Saya sendiri juga alumni Rohis. Dulu saya jadi Ketua Divisi Kaderisasi Rohis SMA Negeri 1 Binjai dan di kelas 3, saya diamanah menjadi Ketua Umum Gabungan Rohis SLTA se-Kota Binjai. Alhamdulillah, saya juga mendapat istri alumni Rohis. Orangnya manis, lembut dan tidak anarkis. Sumpah! Kini saya bekerja di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan. Sementara istri saya menjadi apoteker penanggungjawab di sebuah perusahaan farmasi. Apa kami ini juga teroris?
Apa bukti dari semua fitnah keji ini? Oh, Metro TV menyatakan bahwa data yang disampaikan merupakan hasil penelitian ilmiah salah seorang sumber, Guru Besar UIN yang bernama Prof. Dr. Bambang Pranowo. Namun, pendapat yang keliru itu memunculkan banyak pertanyaan khususnya terkait validitas data yang digunakan. Pakai data model apa? Kurang banyak apa alumni Rohis yang shalih dan berprestasi?
Atau jangan-jangan sebenarnya dari awal Metro TV ingin anak-anak SMP dan SMA kita menjauhi masjid saja? Sebab berita ini menggiring opini kalau kita ikut Rohis, kita bakal jadi teroris. Maka para guru, hentikan kegiatan Rohis. Maka para orangtua, jangan biarkan anakmu ikut kegiatan Rohis.
Akhirnya, berita nyeleneh dan tak bertanggungjawab ini membuat Metro TV diserang habis-habisan di jejaring sosial. Sejak kemarin, di twitter sudah muncul hashtag #CintaRohis dengan twit serta foto-foto pro Rohis dan mengecam Metro TV. Dalam sekejap followernya meningkat drastis. Twitnya di retweet sana-sini. Di facebook juga statement dan foto-foto kecaman kepada Metro TV dari gerakan #CintaRohis ini meluas. Mereka meminta kepada Menkominfo, Tifatul Sembiring untuk menegur Metro TV. Bahkan sampai ada wacana untuk memboikot stasiun TV milik Ketua Dewan Pembina Partai Nasional Demokrat tersebut.
Di Jakarta, Forum Komunikasi Alumni Rohis (FKAR) meminta Metro TV meminta maaf atas hal tersebut. "Kami Forum Komunikasi Alumni Rohis, SMP dan SMA Jakarta menuntut Metro TV untuk meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia karena telah memberitakan masjid-masjid sekolah sebagai tempat rekrutmen teroris," ujar FKAR melalui broadcast BlackBerry, Sabtu (15/9). FKAR meminta Metro TV untuk tidak mengulangi penyebutan masjid-masjid sekolah sebagai tempat rekrutmen teroris. Jika mengulanginya, FKAR akan tuntut Metro TV. "Supaya dicabut hak siarnya karena melakukan keresahan dan pembohongan publik. Tidak layak menjadi lembaga penyiaran."
Sementara itu, vokalis grup nasyid Izzatul Islam, Afwan Riyadi, juga para aktivis dakwah sekolah serta aktivis dakwah kampus menyatakan akan melakukan somasi terhadap pemberitaan Metro TV tersebut.
“Insya Allah, semoga dimudahkan Allah. Senin besok saya akan mengajukan somasi kepada Metro TV atas tayangan Info Grafik mereka yang memfitnah ekstrakurikuler di masjid-masjid SMP/SMA umum sebagai pintu masuk teroris,” katanya.
Ia mengatakan bahwa Rohis-phobia akan menghambat gerakan dakwah yang berujung pada rusaknya generasi muda. “Tayangan ini bisa menciptakan ROHIS Phobia di kalangan sekolah maupun orang tua siswa. Ujungnya, dakwah Islam di kalangan remaja Islam menjadi semakin sulit. Apa jadinya generasi kita mendatang?” katanya retoris.
Hingga kini, di jejaring sosial marak disebarkan ajakan untuk mengirimkan sms aduan ke Komisi Penyiaran Indonesia. Pesan tersebut berisi himbauan begini:
Ayo kirimkan SMS pengaduan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ke nomor 08121307000 (tarif normal) atas ketidaksetujuan kita dengan pemberitaan GEGABAH MetroTV yang mengasosiasikan Rohis / Masjid sekolah dengan sarang teroris.
Contoh format SMS:
"Kami menuntut Metro TV untuk meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia terutama adik-adik ROHIS karena telah memberitakan masjid-masjid sekolah sebagai tempat rekrutmen teroris. Metro TV juga harus mencabut berita tersebut. Dan Metro TV juga harus berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Jika tetap mengulanginya, kami menuntut Metro TV agar dicabut hak siarnya karena melakukan pembohongan publik yang menyebabkan keresahan di masyarakat, sehingga tidak layak menjadi lembaga penyiaran."
Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma'ruf Amin sendiri meminta organisasi rohani islam (Rohis) tidak digeneralisir sebagai sarang teroris. Menurutnya, penyebutan Rohis sebagai sarang teroris akan menimbulkan stigma negatif terhadap organisasi di sekolah tersebut. "Jangan digeneralisir seperti itu. Pernyataan yang demikian justru akan menimbulkan sikap saling curiga," ujar Ma'ruf kepada merdeka.com, Sabtu (15/9). "Kalau memang ada tangkap saja langsung, tapi jangan digeneralisir. Akibatnya nanti akan saling tuding dan saling lempar," imbuhnya.
Sementara itu, penulis buku Islam Liberal 101 Ustadz Akmal Sjafril menyatakan bahwa tudingan seperti itu adalah hal wajar. “Nasib para ulama, kyai, santri, dan mujahid memang selalu begitu. Indonesia tidak mungkin merdeka tanpa mereka. Mereka ini tidak perlu diajari nasionalisme, tidak perlu diajari Pancasila, tapi kalau penjajah datang, langsung siap berjihad. Setelah Indonesia merdeka pun pengakuan kedaulatan datang dari para ulama dan mujahid di Timur Tengah. Tapi setelah kondisi stabil, selalu saja orang sekuler yang sok-sokan, seolah-olah mereka paling berjasa pada negeri ini,” katanya.