Mohon tunggu...
Anugrah Rahmatulloh
Anugrah Rahmatulloh Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Researcher

Ketika kita membaca, kita membuka jalan. Ketika kita menulis, kita berbagi cerita. Dan ketika kita berbicara, kita merawat ingatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

13 Tahun Gempa Bumi dan Tsunami Aceh, Bagaimana Bencana Alam Mengubah Wajah Serambi Mekah

26 Desember 2017   10:47 Diperbarui: 28 Desember 2017   08:30 1613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bencana Alam, merupakan kejadian alam yang memberikan dampak yang besar terhadap suatu tempat dan juga kehidupan. Dalam KBBI, Bencana Alam merupakan bencana yang disebabkan oleh alam. Adapun menurut BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) bencana alam ialah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angina topan, dan tanah longsor (menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007). Bencana alam selalu memberi dampak yang besar terhadap kehidupan. Terutama dampak yang buruk, dimana ketika bencana alam datang, maka wilayah yang terkena bencana tersebut akan porak poranda dan tidak jarang menimbulkan korban jiwa. Bencana alam juga menimbulkan kerugian yang kadang tidak sedikit, sehingga bencana alam menjadi salah satu fenomena yang paling ditakuti oleh umat manusia.

Pada hakikatnya, apapun yang terjadi termasuk bencana alam, memang sudah ditakdirkan oleh Allah Swt. Biasanya, dibalik bencana tersebut selalu ada tanda-tanda atau peringatan yang diberikan Allah Swt. Seperti dalam firman Allah yang artinya:

"...Dan Kami tidak mengirimkan tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti"(Q.S Al-Israa. 17: 59)

Firman Allah yang lain berkata, yang artinya:

"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?"(Q.S Fusshilat. 41: 53)

Dari dua Firman Allah Swt diatas, pada dasarnya bencana alam diturunkan setidaknya untuk dua hal. Pertama, sebagai tanda peringatan, atau bahkan adzab dijelaskan dalam Ayat yang lain) yang diturunkan Allah Swt kepada kaum yang melampaui batas, juga sebagai suatu tanda kebesaran Allah Swt. Untuk itu aka nada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari bencana tersebut.

Berbicara tentang bencana alam, dewasa ini banyak sekali terjadi bencana alam di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia sendiri. Namun, dari semua bencana alam yang terjadi dewasa ini, terdapat bencana alam yang kemudian menarik perhatian dan simpati dunia terhadap bencana alam ini. Hari ini tepat 13 tahun yang lalu, terjadi sebuah bencana Gempa Bumi dan Tsunami yang menerjang beberapa wilayah di Belahan Dunia bagian Asia Selatan. Banyak Negara yang terdampak gempa dan Tsunami saat itu, namun wilayah yang paling parah mendapat terjangan Tsunami ialah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 

Mengapa demikian, karena episentrum gempa sendiri berada di lepas pesisir barat Sumatera, sehingga sangat jelas mengapa Aceh menjadi wilayah paling terdampak bencana ini. Bencana dahsyat ini diawali oleh gempa bumi dengan kekuatan 9,1-9,3 SR (Skala Richter), durasi gempa tersebut berkisar 8-10 menit, dan merupakan gempa dengan durasi terlama dalam sejarah gempa bumi. Gempa tersebut mulai dirasakan sejak pukul 07.58 WIB. Setelah gempa berakhir, terjadi penyusutan air laut. Hal tersebut tidak disadari oleh sebagian besar penduduk bahwa bencana yang lebih besar akan segera datang. 

Hingga akhirnya sekitar pukul 08.20 WIB, muncul gelombang Tsunami setinggi 30 meter (98 ft), gelombang tersebut kemudian menghantam pantai dan hampir seluruh Aceh, gelombang tersebut berubah menjadi air bah yang besar dan menyapu seluruh objek yang dilewatinya. Gelombang tersebut menyebabkan bangunan yang hancur, korban jiwa yang banyak, bahkan dapat menyeret sebuah kapal Ferry berukuran besar serta membuat sebuah pesawat terbang terpaksa mendarat darurat di puing-puing bangunan yang hancur akibat terjangan Tsunami. 

Lebih dari 280.000 orang menjadi korban keganasan bencana gempa bumi dan Tsunami yang menerjang Samudera Hindia, dan Aceh menjadi wilayah yang memiliki korban jiwa terbanyak dengan sekitar 167.799 korban tewas (termasuk yang diperkirakan hilang dan tidak ditemukan), dan lebih dari 50.000 orang terkena luka-luka. Sedangkan 500.000 lebih harus rela kehilangan tempat tinggalnya. Tak ayal, bencana tersebut membuat kondisi Aceh porak poranda dan mengalami keterpurukan dalam segala hal. Baik ekonomi, social, maupun memunculkan trauma yang sangat mendalam.

Aceh memang mengalami kehancuran dan trauma yang sangat mendalam sebagai akibat bencana tersebut, namun hal itu membuat banyak orang sadar akan datangnya peristiwa tersebut. Tampak ada sesuatu yang terjadi dibalik peristiwa ini. Hal ini disadari oleh mayoritas masyarakat Aceh yang dikenal sebagai muslim yang dikenal sangat memegang teguh ajaran islam. 

Mereka menyatakan bahwa hal ini merupakan hukuman Tuhan karena mereka tidak menjalankan agamanya sebagai seorang muslim, apalagi tanda-tanda tersebut disadari oleh umat muslim setelah Masjid Baiturrahman yang menjadi icon Provinsi Aceh sekaligus pusat kegiatan Umat muslim di seluruh Aceh masih kokoh berdiri. Selain itu mereka menyatakan bahwa bencana ini merupakan teguran agar masyarakat tidak membunuh sesama muslim, seperti diketahui bahwa bertahun-tahun Aceh dilanda konflik antara militer Indonesia melawan Gerakan separatis Aceh Merdeka.

Pada kenyataannya gempa tersebut membuat wajah Aceh berubah. Diawali dengan gencatan senjata yang dinyatakan oleh kelompok pemberontak Gerakan Aceh Merdeka pada 28 Desember 2004. Tindakan tersebut kemudian diikuti oleh perjanjian damai antara Militer Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, perjanjian yang dimediasi oleh Uni Eropa ini terjadi pada 15 Agustus 2005. Dalam perjanjian tersebut, memuat Gempa Bumi dan Tsunami yang melanda Aceh sebagai salah satu penyebab eksplisit Perdamaian tersebut. Hal yang kemudian menyusul adalah kebangkitan dari Provinsi paling barat di Pulau Sumatera ini. 

Kesedihan dan trauma mendalam pasti menyelimuti korban selamat, tetapi bangkit adalah satu-satunya solusi yang harus ditempuh oleh masyarakat Aceh. Bantuan yang datang dari berbagai donator dimanfaatkan dengan baik. Dengan perencanaan yang matang oleh pemerintah pusat maupun daerah, Aceh perlahan-lahan mulai menunjukan kebangkitan. Berbagai fasilitas umum mulai dibangun, begitu pula dengan tempat tinggal masyarakat yang terdampak gempa bumi dan tsunami juga mulai dibangun. Puing-puing sisa gempa tektonik kemudian dimanfaatkan untuk sarana pariwisata. 

Hal tersebut sebenarnya bukan ditujukan untuk memanfaatkan penderitaan orang lain untuk alasan keuntungan semata. Dengan dikembangkannya wisata tersebut seakan menjadi penanda bahwa bencana bisa terjadi kapan saja, Selain itu, dengan menjadikannya sesuatu yang monumental, menjadi pertanda bagi masyarakat bahwa mereka pernah mengalami kejadian yang memilukan, tetapi hal tersebut tidak boleh membuat masyarakat larut dalam kesedihan, tetapi jadikan sebagai semangat untuk menatap kehidupan yang lebih baik. 

Adanya objek wisata monumental tersebut juga mengingatkan bahwa setiap manusia harus memiliki kepeduliann terhadap sesama manusia. Objek wisata tersebut diantaranya Kapal PLTD Apung di daerah Punge Blang Cut, sebuah kapal yang berada di atas Rumah di Lampulo serta Museum Tsunami yang didesain oleh arsitek serta Walikota Bandung, Ridwan Kamil. Aceh yang dulu porak poranda karena gempa kini mulai menggeliat kembali.

Dalam hal ini, bagaimana suatu bencana alam dapat merubah kondisi suatu wilayah dan berpengaruh bagi kehidupan selanjutnya. Dalam kasus gempa bumi dan tsunami Aceh, bagaimana terlihat jelas bencana tersebut meninggalkan trauma yang mendalam serta keterpurukan ekonomi yang menyerang masyarakat Aceh, tetapi hal tersebut bisa dimaknai dengan baik oleh masyarakat. Bagaimana bencana alam tersebut memberi pelajaran bahwa sesungguhnya dibalik semua bencana yang terjadi, akan ada sesuatu yang bisa membangkitkan mereka dan semakin menambah kualitas hidup. Tetapi hal tersebut dikembalikan kepada mereka, apakah ingin bangkit atau hanya akan terus terpuruk dalam trauma yang mendalam. Seperti yang terkandung dalam Firman Allah Swt yang artinya:

"...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri..."(Q.S Ar-Ra'd 13: 11).

Sehingga jelas tidak ada pilihan lain selain bangkit, karena mereka percaya aka nada pertolongan yang lebih besar jika bangkit dan berubah ke jalan yang lebih baik.

Hingga akhirnya, perlahan-lahan masyarakat Aceh mulai kembali menata kehidupannya. 13 tahun kejadian memilukan sudah terjadi, dan selama 13 tahu jugalah, proses menuju kebangkitan dijalani. Tidak ada kata menyerah sebelum berusaha. Potret masyarakat Aceh bisa dijadikan contoh bagaimana seharusnya bangkit setelah diterjang bencana yang sangat besar, sekalipun masih banyak PR yang masih harus diselesaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun