Mohon tunggu...
Dimar Wardani
Dimar Wardani Mohon Tunggu... Administrasi - Yakinkan dengan Iman Usahakan dengan Ilmu Sampaikan dengan Amal

pantang menyerah sebelum semuanya tuntas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Narasi Filsafat Terhadap Struktur Pancasila Dalam Lingkup Nasionalisme

16 Maret 2019   23:34 Diperbarui: 25 Maret 2019   13:22 2674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah pemikiran maksimal atau sekurang-kurangnya merupakan hikmah dan filsafat. Sejarah filsafat diketengahkan agar generasi masa kini dapat memahami berbagai peristiwa besar dalam dunia pemikiran dan segala perubahannya dalam sepanjang zaman.

Pemikiran sejarah sesungguhnya merupakan kenyataan tragis dalam kehidupan, di mana banyak manusia besar yang memainkan peranan menonjol dan saling bertarung antara satu sama lain. Filsafat divonis sebagai pemikiran kufur dan orang diharamkan menekuninya (Al-Ahwani, 1993).

Dengan dasarnya spekulatif, menelaah segala masalah yang dapat dipikirkan manusia. Sesuai dengan fungsinya mempermasalahkan hal-hal pokok seperti menjawab masalah yang satu, maka mulai merambah pertanyaan lain. Permasalahan yang dapat diambil contoh semisal manusia. Pada tahap ini dihubungkan dengan segenap pemikiran ahli-ahli filsafat sejak zaman Yunani Kuno sampai sekarang.

Diambil dari sudut bidang yang lain sampel dari ini hubungan ilmu ekonomi dan manajemen. Dari ilmu ekonomi bahwa manusia adalah makhluk ekonomi yang bertujuan mencari kenikmatan sebesar-besarnya dan menjauhi ketidaknyamanan. Sedang manajemen menelaah kerja sama antarsesama manusia dalam mencapai suatu tujuan yang disetujui bersama (Suriasumantri, 1994).

Seperti penjabaran sesuai dengan judul dalam filsafat dalam penggabungan dengan pancasila ada beberapa landasan yang terdiri dari empat yakni, ontologis, epistemologis, aksiologis, dan antropologis. Landasan ontologis dimaksudkan untuk mengungkapkan jenis-jenis keberadaan yang diterapkan pada Pancasila. Landasan epistemologis dimaksudkan untuk mengungkapkan sumber-sumber pengetahuan dan kebenaran tentang Pancasila sebagai sistem filsafat dan ideologi. Landasan aksiologis dimaksudkan untuk mengungkapkan jenis-jenis nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila. Landasan antropologis dimaksudkan untuk mengungkapkan hakikat manusia dalam rangka pengembangan sistem filsafat Pancasila (Supadjar, dkk, 1996).

Sebagaimana dengan sebuah ilmu yang mencantumkan filsafat sebagai pancasila dengan menggabungkan untuk penyatuan nasionalisme. Dianalisa bahwa generasi muda sebagai pilar bangsa memiliki peran yang sangat penting. Masa depan bangsa tergantung dari para generasi muda dalam bersikap dan bertindak. Menjunjung nilai-nilai moral yang baik berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Narasi Filsafat

Filsafat dapat dijabarkan dari perkataan "philosophia". Kata "philos" berarti cinta dan kata "sophos" berarti kebijaksanaan atau pengetahuan yang mendalam. Perkataan ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti, "Cinta akan kebijaksanaan" love of wisdom (Salam, 2000). Falsafah atau filsafat terambil dari bahasa Yunani yang masuk dan digunakan sebagai bahasa Arab, yaitu berasal dari kata "philosophia". Philo berarti cinta dan shopia berarti hikmah. Oleh karena itu, philosophia berarti cinta akan hikmah atau cinta kebenaran (Anshari, 2002:79).

Sidi Gazalba memandang bahwa filsafat adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenal segala sesuatu yang ada (Gazalba,  1978:316),  Logika berasal dari bahasa Yunani, dari kata sifat 'Logike' yang berhubungan dengan kata benda logos yang berarti perkataan atau kata sebagai manifestasi dari pikiran manusia (Salam, 1988:1).

Filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari sebab-sebab yang pertama atau prinsip-prinsip yang tertinggi dari segala sesuatu yang dicapai oleh akal budi manusia (Salam, 2000). Aristoteles mengatakan bahwa Filsafat itu menyelidiki sebab dan asas segala benda (Anshari, 2002). Sedangkan al-Farabi berpendapat bahwa Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang  Maujd  dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya (Anshari, 2002:83).

Filsafat merupakan sebuah disiplin ilmu yang terkait dengan perihal kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam kehidupan manusia untuk bersikap dan bertindakatas dasar pertimbangan kemanusiaan yang tinggi actus humanus bukan asal bertindak sebagaimana yang biasa dilakukan manusia actus homini (Muntasyir dan Munir, 2006:1).

Aktifitas berfilsafat sangat bergantung kepada rasio dan inderawi manusia dalam mencari suatu kebenaran secara objektif. Dengan tradisi berfilsafat tersebut, melahirkan konseptualisasi ilmu pengetahuan yang bersifat empiris, dan sistematis. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan begitu erat kaitannya dengan filsafat. Keduanya adalah mata rantai yang tidak terpisahkan, karena dengan berfilsafat manusia menggunakan daya pikir, nalar, analisis dan kritis sehingga memilki intelektualitas yang menciptakan suatu dispilin ilmu pengetahuan.

Filsafat Pancasila

            Gagasan Pancasila yang diutarakan oleh Soekarno, menawarkan Pancasila sebagai philosofische Grondslag (dasar, filsafat, atau jiwa) dari Indonesia merdeka. Teks yang dijadikan rujukan merupakan naskah pidato Soekarno yang ditemukan pada 1 Juni 1945 (Dewantara, 2017).

Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai ideologi kolektif (cita-cita bersama) seluruh bangsa Indonesia. Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat. Notonagoro berpendapat bahwa Filsafat Pancasila ini memberikan pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat Pancasila.

Jika ditilik dari soal tempat, Filsafat Pancasila merupakan bagian dari Filsafat Timur (karena Indonesia kerap digolongkan sebagai Negara yang ada di belahan dunia bagian timur). Sebenarnya, ada banyak nilai ketimuran yang termuat dalam Pancasila, misalnya soal pengakuan akan adanya Tuhan, kerakyatan, keadilan yang diidentikkan dengan paham mengenai 'ratu adil' dan seterusnya. Pancasila juga memuat paham-paham Barat, seperti: kemanusiaan, demokrasi, dan seterusnya. Sebagai sistem filsafat, Pancasila ternyata juga harus tunduk pada formulasi Barat yang sudah mapan sejak dulu. Jika Pancasila mau dipertanggungjawabkan secara sahih, logis, koheren, dan sistematis, maka di dalamnya harus memuat kaidah-kaidah filosofis. Pancasila harus memuat juga dimensi metafisis (ontologis), epistemologis, dan aksiologis.

Secara ontologis, dalam kajian Pancasila sebagai filsafat upaya untuk mengetahui hakikat dasar sila-sila Pancasila. Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, yang berupa sifat kodrat monodualis yaitu sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial, serta kedudukannya sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri dan sekaligus juga sebagai makhluk Tuhan.

Secara epistomologi, kajian Pancasila sebagai filsafat upaya untuk mencari hakikat sebagai sistem pengetahuan. Sebagai paham epistomologi, Pancasila mendasar pandangannya bahwa ilmu pengetahuan hakikatnya tidak bebas nilai karena kerangka moralitas kodrat manusia yang religius dalam membangun perkembangan sains dan teknologi pada saat ini untuk mencapai tingkatan pengetahuan manusia.

Secara aksiologis, kajian Pancasila sebagai filsafat hakikatnya tentang nilai prakis atau pengetahuan mengenai Pancasila. Aksiologis Pancasila mengandung arti bahwa filsafat nilai Pancasila, bahwa bangsa Indonesia sebagai pendukung nilai-nilai Pancasila (Dewantara, 2017).

"Sebagai dalil filsafat", Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut:

Aku manusia mengakui bahwa adaku merupakan ada bersama dengan cinta kasih, yang disebut perikemanusiaan.

Perikemanusiaan itu harus kujalani dalam bersama-sama menciptakan, dan menggunakan barang dunia demi keadilan sosial.

Perikemanusiaan harus kulaksanakan juga dalam memasyarakat. Aku manusia niscaya memasyarakat, dan berdemokrasi.

Perikemanusiaan harus juga kulaksanakan dalam hubunganku dengan kesatuan. Kesatuan yang besar, tempat aku pertama melaksanakan perikemanusiaan, disebut dengan kebangsaan.

Aku mengakui bahwa adaku itu ada bersama, serba terhubung, serba tersokong, serba tergantung. Jadi adaku tidak sempurna, tidak atas kekuatan sendiri. Jadi adaku bukanlah sumber dari adaku, melainkan kepada Yang Mutlak, Sang Maha ada. itulah Tuhan Yang Mahasa Esa (Driyarkara, 2006).

Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kenegaraan dan kemasyarakatan yang didasarkan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

Filsafat dalam Nasionalisme

            Sebagai dasar kehidupan manusia dihadapkan dengan berbagai rintangan dan dimana untuk penyatuan kembali menjadi satu kesatuan dan dalam mencapai suatu kebenaran. Layaknya Nasionalisme sebagai paham kebangsaan bahwa suatu bangsa mempunyai perasaan cinta tanah air, cinta terhadap bangsa sendiri (Junanto, 2013).

Kewarganegaraan atau disebut juga dengan nasionalisme yaitu suatu sikap yang  menciptakan dan mempertahankan sebuah negara yang mempunyai tujuan atau cita-cita dalam mewujudkan kepentingan nasional, juga bisa diartikan sebuah rasa ingin mempertahankan negaranya, baik dari internal maupun eksternal. Juga bisa diartikan sebagai paham  kebangsaan, yakni menunjukkan rasa ketanah airan (Yaumi,2014).

Seperti yang tertuang dalam artian filsafat yang sudah termaktub dalam sebuah gagasan yang dimana "filsafat merupakan suatu kebutuhan intelektual yang abadi dan harus di biarkan tumbuh subur baik dalam disiplin filsafat itu sendiri ataupun disiplin yang lain. Filsafat menanamkan semangat kritis-analitis yang sangat dibutuhkan dalam dan melahirkan gagasan-gagasan baru yang menjadi alat intelektual bagi sains-sains lain, begitu juga untuk agama dan teologi. Oleh karena itu, andaikata suatu bangsa membuang khazanah filsafat berarti mencampakkan dirinya dalam bahaya kehausan akan gagasan-gagasan segar dan bunuh diri intelektual". Filsafat terfokus pada analisa data dalam pengalaman inderawi. Filsafat mempunyai Burhn (bukti demonstratif), dan rasional yang objektif (Hanafi, 2004:7).

John Stuart Mill membahas mengenai nasionalisme. Pemikiran Mill ini  menghasilkan jenis nasionalisme yang disebut nasionalisme liberal. Nasionalisme liberal adalah jenis nasionalisme yang dipertahankan oleh beberapa filsuf politik sesuai dengan nilai kebebasan, persamaan, dan hak individu (Varouxakis, 2002).

Filsuf modern lain yang membahas nasionalisme adalah Jean Jacques Rousseau. Dalam Du Contract Social, Rousseau memberikan dasar nasionalisme bentuk baru yang disebut nasionalisme kewarganegaraan. Nasionalisme kewarganegaraan adalah nasionalisme yang terbentuk karena negara memperoleh kebenaran politik dari partisipasi aktif rakyatnya, merupakan "kehendak rakyat (the will of the people)".

Dari Jerman ada juga filsuf yang disebut sebagai bapak nasionalisme Jerman, yaitu Fichte (Vrekhem, 2006:303). Dalam Pidato untuk Bangsa Jerman (1808), Fichte mengatakan bahwa jika Jerman runtuh , seluruh dunia akan runtuh bersamanya. Ficte juga dikena sebagai Anti-Semitisme Modern. Pengagungannya atas nasionalisme Jerman dilengkapi oleh sikap merendahkannya terhadap kaum Yahudi. Pada tahun 1973, Fichte menentang emansipasi Jerman dan menganggap kaum Yahudi sebagai negara dalam negara yang merongrong bangsa Jerman (Vrekhem, 2006:303). Nasionalisme yang diusung Fichte ini masuk dalam kategori nasionalisme etnis yaitu nasionalisme yang terbentuk karena negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat.

Khalayak yang dapat dijumpai mengenai hal ini bahwasanya dalam ranah filsafat terhadap Pancasila yang mencakup rasa nasionalisme. Untuk bangsa yang besar, bangsa Indonesia harus menanamkan sikap nasionalisme yang berlandaskan pada sila-sila Pancasila, dilihat dari sejak dini, sejak kecil, atau masa sekolah. Segi filsafat mencapai rasa kebenaran dengan membutuhkan landasan yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk penyatuan dalam jiwa agar tertanam jiwa berbasis kewarganegaraan.

Karena bangsa Indonesia masih perlu meningkatkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air. Rasa nasionalisme generasi muda dapat mengimplementasikan dirinya untuk bangsa agar tercipta sejak dini dan bisa terarah kedewasanya, sehingga lambat laun rasa nasionalisme dengan penyatuan pancasila untuk mencapai suatu yang logis diharapkan bisa bertahan pada pendiriannya.

Sumber gambar : https://belapendidikan.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun