Mohon tunggu...
Anugrah Rahmatulloh
Anugrah Rahmatulloh Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Researcher

Ketika kita membaca, kita membuka jalan. Ketika kita menulis, kita berbagi cerita. Dan ketika kita berbicara, kita merawat ingatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

13 Tahun Gempa Bumi dan Tsunami Aceh, Bagaimana Bencana Alam Mengubah Wajah Serambi Mekah

26 Desember 2017   10:47 Diperbarui: 28 Desember 2017   08:30 1613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka menyatakan bahwa hal ini merupakan hukuman Tuhan karena mereka tidak menjalankan agamanya sebagai seorang muslim, apalagi tanda-tanda tersebut disadari oleh umat muslim setelah Masjid Baiturrahman yang menjadi icon Provinsi Aceh sekaligus pusat kegiatan Umat muslim di seluruh Aceh masih kokoh berdiri. Selain itu mereka menyatakan bahwa bencana ini merupakan teguran agar masyarakat tidak membunuh sesama muslim, seperti diketahui bahwa bertahun-tahun Aceh dilanda konflik antara militer Indonesia melawan Gerakan separatis Aceh Merdeka.

Pada kenyataannya gempa tersebut membuat wajah Aceh berubah. Diawali dengan gencatan senjata yang dinyatakan oleh kelompok pemberontak Gerakan Aceh Merdeka pada 28 Desember 2004. Tindakan tersebut kemudian diikuti oleh perjanjian damai antara Militer Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, perjanjian yang dimediasi oleh Uni Eropa ini terjadi pada 15 Agustus 2005. Dalam perjanjian tersebut, memuat Gempa Bumi dan Tsunami yang melanda Aceh sebagai salah satu penyebab eksplisit Perdamaian tersebut. Hal yang kemudian menyusul adalah kebangkitan dari Provinsi paling barat di Pulau Sumatera ini. 

Kesedihan dan trauma mendalam pasti menyelimuti korban selamat, tetapi bangkit adalah satu-satunya solusi yang harus ditempuh oleh masyarakat Aceh. Bantuan yang datang dari berbagai donator dimanfaatkan dengan baik. Dengan perencanaan yang matang oleh pemerintah pusat maupun daerah, Aceh perlahan-lahan mulai menunjukan kebangkitan. Berbagai fasilitas umum mulai dibangun, begitu pula dengan tempat tinggal masyarakat yang terdampak gempa bumi dan tsunami juga mulai dibangun. Puing-puing sisa gempa tektonik kemudian dimanfaatkan untuk sarana pariwisata. 

Hal tersebut sebenarnya bukan ditujukan untuk memanfaatkan penderitaan orang lain untuk alasan keuntungan semata. Dengan dikembangkannya wisata tersebut seakan menjadi penanda bahwa bencana bisa terjadi kapan saja, Selain itu, dengan menjadikannya sesuatu yang monumental, menjadi pertanda bagi masyarakat bahwa mereka pernah mengalami kejadian yang memilukan, tetapi hal tersebut tidak boleh membuat masyarakat larut dalam kesedihan, tetapi jadikan sebagai semangat untuk menatap kehidupan yang lebih baik. 

Adanya objek wisata monumental tersebut juga mengingatkan bahwa setiap manusia harus memiliki kepeduliann terhadap sesama manusia. Objek wisata tersebut diantaranya Kapal PLTD Apung di daerah Punge Blang Cut, sebuah kapal yang berada di atas Rumah di Lampulo serta Museum Tsunami yang didesain oleh arsitek serta Walikota Bandung, Ridwan Kamil. Aceh yang dulu porak poranda karena gempa kini mulai menggeliat kembali.

Dalam hal ini, bagaimana suatu bencana alam dapat merubah kondisi suatu wilayah dan berpengaruh bagi kehidupan selanjutnya. Dalam kasus gempa bumi dan tsunami Aceh, bagaimana terlihat jelas bencana tersebut meninggalkan trauma yang mendalam serta keterpurukan ekonomi yang menyerang masyarakat Aceh, tetapi hal tersebut bisa dimaknai dengan baik oleh masyarakat. Bagaimana bencana alam tersebut memberi pelajaran bahwa sesungguhnya dibalik semua bencana yang terjadi, akan ada sesuatu yang bisa membangkitkan mereka dan semakin menambah kualitas hidup. Tetapi hal tersebut dikembalikan kepada mereka, apakah ingin bangkit atau hanya akan terus terpuruk dalam trauma yang mendalam. Seperti yang terkandung dalam Firman Allah Swt yang artinya:

"...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri..."(Q.S Ar-Ra'd 13: 11).

Sehingga jelas tidak ada pilihan lain selain bangkit, karena mereka percaya aka nada pertolongan yang lebih besar jika bangkit dan berubah ke jalan yang lebih baik.

Hingga akhirnya, perlahan-lahan masyarakat Aceh mulai kembali menata kehidupannya. 13 tahun kejadian memilukan sudah terjadi, dan selama 13 tahu jugalah, proses menuju kebangkitan dijalani. Tidak ada kata menyerah sebelum berusaha. Potret masyarakat Aceh bisa dijadikan contoh bagaimana seharusnya bangkit setelah diterjang bencana yang sangat besar, sekalipun masih banyak PR yang masih harus diselesaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun