Hari ini, 3 Desember 2018 merupakan salah satu hari yang sangat ditunggu oleh kaum disabilitas. Yaa, hari ini pada 26 tahun yang lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan dirayakannya hari disabilitas Internasional. Penetapan hari disabilitas Internasional ini ditujukan untuk memberikan semangat dan pengakuan bagi kaum-kaum yang memiliki keistimewaan tersendiri dibanding orang pada umumnya.Â
Selain itu, ditetapkannya hari istimewa ini ditujukan sebagai bentuk edukasi bagi masyarakat pada umumnya akan banyaknya permasalahan yang menyangkut kaum disabilitas. Penetapan ini juga ditujukan untuk menggugah masyarakat untuk mengakui adanya kaum disabilitas yang juga memiliki posisi sejajar dengan masyarakat pada umumnya.
Sejauh ini pandangan umum masyarakat terhadap kaum disabilitas masih menunjukan hal yang memprihatinkan. Bagaimana dengan keistimewaan yang dimiliki kaum tersebut seringkali dianggap sebelah mata oleh masyarakat umum yang notabene memiliki fisik yang lengkap. Mereka masih beranggapan bahwa dengan keistimewaan tersebut, kaum disabilitas sulit melakukan berbagai hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat normal dan dianggap tidak mampu membuat sesuatu hal yang besar.Â
Dengan keistimewaan yang dimiliki serta pandangan masyarakat akan kaum disabilitas kemudian memunculkan masalah yang serius dan tentu menjadi tanggung jawab bersama. Adanya anggapan masyarakat tersebut kemudian juga membuat mentalitas masyarakat disabilitas menjadi menurun dan seringkali sulit untuk berkembang karena terbentur stigma di masyarakat. Padahal, mereka masih bisa melakukan banyak hal yang bahkan bisa melebihi kemampuan dari masyarakat yang memiliki kondisi fisik yang lebih normal.
Berbicara mengenai disabilitas dalam melakukan aktivitasnya, salah satu bidang yang sedang menggeliat ialah bidang olahraga. Pandangan masyarakat terhadap kaum disabilitas yang melakukan kegiatan olahraga pada awalnya masih dianggap rendah, namun hal tersebut berangsur-angsur menghilang seiring dengan munculnya ajang olahraga yang dibuat khusus untuk kaum disabilitas serta atlet-atlet disabilitas yang mulai bermunculan. Khususnya di Indonesia, pandangan masyarakat terhadap olahraga dan kaum disabilitas mulai membaik setelah diselenggarakannya Asian Paragames yang dilaksanakan di Jakarta beberapa bulan kebelakang.Â
Melihat banyaknya atlet yang berpartisipasi dalam ajang ini, menggugah masyarakat akan kaum disabilitas yang memiliki kemampuan dalam melakukan kegiatan olahraga. Namun, sejak kapan tkaum disabilitas mulai menekuni olahraga? Bagaimana kemudian perkembangan event serta bentuk olahraga yang dimainkan kaum disabilitas? Serta sejauh mana partisipasi atlet disabilitas dalam berbagai ajang olahraga? baik dalam kompetisi olahraga khusus disabilitas maupun dalam ajang olahraga umum yang diikuti atlet-atlet normal.
Sejak kapan berkembangnya olahraga bagi disabilitas? Awal kemunculan olahraga ini diawali oleh adanya event olahraga yang dilaksanakan oleh perkumpulan veteran Perang Dunia II Inggris Raya yang dilaksanakan pada tahun 1948. Lebih jelasnya Ian Brittain dalam From Stoke Mandeville to Stratford: A History of The Summer Paralympic Games menyatakan bahwa ide untuk melaksanakan acara olahraga bagi penyandang disabilitas muncul dari seorang berkebangsaan Jerman bernama Ludwig Guttman yang kemudian menjadi seorang dokter di Inggris.Â
Dokter yang sempat bekerja di Universitas Oxford ini memprakarsai event yang bernama "The Stoke Mandeville Games" yang mempertandingkan olahraga panahan kursi roda yang diikuti oleh 16 orang penderita disabilitas yang terdiri atas laki-laki dan perempuan yang menjadi tentara pada PD II dan menderita cedera yang sangat serius.Â
Sebenarnya terdapat suatu alasan yang kemudian mendorong Guttman dalam menyelenggarakan event tersebut. Ia menyatakan bahwa dengan melakukan olahraga, harapan hidup para korban perang yang mengalami disabilitas akan membaik dan hal tersebut bagus untuk perkembangan psikologi pasien dalam menjalani kehidupan kedepannya sebagai seorang disabilitas. Lebih jauh lagi pada perkembangan selanjutnya, Guttman juga mulai memperkenalkan kaum difabel untuk memainkan darts, snooker (semacam permainan billiard), lempar bola dan skittles (semacam bowling).Â
Lebih jauh lagi ia bersama asisten dalam penyembuhan bagi difabel "Q Hill" juga mengenalkan olahraga polo bagi difabel yang menggunakan kursi roda dengan memanfaatkan lapangan kosong yang berada disekitar tempat rehabilitasi di Rumah Sakit Khusus Pensiunan di Stoke Medieval.
Selepas rutin diadakan Stoke Mandeville Games yang kemudian menarik minat beberapa orang dari luar Inggris, akhirnya ada kesadaran bahwa olahraga bagi kaum difabel dipandang penting dan perlu diadakan event besar secara rutin dalam jangka waktu tertentu, hal ini juga dilakukan sebagai bentuk dukungan bagi orang-orang yang memiliki disabilitas untuk menjadi atlet dan bermain pada berbagai olahraga layaknya manusia normal.Â
Hal tersebutlah yang kemudian mendorong Komite Olimpiade Internasional (IOC) memasukan Komite Olahraga bagi Tuna Rungu (International Committee of Sport for the Deaf) sebagai bagian dari IOC. Kemudian salah satu sejarah terbesar olahraga bagi kaum difabel terjadi dengan diselenggarakannya Paralimpiade pertama di Roma tahun 1960.Â
Gelaran olahraga ini juga merupakan gelaran ke 9 dari The Stoke Mandeville Games. Dengan naik pangkatnya pesta olahraga bagi penyandang disabilitas menjadi ajang Internasional diresapi sebagai bentuk dukungan besar yang diberikan oleh dunia olahraga terhadap eksistensi atlet-atlet difabel. Dalam gelaran awal ini peserta yang berpartisipasi sebanyak 400 atlet dari 23 negara yang bersaing dalam 8 cabang olahraga.
Perkembangan penyelenggaraan pesta olahraga bagi kaum difabilitas kemudian semakin berkembang pada gelaran selanjutnya. Selain itu juga partisipan ditambah. Jika pada awal kemunculannya pesta olahraga ini hanya diikuti oleh korban perang yang mengalami spinal cord injury, pada gelaran selanjutnya kaum disabilitas lain juga atlet dengan kebutuhan khusus mulai diikutsertakan dalam gelaran Paralimpiade yang diadakan berbarengan dengan diselenggarakannya Olimpiade bagi atlet yang normal.
Aturan itu juga yang kemudian mendorong dibentuknya komite olahraga bagi penyandang disabilitas (International Sport Organisation for the Disabled) tahun 1962. Dalam perkembangannya, minimal satu cabang olahraga ditambahkan dalam setiap gelaran Paralimpiade. Hal itu menunjukan semakin banyak atlet yang memiliki kebutuhan khusus untuk ikut berpartisipasi pada berbagai cabang olahraga yang dipertandingkan pada ajang ini.Â
Perkembangan dan dukungan bagi atlet difabel juga bukan hanya berlaku pada olahraga musim panas. Sebagai salah satu inovasi juga bentuk dukungan bagi atlet difabel olahraga musim dingin. Maka diadakan pula Paralimpiade musim dingin yang mulai berlangsung tahun 1976 di Ornskoldsvik, Swedia. Penyelenggaraan Paralimpiade musim dingin juga ditujukan sebagai media bagi para atlet difabel pada olahraga musim dingin menunjukan kemampuannya dan meraih prestasi maksimal.
Tak ayal, ajang olahraga terbesar empat tahunan bagi para penyandang disabilitas ini dimanfaatkan oleh kaum difabel sebagai ajang pembuktian bahwa keterbatasan tidak menghalangi mereka untuk mencintai olahraga dan berprestasi. Bisa dibilang, ajang Paralimpiade merupakan media bagi kaum difabel untuk melampaui batas.Â
Hal tersebut dibuktikan dengan makin banyaknya cabang olahraga yang diselenggarakan dan atlet yang berpartisipasi. Bahkan lonjakan besar terjadi pada Olimpiade London 2012, yang diikuti oleh 4,237 atlet dari 164 negara yang bertarung pada 20 cabang olahraga. Bahkan hal tersebut bertambah di Rio de Janeiro 2016, dan kemungkinan makin bertambah pada gelaran Paralimpiade 2020 di Tokyo, Jepang.
Atlet penyandang disabilitas juga bukan berlaga pada gelaran Paralimpiade saja, tetapi juga pernah berlaga bahkan dalam Olimpiade bagi atlet-atlet normal. Adapun atlet pertama yang berhasil mengikuti Olimpiade adalah Neroli Fairhall, seorang pemanah difabel asal Selandia Baru yang berlaga di Olimpade Musim Panas Los Angeles tahun 1984. Sejarah kemudian tercipta 28 tahun kemudian ketika Pelari disabilitas asal Afrika Selatan, Oscar Pistorius mengikuti gelaran Olimpiade Musim Panas London 2012. Meskipun menggunakan kaki palsu, Pistorius tetap bisa bersaing dengan atlet-atlet lain yang lebih normal. Bahkan ia menorehkan prestasi denganmasuk semi final pada nomor individu 400 meter.
Atlet lain yang juga bisa mengikuti ajang olahraga bagi atlet normal ialah Pebalap Alessandro Zanardi. Sebelum mengalami kecelakaan pada gelaran CART yang digelarn di Sirkuit Lausitz EuroSpeedway Jerman, 15 September 2001, ia merupakan pebalap yang malang melintang di berbagai gelaran, termasuk aktif di Formula 1 bersama Team Lotus (1993) dan Williams (1999).Â
Selepas terkena insiden yang memaksa Zanardi kehilangan kedua kakinya, ia berpindah menjadi atlet paracyclist, atau sepeda bagi penyandang disabilitas. Semenjak menjadi atlet disabilitas, Zanardi telah memenangkan 2 medali perak dan 4 medali emas dalam dua gelaran Paralimpiade Musim Panas (2012 London, 2016 Rio de Janeiro).Â
Meksipun telah menjadi atlet disabilitas, Zanardi tidak serta meninggalkan dunia balap mobil yang membesakan namanya, bahkan pada usia 52 tahun, ia masih aktif berlaga di beberapa kejuaraan balap seperti pada tahun 2005-2009 bahkan menjadi Fulltime driver pada gelaran World Touring Car Championship dan memenangkan beberapa seri balapan, juga sempat menjadi test driver tim F1 BMW Williams pada 2006. Terakhir menjadi guest driver pada gelaran DTM (Deutche Tourenwagen Master) 2018 yang dilaksanakan di sirkuit International Marco Simoncelli, Missano Italia dengan hasil finis posisi 13 di race pertama dan posisi 5 di race kedua.
![Alex Zanardi (kiri) bersama Ralf Schumacher pada perkenalan tim Williams yang akan berlaga di Formula 1 musim 1999 (sumber: autocar.co.uk)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/03/autocardotcodotuk-5c0517a1bde57523666dd155.jpg?t=o&v=770)
![Ekspresi Zanardi setelah memenangkan balap sepeda di Paralimpiade London 2012 (sumber: telegraph.co.uk)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/03/telegraphdotcodotuk-5c05180712ae9437693d9db4.jpg?t=o&v=770)
![Zanardi menunjukan inisial namanya pada mobil yang akan digunakan dalam gelaran DTM 2018 di Sirkuit Internasional Marco Simoncelli, Misano, Italia (sumber: autosport.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/03/autosportdotcom-5c0518566ddcae3f6058a252.jpg?t=o&v=770)
Kesuksesan atlet disabilitas hendaknya bisa menjadi dorongan bagi kaum difabel untuk bangkit serta jadi pelajaran bagi orang yang lebih normal untuk lebih menghargai hidup dan menekuni apa yang kita tekuni. Akhir kata, Selamat hari Disabilitas bagi Pistorius, Zanardi dan seluruh atlet difabel Dunia!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI