Bismillahirrahmanirrahim, kali ini saya ikutan buat tulisan tentang pengalaman pribadi dengan mengutip hikmah dari Amirul Mukminin. Kali ini ini saya merasa tema "Pengalaman Dalam Iman dan Membagi Waktu", dan mengutip hikmah saya harap bisa relevan dengan topik kali ini. Seperti dalam Hikmah 390 Imam Ali as berkata;
لِلْمُؤْمِنِ ثَلاَثُ سَاعَات فَسَاعَةٌ يُنَاجِي فِيهَا رَبَّهُ وَسَاعَةٌ يَرُمُّ مَعَاشَهُ وَسَاعَةٌ يُخَلِّي بَيْنَ نَفْسِهِ وَبَيْنَ لَذَّتِهَا فِيمَا يَحِلُّ وَيَجْمُلُ وَلَيْسَ لِلْعَاقِلِ أَنْ يَكُونَ شَاخِصاً إِلاَّ فِي ثَلاَث مَرَمَّة لِمَعَاش أَوْ خُطْوَة فِي مَعَاد أَوْ لَذَّة فِي غَيْرِ مُحَرَّم
"Dengan Iman, manusia membagi hidupnya menjadi tiga bagian, ia menghabiskan satu bagian dalam ibadah dan permohonan kepada Tuhannya. Dia menggunakan bagian lainnya untuk meningkatkan penghidupan dan kehidupannya, dan dia menggunakan bagian ketiga untuk menikmati kesenangan yang halal dan menyenangkan."
Di benak saya ingin mencari tahu apa yang dimaksud iman dan apa lawannya? iman diambil dari kata kerja 'aamana' - yukminuyang berarti 'percaya' atau 'membenarkan'. Dan secara istilah menurut kbbi iman adalah kepercayaan (yang berkenaan dengan agama); keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, nabi, kitab, dan sebagainya ketetapan hati. Dan lawanya kufur juga berasal dari akar kata kerja "kafara-yakfuru," yang berarti ingkar atau menolak. Dan secara istilah kafir bisa diimplikasikan menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup diri".
Dari definisi ini memberi gambaran tentang iman bahwa dalam kehidupan kita berperan penting dalam rangka kita membagi waktu dalam kehidupan ini.
Saya teringat saat pelajaran Akhlaq pada saat belajar online ustaz pernah menjelaskan tentang 4 potensi dalam diri manusia yaitu; aqliyah (rasional), ghadabiyah (amarah), syahwatiyah (hawa nafsu), dan wahmiah (khayalan). Pada bagian syahwatiyah ustaz mengatakan apabila akal dapat mengontrol syahwatiyah maka segala perintah Tuhan, RasulNya, dan manusia suci, kita akan jalankan.
Sebaliknya bila syahwatiyah mengontrol akal maka segala apa yang diperintahkan Tuhan akan kita lawan dan tidak dilaksanakan. Dan di sini iman dan kufur termasuk potensi syahwatiyah pada diri manusia.
Beberapa hal berikut mungkin cara saya menentukan manajemen waktu;
Pertama saya pernah belajar tentang cara manajemen waktu seperti mengelompokkan berdasarkan;
a. penting dan mendesak, b. penting tidak mendesak, c. tidak penting mendesak, dan d. tidak penting dan tidak mendesak. Tetapi saya belum istiqomah dalam menjalankan cara ini diakibatkan saya tidak menyadari begitu pentingnya membagi waktu berdasarkan prioritas.
Kedua tatkala tengah malam datang terkadang saya terkadang merenungi waktu dalam kehidupan yang telah berlalu sambil mencoba mengintropeksi diri.
Ketiga menyadari dalam diri manusia terdapat dua instrumen hardware pada manusia yakni jasad dan software manusia yaitu jiwa, yang mana seringkali saya memaksakan diri untuk belajar atau melakukan kegiatan yang mendukung kegiatan belajar tetapi tidak menjaga kebugaran jasad dengan berolah raga, mengatur pola makan sehat, istirahat untuk bersantai, menenangkan pikiran, atau menjalankan bakti sosial.
Juga dalam jiwa saya merasakan kejenuhan dan merasa terbebani dengan aktivitas belajar yang padat tanpa adanya kesempatan berekreasi untuk memulihkan keadaan setelah jiwa yang letih tentunya memerlukan rekreasi atau sesuatu hiburan yang memulihkan semangat dalam beraktivitas dan beribadah tentunya tidak sampai membuat bermalas-malasan atau terlalu santai. Imam Ali bin Abi Thalib berkata:
إن القلوب تمل كما تمل الأبدان
فابتغوا لها طرائف الحكمة
"Adakalanya jiwa kita dihinggapi rasa jenuh dan bosan sebagaimana halnya badan. Sediakanlah bagi jiwa ini rekreasi-rekreasi pelipur lara sarat makna."
Keempat ustaz memberi nasihat terkadang sesuatu butuh pembiasaan agar bisa menjadi kebiasaan dan kemudian jadi karakter permanen (malakah).
Terakhir dalam agama islam kita diajarkan agar tidak ifrad (berlebih-lebihan) dan tafrid (kebalikan ifrad yakni kekurangan) dalam beragama tetapi harus I'tidal (seimbang). Seperti ketika sudah berusaha seperti belajar ketika mengalami kesulitan maka harus diulang-ulang, berdiskusi, dan bertanya harus disertai doa, mengerjakan salat dan meminta syafaat kepada Allah.
Terima kasih sudah membaca mohon maaf bila ada kesalahan dalam tulisannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H