohon yang menyebutkan nepotisme yang dilakukan Presiden untuk memenangkan paslon nomor urut 02 dalam satu putaran, tidak beralasan menurut hukum." 

Pada pesidangan dalam menyelesaikan perkara PHPU ini MK terdiri dari 8 orang hakim yaitu: Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, Daniel Yusmic Pancastaki, Guntur Hamzah, Ridwan Masyur, dan Arsul Sani. dari kedelapan hakim tersebut 5 diantaranya menolak gugatan sengketa pemilu yang diajukan oleh paslon 01 dan 03 namun tiga hakim konstitusi lainya memiliki pendapat berbeda (dessenting opinion) . Tiga hakim tersebut adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Saldi Isra kemudian mengatakan setidaknya ada 2 hal yang membuatnya mengambil dissenting opinion. Pertama, terkait mengenai penyaluran bantuan sosial (bansos) yang dianggap menjadi alat untuk memenangkan salah satu peserta pemilu presiden dan wakil presiden. Kedua, keterlibatan aparat negara, pejabat kepala daerah atau penyelenggara di sejumlah daerah. 

Sejalan dengan Hakim Konstitusi Saldi Isra, Arief Hidayat juga memaparkan bahwa pemilu di Indonesia dilangsungkan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Era reformasi, katanya, ditandai dengan jatuhnya rezim non-demokratis pada 1998. Sejak saat itu, sudah enam pemilu dilaksanakan. 

Dari perjalanan enam kali pemilu tersebut, publik bisa mengukur kematangan demokrasi Indonesia. Karena pemilu yang adil, sebutnya acap kali dijadikan instrumen mengukur kadar demokrasi apakah semakin baik atau mengalami penurunan. "Jangan-jangan demokrasi Indonesia saat ini mengarah pada defisit demokrasi yang mengkhawatirkan, karena tampak jelas adanya pelanggaran-pelanggaran yang bersifat fundamental terhadap prinsip pemilu,

" ucap Hakim Arief Hidayat. "Tidak boleh ada peluang sedikit pun bagi cabang kekuasan eksekutif tertentu untuk cawe-cawe dan memihak dalam proses pemilu 2024. Sebab dia dibatasi paham konstituliasme, moral, dan etika," tuturnya. 

Apa yang dilakukan Presiden Jokowi, menurut Arief, adalah bertindak partisan dan memihak calon tertentu yang mencederai sistem pemilu di mana termuat dalam berbagai instrumen hukum, tapi juga termuat dalam Pasal 22E ayat 1 UUD 1945.  Arief juga mengatakan bahwa mencermati pemilu 2024 dengan pemilu-pemilu sebelumnya, terletak perbedaan pada adanya dugaan intervensi kuat cabang eksekutif yang jelas dan kuat mendukung calon tertentu dengan segenap infrastruktur politiknya. 

Anggapan bahwa Presiden boleh berkampanye, kata Arief, merupakan justifikasi yang tidak dapat diterima oleh nalar yang sehat dan etika yang peka. Memang, ujarnya, desain politik UU Pemilu yang membolehkan Presiden berkampanye memiliki cakupan ruang yang terbatas, yakni tatkala Presiden akan mencalonkan diri kembali dalam kontestasi pemilu untuk kedua kalinya. 

"Artinya Presiden boleh berkampanye ketika posisinya adalah sebagai pasangan calon presiden dan bukan berkampanye untuk mempromosikan capres tertentu ataupun yang didukungnya." "Oleh karena itu, apabila presiden/wakil presiden turut mengkampanyekan calon yang didukungnya maka tindakan itu telah mencederai prinsip moral dan etika berkehidupan berbangsa dan bernegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun