Nah, mitos ini lahir karena adanya estafet pengalaman melalui narasi. Pengalaman tersebut menimpa satu orang, lalu menyebar menjadi mitos bersama.
Terkait kesahihannya, pedomannya adalah bisa/ tidaknya difalsifikasi. Misalnya dalam kasus malam satu Suro tadi, jika ada satu orang saja yang mengadakan acara besar pada malam tersebut dan tidak tertimpa kesialan yang berujung kematian, pernyataan mitos tersebut tidak akurat kebenarannya.
Narasi bersama yang terus digaungkan menyoal ketimpangan gaji adalah peran istri yang seharusnya di rumah dan laki-laki sebagai tulang punggung. Narasi ini diperkuat dengan adanya perspektif agama tentang fitrah laki-laki dan perempuan meskipun pernyataan tersebut dapat dimaknai berbeda-beda.Â
Intinya, narasi sekat tebal antara laki-laki dan perempuan itulah yang membuat banyak orang memercayainya dan cenderung menghindari pengujian terhadap dirinya sendiri.
Selain adanya narasi bersama, faktor lain yang menyebabkan ketimpangan gaji suami dan istri menjadi masalah adalah adanya sikap saling bergantung. Maksudnya?Â
Dahulu, manusia bertahan hidup dengan berbagai cara, dari pemburu pengumpul sampai memutuskan untuk menetap pada zaman pertanian. Di sinilah awal adanya rasa saling bergantung hingga membentuk peradaban.Â
Perang pecah di mana-mana, perebutan kekuasaan, petani yang terus bekerja untuk penguasa demi menyambung hidup dan penguasa yang berusaha mempertahankan kekuasaannya.Â
Dalam lingkup yang lebih kecil, adanya sikap saling bergantung juga terjadi di ranah rumah tangga. Ketimpangan gaji memungkinkan terjadinya ketimpangan kuasa, percekcokan hingga tidak adanya egaliter atau kesetaraan (sama seperti petani dan penguasa tadi).
Dengan mengetahui fakta tentang peradaban manusia tersebut, kita memahami bahwa perasaan insecure atau rasa tidak nyaman suami terkait persoalan ketimpangan gaji memang bisa dan normal terjadi.Â
Adanya narasi bersama juga seharusnya menyadarkan kita bahwa perubahan keadaan memang terjadi. Selain itu, kemampuan bertahan hidup dan kemauan memiliki kekuasaan sejatinya tidak bisa dilepaskan dari manusia.
Kita bisa melewati seleksi alam dan menduduki posisi tertinggi rantai makanan sebagai superpredator karena adanya kemampuan untuk berpikir. Jadi, dalam konteks berumah tangga, kemampuan ini sangat berguna dan penting peranannya.Â