Mohon tunggu...
Dimar Wardani
Dimar Wardani Mohon Tunggu... Administrasi - Yakinkan dengan Iman Usahakan dengan Ilmu Sampaikan dengan Amal

pantang menyerah sebelum semuanya tuntas

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pengenalan SDGs terhadap Pembangunan Ekosistem Darat

4 April 2019   07:01 Diperbarui: 5 April 2019   13:35 1817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: openfarmpet.com

Pemberdayaan guna tata lingkungan dalam lingkup kehidupan yang sehat dengan ketahanan sumber alam. Indonesia merupakan negara kedelapan dengan hutan terbesar dunia. Dilihat dari prentase luas area 847,552 km2, presentase dari total wilayah negara 45,56%. Hutan Indonesia merupakan dari 30 ribu spesies tumbuhan juga termasuk terluas di kawasan Asia. 

Dapat dikatakan pula Indonesia menjadi paru-paru dunia akan tetapi akhir-akhir ini mengalami deforestasi. Tahun 2010 hanya tinggal 4,4% di daerah Kalimantan dan diperkirakan juga tahun 2020 semakin berkurang tinggal 32,6%.

Dengan fenomena defortasi dalam peranan hutan, dengan berkesinambungan diadakannya SDGs atau pembangunan berkelanjutan. Dalam startegi konversi dunia yang telah membagi 3 unsur dari pada strategi pelestarian, yaitu: Protection, sustainable use, dan sharing the benefits (Jeffries, 2006).

Tertuang pada alenia ke empat UUD 1945 yang berkaitan dengan perlindungan dan kesetabilan rakyat bahwa negara RI bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa (Siahaan, 2007). 

Dalam pembangunan Indonesia masih tertumpu pada pembangunan ekonomi dan pembangunan infrastruktur secara sentralisasi sehingga medorong ketidakmerataan pembangunan dan muncul kesenjangan satu daerah dengan daerah lainnya.

Melalui pemerintah Indonesia di era Jokowi Widodo melalui wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen mengimplementasikan Suistanable Development Goals (SDG) melalui Nawa Cita yang dituangkan dalam rencana pembangunan jangka menengah negara (RPJMN). 

Nawa Cita merupakan visi Jokowi yang merupakan refleksi dari pemikiran Trisakti Presiden Soekarno (Kumolo, 2017). Menurut Warsito Raharjo Nawacita sebagai fondasi utama untuk mereformasikan kembali pembangunan Indonesia, karena pembangunan pada saat ini lebih mengacu pada pertumbuhan ekonomi, sehingga menimbulkan disparitas antar wilayah. Sehingga konfirugasi Nawa Cita dan SDGs dapat mengimplementasikan fondasi pembangunan nasional Indonesia.   

Pengenalan Sustainable Development Goals

Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke 70 pada bulan September 2015 di New York, Amerika Serikat, yang menjadi titik sejarah baru dalam pembangunan global.

Sebanyak 193 kepala negara dan pemerintahan dunia hadir untuk menyepakati agenda pembangunan universal baru yang tertuang dalam dokumen "Transforming Our World: the 2030 Agenda for Sustainable Development" (berisi 17 tujuan dan 169 sasaran yang berlaku pada tahun 2016-2030).

Program SDGs merupakan kelanjutan Millennium Development Goals (MDGs) yang disepakati oleh negara anggota PBB pada tahun 2000 dan berakhir pada akhir tahun 2015. Dari SDGs dan MDGs memiliki perbedaan yaitu dari SDGs mengakomodasi masalah-masalah pembangunan secara lebih komprehensif baik kualitatif maupun kuantitatif menargetkan penyelesaian tuntas terhadap setiap tujuan dan sasarannya dan bersifat universal yaitu berperan baik ke negara maju, berkembang, dan kurang berkembang. 

Sedangkan dari MDGs sendiri memberikan tanggung jawab yang besar pada target capaian pembangunan bagi negara berkembang dan kurang berkembang, dibalik itu semua juga memiliki kelemahan dari penyusunan hingga peranannya tidak melibatkan stakeholder non-pemerintah (Panuluh & Fitri, 2016).

Dalam aspek SDGs dan MDGs memiliki kesenjangan yang dilihat dari implementasinya. Maka dari itu SDGs memiliki beberapa prinsip yang dapat menyeimbangkan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan, yaitu: people, planet, prosperity, peace, dan partnership. Dari lima prinsip tersebut dikenal dengan 5P dan menaungi 17 tujuan dan 169 sasaran (Panuluh & Fitri, 2016).

SDGs sendiri di Indonesia dipopulerkan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Implementasi dari SDGs meminta pemerintah Indonesia periode 2014-2019 dari CSO menuntut beberapa hal antara lain: 1) menuntut pemerintah menyusun payung hukum untuk pelaksanaan SDGs, 2) menuntut pemerintah untuk menyusun Rencana Aksi Nasional bagi pelaksanaan SDGs, dan 3) menuntut pemerintah untuk membentuk panitia bersama bagi pelaksanaan SDGs.

Maka dari itu pengenalan SDGs sendiri sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Indonesia hingga dunia. Semakin cepat penanganan maka pengelolaan akan terselesaikan.

Implementasi Pemerintah Dengan SDGs dalam Ekosistem Darat (Bioma)

Dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 mengenai Pelaksanaan dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan oleh Pemerintah bahwa membuktikan adanya komitmen politik dari Pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (Ardianto dan Santoso, 2017). 

Sumber Gambar: ef.co.id
Sumber Gambar: ef.co.id

Bahwasanya Pepres ini memuat beberapa keputusan, antara lain Peta Jalan Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, rencana aksi pembangunan Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Nasional dan daerah (Saeno, 2017).

Point utama dalam SDGs Ekosistem Darat memiliki beberapa akumulasi dari setiap bidangnya, namun dalam aspek kali ini menjabarkan SDGs berperan di bidang kehutanan. Sebagai dasar penentuan prioritas konsevarsi terhadap suatu sumber daya (Johnson, 1995). 

Swadaya dalam pembangunan berkelanjutan dalam perlindungan hutan atau ekosistem darat ini menggunakan konsep merubah setiap tahun di kawasan hutan dan kawasan lingdung dengan keanekaragaman hayati.

Dengan itu adanya peningkatan kepemilikan lahan dan tata kelola hutan guna kementrian kehutanan maupun BPN dapat bertanggung jawab atas halnya tersebut, dan meningkatkan vitalitas pengetahuan lingkungan tradisional (VITEK) dengan ini dibangun oleh organisasi non profit Terralingua hal inipun Kementrian Lingkungan Hidup dapat mempertimbangkan konsep tersebut (Sutopo, dkk, 2014).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun