Mohon tunggu...
Anwar Yulistianto
Anwar Yulistianto Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Aku adalah sebuah titik... Tidak akan pergi menjauh ketika mereka datang mendekat Tidak akah lari mengejar ketika mereka pergi menjauh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Atas Kertas

16 Oktober 2018   14:12 Diperbarui: 16 Oktober 2018   14:21 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saatnya Terjaga

Di era digital saat ini, ternyata pendekatan personal dan membangun hubungan emosional sudah tak lagi seksi menjadi gaya komunikasi. Derasnya arus informasi yang sangat mudah diakses dalam genggaman  menyajikan data meskipun diantaranya tidak berdasarkan fakta. Sehingga sulit membedakan keduanya. Menimbulkan rasa saling curiga. 

Kini berbuat baik saja masih diberondong berjuta tanya, mengapa, untuk apa, bagaimana ? Ketika saya mencoba melakukan pendekatan personal dan membangun hubungan emosional, orang memandang saya penuh seringai curiga, lalu melabeli saya unik, kata terhalus yang digunakan untuk mengganti kata aneh atau abnormal ! Urgensi untuk sebuah akuntabilitas. 

Ketika saya rutin menyambangi PMI untuk berdonor, sebagian orang mempertanyakan transparansi pengelolaan keuangan PMI. Semua harus tertera di atas sebuah kertas. Tak penting lagi membangun hubungan emosional. Cukup transaksional. Tanpa empati.

 Maka tidak ada keunikan dalam hubungan satu dengan yang lain. Tak ada keistimewaan. Semua sama rata. Hitam di atas putih. Selesai ! Adalah fakta hubungan di atas kertas bersifat flat. Pasti. Berbeda dengan hubungan di atas emosional yang fluktuatif dan penuh dinamika.

Demikian juga ketika di atas kertas dokter menuliskan hasil tindakan ultrasonografi bahwa saya terdiagnosa fatty liver (penumpukan lemak pada hati) dan mild hepatomegaly (pembesaran hati), maka sudah dapat dipastikan, saya, seberat apapun latihan otot perut, saya tidak akan lagi berani berharap itu akan mengakibatkan lingkar perut saya mengecil, apalagi six packs, karena membesarnya garis tengah hati saya yang normalnya adalah maksimal 14cm, membesar menjadi 15cm. Fakta, bahwa perut buncit akan menjadi bagian tubuh saya yang paling kasat mata untuk dibully. 

Fakta bahwa dengan demikian secara fisik saya akan melemah, tidak bisa terlampau lelah ataupun stress. Fakta bahwa saya beresiko tinggi untuk mengalami stroke. 

Fakta bahwa... Ah.. sudahlah.... Mungkin pembesaran hati ini harus berbanding lurus dengan kemampuan saya untuk berbesar hati. Sebagaimana sebait doa yang selalu saya panjatkan kepadaNya, jadikanlah aku ridha dan senang pada setiap pemberian dan ketentuan yang Kau berlakukan kepadaku...

Kembali pada tren kekinian saat ini, hubungan di atas kertas, hubungan dengan kepastian adanya take and give. I take an advantage from you, I give you one. Atau di catur perpolitikan seringkali didengungkan, tidak ada teman yang abadi, dan tidak ada musuh yang abadi. Yang ada hanyalah kepentingan abadi. Melalui pendekatan kepentingan maka terbangunlah hubungan sebatas keuntungan. Tak ada pengorbanan. Tak ada pengakuan. Tak ada penghargaan. Seperti judul album band Cokelat, Tanpa Rasa. Lo jual gw beli !

Ini faktanya atau hanya perasaan saya saja ? Ini berlaku pada semua, atau hanya pada saya saja ? Jikapun ini hanya perasaan saya saja, maka nyata sudah saya menderita schizophrenia. Namun jikapun ini hanya berlaku pada saya, saya harus mampu berbesar hati, bahwa saya teramat kecil untuk mendapatkan pengakuan, penghargaan apalagi penghormatan. Sebagaimana saya begitu kecil di hadapan keperkasaan puncak Merapi.

Mungkin kini saatnya rasa tergantikan logika. Saatnya adab tergusur oleh algortima. Saatnya kemanusiaan terpinggirkan oleh mesin-mesin pintar. Saatnya tangan tak lagi merengkuh pundak namun merabai papan sentuh !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun