"Memang itu warung makannya aneh banget. Bayar pakai debit aja nggak bisa. Padahal warung di sebelahnya sudah bisa bayar pakai QRIS," komentar tukang parkir setelah mendengar cerita saya.
"Wah padahal sekarang orang-orang kebanyakan bayar nggak pakai cash lagi, ya, Pak," sahut saya yang diiyakan oleh tukang parkir.
Di tengah kebingungan saya, suami akhirnya turun tangan dengan mendatangi warung kecil di samping tempat kami makan dan membeli 2 minuman. Ternyata di warung itu malah ada kembalian dari uang yang saya miliki. Saya pun kembali mendatangi kasir untuk membayarkan kekurangan dari makan malam kami sebelumnya.
***
Sepulang dari makan malam, saya pun bercerita kepada suami tentang kejadian lain terkait uang kembalian yang saya alami 2 hari sebelumnya. Jadi ceritanya sore itu sepulang kerja saya mampir ke salah satu kawasan nongkrong di kota Banjarmasin yang cukup ramai dikunjungi anak muda setiap harinya. Rencananya hari itu saya akan bertemu dengan beberapa teman blogger. Sayangnya saat saya tiba di lokasi teman yang saya tunggu ini belum datang. Teman pertama masih menunggu jemputan sementara teman satu lagi ternyata baru tiba di hotel setelah terbang dari Jakarta.
Sambil menunggu mereka datang, saya pun memutuskan membeli segelas kopi dan roti untuk mengisi perut. Saat itu saya membayar pesanan tersebut dengan uang cash karena kebetulan memang sedang ada uang di dompet. Selama kurang lebih 30 menit saya menunggu teman-teman saya ini sambil menikmati pemandangan di sekitar. Kawasan ini dulunya adalah deretan ruko yang terbengkalai yang kemudian satu per satu berubah menjadi kafe kecil. Mulanya hanya ada satu warung kopi lalu seiring dengan meningkatnya kepopulerannya satu per satu kafe lain pun bermunculan dan menjadikannya kawasan yang ramai dikunjungi anak muda di sore dan malam hari.
Setelah hampir 1 jam menunggu, saya akhirnya memutuskan pulang karena hari sudah semakin sore sementara saya harus menjemput kedua anak saya di rumah tetangga tempat mereka dititipkan. Saat kembali ke motor saya di tempat parkir, baru saya sadar kalau ternyata saya tidak ada uang kecil untuk membayar parkir. Di dompet saya hanya ada uang seratus ribu yang rasanya tidak elok diberikan kepada tukang parkir.Â
Saya lihat di depan motor saya ada penjual pentol bakso dan saya pun memutuskan untuk membeli beberapa tusuk pentol untuk memecah uang saya. Sayangnya ternyata penjual pentol juga tidak memiliki kembalian untuk 5 buah pentol seharga Rp. 5000,00 yang saya beli. Saya semakin bingung. Masa iya sih saya harus mampir ke warung lain untuk belanja lagi? pikir saya dalam hati. Nah, rupanya sama seperti kasir di warung makan, penjual pentol secara tak diduga menyarankan saya untuk menukar uang kepada tukang parkir yang ada di depan saya.Â
"Memang pamannya ada uang kembaliannya?" tanya saya kepada penjual pentol bakso.Â
"Ada. Coba aja tanya orangnya," jawab penjual pentol.
Saya pun berjalan ke arah tukang parkir yang berdiri tak jauh dari motor saya. Saya serahkan uang seratus ribu yang saya miliki dan begitu tukang parkir itu membuka tasnya tampak ada cukup banyak uang di sana. Bukan hanya uang 2 ribuan yang biasanya dibayarkan untuk parkir motor namun juga uang puluhan ribu yang mungkin didapat dari parkir mobil yang datang ke kawasan tersebut. "Ya elah tahu gitu tadi mending langsung bayar parkir aja pakai uang seratus ribu," kata saya dalam hati setelah menerima uang dari paman parkir tersebut. Akhirnya setelah menukar uang saya kembali ke penjual pentol untuk membayar pentol yang saya makan.Â