Mohon tunggu...
Anung Anindita
Anung Anindita Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Bahasa Indonesia SMP Negeri 21 Semarang

twitter: @anunganinditaaal instagram: @anuuuung_

Selanjutnya

Tutup

Film

Adit, Adam, Tita, Antara Cinta, Ragu, dan Menunggu dalam Film "Eiffel I'm in Love 2"

14 April 2020   00:30 Diperbarui: 14 April 2020   00:28 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film "Eiffel I'm in Love 2" merupakan babak akhir perjalanan cinta seorang gadis bernama Tita. Seperti yang diketahui di film pertama "Eiffel I'm in Love", Tita, seorang gadis cantik lugu berambut panjang, memiliki kekasih bernama Adit. Kekasih Tita itu jauh dari kesan laki-laki impian Tita. Segala ekspetasi Tita tentang Adit selalu ditepis keras oleh Adit. Laki-laki gagah bernama Adit cenderung mengesankan diri sebagai kekasih yang cuek, egois, dan pemarah. Sementara itu, Tita tergambar sebagai perempuan kesayangan Bunda yang polos. Meski keadaan demikian, diceritakan dalam film ini, keduanya kuat menjalani LDR selama lebih kurang dua belas tahun. Hal tersebut nyatanya bisa terjadi karena baik Tita maupun Adit tidak pernah berpura-pura mengenai dirinya. Mereka selalu menampilkan apa adanya yang lebih sering menimbulkan cekcok dan selalu kembali dengan keadaan baik seperti semula.

Sama seperti layaknya kehidupan riil, Tita yang sudah berumur 27 tahun selalu dicecar pertanyaan "kapan menikah kapan menikah?" Walaupun mengganggu, Tita selalu meneguhkan prinsip tentang hubungannya dengan Adit. Hingga akhirnya, penantian selama dua belas tahun berbuah dengan kabar keluarga Tita akan pindah sementara waktu di Paris. Tita dengan kebiasaannya berekspetasi membayangkan bahwa dirinya dan Adit akan mengukir senyum tanpa cekcok ketika keduanya bersama-sama setiap hari di Paris.

Selanjutnya, ada Adam, laki-laki superbaik yang selalu sigap di samping Tita. Sayangnya, Tita hanya menganggap Adit sebagai seorang sahabat. Walaupun begitu, Adit masih saja menebarkan kebaikan setiap saat kepada Tita. Kedekatan mereka pun diamini oleh beberapa orang terdekat Tita. Mereka menyarankan agar Tita bersama Adam karena tindakan Adam lebih terlihat daripada Adit. Namun, lagi-lagi, Tita dengan ekspetasinya menolak saran-saran tersebut.

Kebaikan seorang Adam tidak begitu saja terhenti saat mengetahui bahwa perempuan yang dicintainya lebih memilih menemui laki-laki lain di Paris. Adam masih menggandeng harapan karena ia juga memiliki hak menunjukkan cintanya kepada Tita. Sampai suatu malam, ketika Tita berulang tahun, kejutan Adam datang mendahului Adit. Hari itu, Adam berhasil mengembangkan senyum Tita.

Kebutuhan Tita perihal kekasih hati lebih sering dipenuhi oleh Adam. Hal-hal kecil dan bantuan lebih rutin berasal dari Adam. Karena itulah, Tita pernah berucap "Makasih ya, Dam, kamu memang sahabat yang paling baik." Di sinilah terlihat bahwa kebutuhan dan keinginan kadang tidak berjalan beriring. Adam dengan segala kebaikannya yang sebenarnya dibutuhkan Tita dan Adit sebagai seseorang yang diinginkan Tita melaju bertabrakan.

Film ini menjelaskan bahwa tidak ada tokoh yang bisa disalahkan. Perlakuan baik Adam kepada Tita adalah tindakan yang sah-sah saja sebagai perjuangan Adam. Beginilah cinta yang selalu meminta keberanian untuk tidak takut terhadap risiko meski ditolak sekalipun. Adam selalu melepaskan diri dari zona aman tanpa menyalahkan siapa pun, termasuk Tita, atas segala cinta yang tak kunjung terbalas. Adam adalah bukti bahwa cinta itu layak diperjuangkan.

Selanjutnya, ada Tita. Kesetiaannya kepada Adit tidak bisa dihitung dan diukur, sangat banyak sangat besar. Tita dengan segala tingkah kekanakannya, memancing keributan selalu ada, keberterimaannya dengan sikap-sikap dingin Adit adalah perjuangan. Selama dua belas tahun, Tita menunggu Adit untuk datang memenuhi segala harapan yang sudah lama ia simpan. Dalam film ini diajarkan bahwa menunggu itu bukanlah hal yang mudah untuk dibiasakan. Menunggu sambil membentengi diri agar tidak lepas mengontrol perasaan sama sekali bukan hal yang mudah.

Terakhir, ada Adit. Karakternya tidak berubah dari film pertama, Adit adalah laki-laki yang lebih sering terlihat payah di balik kesempurnaannya mencintai Tita. Sikapnya yang meledak-ledak, egois, dan menyebalkan sama sekali tidak bisa menutupi romantisme cinta yang dihadirkan kepada Tita. Meskipun tidak seindah aksi Adam, sesergap Adam, semengerti Adam, Adit selalu membawa Tita dalam perasaan cintanya. Namun, keinginan Adit membahagiakan Tita justru membuatnya meragu kepada dirinya sendiri. Adit justru memeluk keraguan dan menampakkannya kepada Tita sehingga Tita merasa bahwa penantiannya sia-sia.

Sampai akhirnya, kisah panjang Tita dan Adit berakhir. Keraguan Adit adalah alasan dasar keduanya mengakhiri hubungan. Tidak seperti Adam, Adit lebih takut meluapkan perasaan. Ia memilih diam meihat Tita pergi, ia memilih berpikir lama, membiarkan Tita bersedih tanpa memberikan pelukan tenang. Begitulah Adit, segalanya menjadi rahasia dan privasi hingga membuat romansa percintaannya kandas tanpa kepastian.

Berakhirnya hubungan Tita-Adit adalah sempat yang diperkirakan Adam sebagai tanda alam bahwa ia harus melakukan sesuatu. Berbekal keberanian, Adam datang menghampiri Tita ke Paris menyuguhkan kepastian. Hal itulah yang memang dibutuhkan Tita. Perpisahannya dengan Adit beralaskan ketidakpastian hubunggan, tetapi kepastian itu jutru datang dari orang yang berbeda. Meski pelan, Tita pun mengembalikan curahan rasa yang diberikan Adam kepadanya. "Tita memang mau menikah, tapi Tita maunya sama Adit", begitulah kumpulan kata yang dihujamkan kepada Adit.

Dari film ini, dijelaskan bahwa langkah yang diambil Adam dari awal sudah berisiko. Begitulah kiranya maksud dari perjuangan dengan risikonya. Jika Adam tidak bergerak mendekat, ia pun tak pernah tahu balasan akhir yang akan diterima dari seorang Tita. Meskipun tidak sesuai harapan, Adam puas bahwa perjuangannya terjawab, ia harus berhenti.

Akan tetapi, nyatanya langkah Adam tidak begitu saja terhenti. Bantuannya membuat Tita dan Adit bertemu kembali. Kebaikan yang mungkin saja menyakitinya sengaja ia berikan demi kebahagiaan Tita, sahabat yang ia sayang. Usahanya pun berhasil. Adit tidak lagi menutup diri kepada Tita. Ia tetap menyebalkan, egois, jarang romantis, dan pemarah, tetapi malam itu, Adit mengutarakan kejujuran. Kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Adit adalah bius yang menenangkan Tita untuk kembali memeluk harapannya bersama Adit. Dari sini dapat dipetik bahwa komitmen saja tidak cukup, harus ada tindakan, harus ada kejujuran, dan kejelasan komunikasi agar hubungan yang dijalani tidak terhenti.

Kisah antara Adit, Adam, dan Tita menunjukkan bahwa cinta harus diperjuangkan apa pun risikonya. Cinta tidak hanya jalan di tempat saja, butuh pergerakan bersama menuju zona meski tidak aman, meski tidak nyaman. Selain itu, cinta boleh saja membuat orang menunggu, membuat orang merasa ragu, tetapi jangan melulu seperti itu. Diperlukan kepercayaan antara kedua pihak untuk mengikat rasa "butuh" dan "ingin" menjadi satu. Dengan begitu, ikatan yang terjalin tidak akan menyia-nyiakan waktu yang telah dihabiskan bersama.

Ingat, itu cerita di film. Semua ada jalan dan ceritanya masing-masing. Yang jelas, hubungan percintaan itu tidak bisa hanya dilandasi rasa saja, tetapi juga komitmen. Keduanya yang akan memperhalus jalan dalam membangun kebahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun