Mohon tunggu...
Saiful Anwar
Saiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar yang masih terus belajar. Tinggal di Pangkalpinang Bangka Belitung

Pengajar yang masih terus belajar. Tinggal di Pangkalpinang Bangka Belitung.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Dari Dugaan Menuju Spot Persaudaraan

14 Juli 2020   22:11 Diperbarui: 15 Juli 2020   00:38 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh benar adanya bahwa makhluk bernama manusia adalah jenis makhluk yang hobi berprasangka, menduga-duga. Sebab memang 'siapa yang tahu pasti?' Ribuan kali menyaksikan dan mengalami, ribuan kali pula kebenaran itu seolah mengagetkan ruang kesadaran.

Saya sengaja menuliskannya agak ribet dan  muter-muter, tak lain agar anda menyangka saya cerdas. Sebab begitulah manusia, gemar berprasangka dan menduga-duga.

Sebenarnya saya ingin bercerita tentang dua saudara saya yang menyangka dan menduga jika saya adalah 'master' mancing, pakar dalam hal pancing-memancing dan segala tetek bengeknya. Bagi saya ini adalah 'kasus salah sangka dan salah duga', tapi biarlah itu menjadi rahasia yang akan segera mereka buka. Tentu saja jika catatan ini terbaca mereka.

Hari Minggu kemarin (12/07), mereka berdua setengah memaksa saya untuk menemaninya mancing udang galah di Sungai Air Pandan. Saya sendiri sudah sekian kali mancing udang galah di sungai itu pakai perahu dayung maupun perahu mesin.

Dari situ saya berani menduga kalau prasangka mereka itu didasari karena melihat kuantitas kegiatan mancing saya yang lebih banyak dari mereka berdua. Padahal kuantitas belum tentu berbanding lurus dengan kualitas. Tapi demi persaudaraan, prasangka mereka itu saya biarkan menemukan jawabannya sendiri. Jika nanti mereka mendapat jawaban 'owalah ternyata...' itu orisinil dari temuannya.

Sampai di sini kira-kira paham 'kan maksut saya? Kalaupun tidak, ya tidak apa-apa. Tidak penting juga.

Saya sendiri menjadi saudara mereka, dalam arti menjadi bagian dari keluarga besar mereka, dari jalur istri. Mereka berdua itu cucu dari bude istri saya. Kalau dalam struktur keluarga jawa, mereka adalah keponakan, karena istri saya adalah sepupu bude. Berarti saya adalah 'Om'nya mereka. Kalau dalam struktur keluarga Bangka, saya tak paham. Mereka biasanya memanggil saya 'Abang'. 

Entahlah, ribet ngurusi yang begini-begini meskipun itu penting dalam kacamata ilmu pengetahuan dan budaya. Tapi untuk saat ini yang penting kami sama-sama tahu kalau kami adalah satu keluarga. Itu saja sudah cukup. Karena merasa tak punya cukup ilmu, saya tak berani menduga-duga soal ini.

Keduanya masih 'kinyis-kinyis', muda belia dan tentu saja lebih ganteng dari saya. Masa depannya juga nampaknya akan baik-baik saja dan cerah ceria. Keduanya sedang sama-sama merintis masa depan 'cerah ceria' itu. Meski sedang sama-sama merintis masa depan namun keduanya memilih tarekat yang berbeda.

Yang satu biasa disapa Agil, mustinya Aqil yang artinya banyak akal. Tapi tak mengapalah, toh yang punya nama tidak keberatan. Ia merintisnya dengan jalan melanjutkan pendidikan di pojokan bangku kuliah dan sekarang sudah memasuki semester ketujuh. Sebentar lagi KKN, garap skripsi, dan wisuda. Semoga usai diwisuda ia tidak menjadi donatur jumlah pengangguran di NKRI. Toh ibunya jauh-jauh tahun sudah menyiapkan 'lahan' untuk meregenerasi ilmu-ilmu alquran yang kini masih digenggamannya. Itu doa saya sebagai 'Om' untuknya.

Satunya lagi biasa dipanggil Dadot. Ia merintis jalan masa depan di perusahaan perbankan. Benar-benar merintis, karena ia memulai karirnya sebagai tukang sapu alias office boy alias OB. Karir itu sudah dimulainya sejak tujuh tahun lalu. Meski sudah sekian tahun karir itu dirintisnya, tapi saya tak berani menduga ia sekarang sudah menjabat Kepala Cabang atau minimal Kepala Cabang Pembantu lah. 

Lha wong ia bukan sarjana, hanya tamatan aliyah. Tetapi demi melihat perubahan warna kulit,  penampilan dan melihat kendaraan yang dimilikinya hari ini, saya berani menduga meski tidak naik jabatan tapi pasti naik pendapatan. Teori umumnya 'kan begitu, 'tiada mengapa turun jabatan yang penting naik pendapatan.'

Bulan-bulan sebelumnya, sebenarnya saya tak begitu akrab dengan mereka berdua. Kalau berjumpa ya hanya menyapa sekadarnya saja. Tetapi sejak peristiwa 'salah duga' itu, kami menjadi semakin dekat. Saya sendiri semakin merasa menjadi keluarga.

Kami bertiga satu kendaraan berangkat mancing jam 6 pagi. Setengah jam perjalanan  menuju Sungai Air Pandan. Perahu milik BumDes Labuh Air Pandan sudah siap menunggu, berikut dengan sang kapten yang suka 'ingel-ingel' alias guyon alias bercanda. Satu sahabat saya asal dusun setempat juga turut serta. Meski kami berlima tapi perahu milik BumDes ini masih terasa terlalu besar. Betul-betul besar untuk ukuran perahu sungai. Saya berani menyarankan, Anda harus mencobanya.

Hasilnya memang tak seberapa karena mendekati siang, langit tiba-tiba menangis hingga tiga ronde bahkan sampai kami tiba kembali di rumah malam hari. Namun kebahagiaan dan keceriaan yang kami hasilkan sepertinya terlalu murah jika hanya dibayar 300 ribu rupiah. 

Dari keceriaan demi keceriaan seharian di Sungai Air Pandan itu pula 'racun-racun mancing' mulai mengaliri urat nadi kedua saudara saya itu. Mudah-mudah bukan saya penyebar 'racun' itu. Sebab keduanya 'bersekongkol' membuat rencana untuk kembali memasang umpan di mata mancing. 

Rencananya bulan depan spotnya adalah ke  laut. Mendengar 'persekongkolan' itu diam-diam saya gembira. Karena saya berani menyangka dan menduga, mereka akan mengajak saya. He he he...

Pangkalpinang, 14 Juli 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun