Dalam konteks pendidikan anak usia dini, Haram hukumnya melabeling atau "mencap" anak dengan sesuatu yang tidak baik. Apalagi konotasi "anak kebobolan" itu bisa melebar tafsir negatifnya.Â
Seandainya cap "anak kebobolan" ini nanti terus berlanjut sampai anak itu sekolah PAUD (4-6), masih dilontarkan oleh orang-orang disekitarnya sebagai "anak kebobolan"walaupun secara guyon, maka akan berdampak rentan perasaannya tidak nyaman, sakit hati, tidak percaya diri bahkan menjadi beban tersendiri yang mengganggu perkembangan aspek sosial-emosional anak.
Perlu kita muhasabah dan renungi sejenak terkait sebuah "kehamilan", karena yang namanya seorang perempuan hamil itu bukan hanya semata-mata tentang hubungan suami-istri (jimak), tetapi disitu ada unsur intervensi "Ilahiyah" karena anak yang ada dikandungan seorang perempuan itu lebih banyak cerita takdir kekuasaan Allah SWT dibandingkan ikhtiar manusia, karena anak itu adalah anugerah dari Allah SWT. Sebagaimana dalam al-Qur'an Surat Asy-Syura ayat 49-50
Artinya "Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki".
Artinya: Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.
Tidak semua orang bernasib baik dan istimewa setelah menikah mendapatkan anak sebagai buah hati. Cobalah kita lihat dan rasakan betapa banyaknya saudara-saudara kita seiman yang setelah menikah sampai sekarang bertahun-tahun bahkan sampai puluhan tahun belum dikaruniai seorang anak sebagai buah hati pelengkap kebahagian dalam membangun rumah tangga yang diidam-idamkan.
Coba kita refleksi kisah Nabi Zakaria yang tertera didalam al-Qur'an, beliau termasuk Nabi yang sangat lama hingga berusia tua mendamba-dambakan seorang anak sebagai buah hati dan penerus perjuangan kenabian.