Mengapa banyak perusahaan konstruksi baik itu konsultan maupun kontraktor menggunakan software bajakan? Tulisan ini merupakan penayangan ulang dari blog pribadi dengan sedikit editing. Sebuah perspektif dari seorang drafsman.
Dalam kurun waktu antara tahun 2009-2013 yang saya telusuri di google.com banyak berita yang menyebutkan bahwa perusahaan -- perusahaan di Indonesia menggunakan software bajakan dalam bekerja. Bahkan Autodesk mengklaim bahwa hanya 30% perusahaan di Indonesia yang memakai software asli mereka. (sumber: Tribun News) Bahkan di tahun 2013 ada berita mengagetkan bagi saya yaitu sebuah perusahaan besar dan terkenal ketahuan menggunakan software Tekla bajakan.
Sebenarnya apa yang membuat mereka menggunakan software bajakan? Banyak hal yang menjadikan perusahaan -- perusahaan di Indonesia menggunakan software bajakan. Mungkinkah karena software -- software asli sangat mahal? Tidak juga. Jika dibandingkan dengan nilai proyek yang didapat saya pikir software resmi adalah aset.Â
Apalagi jika perusahaan yang menggunakan software tersebut adalah perusahaan konsultan konstruksi yang produk utama mereka adalah sebuah laporan hitungan dan gambar teksnis dari sebuah proyek.Â
Artinya satu-satunya aset berharga mereka adalah software asli. Tetapi benarkah pendapatan mereka dalam sebuah proyek tidak bisa menutupi jika menggunakan software asli? Saya memang tidak tahu persis namun jika alasan penggunaan software bajakan karena untuk menekan cost project bagaimana ini bisa terjadi? Bukankah dalam membuat proposal kepada pemilik project seharusnya kita juga memasukkan cost untuk elemen-elemen tersebut. Software, man power dll.
Saya berprofesi sebagai Drafter sudah 12 tahun dan selama itu saya sudah berkelana di 5 perusahaan. Saya sudah bertemu berbagai macam teman drafter dan engineer. Mengetahui bagaimana mereka bekerja. Rata-rata dalam rentang pekerjaan saya itu yang banyak digunakan adalah AutoCAD. Ya.. autocad sepertinya sudah menjadi standar dalam dunia kerja semenjak tahun 2000an di Jakarta.Â
Mengapa di Jakarta? karena saya berasal dari DIY dan pada saat saya lulus SMK hanya perusahaan -- perusahaan di Jakarta yang membuka lowongan Drafter dengan AutoCAD. Itulah sebabnya mengapa saya baru 12 tahun menjadikan Drafter/Draftsman sebagai profesi saya.
Tahun 2000an awal selain susah mencari pekerjaan juga penggunaan AutoCAD sebagai software bantu untuk rancangan konstuksi mulai marak. Banyak tempat yang membuka kursus AutoCAD. Namun saya tidak tahu apakah AutoCAD yang diajarkan sudah sesuai dengan keinginan pembuat software? seperti kita ketahui bahwa dalam menggunakan AutoCAD sangat fleksibel.Â
Tidak ada cara yang salah selama hasil yang didapatkan benar. Namun yang ada adalah efektif atau tidak menggunakan cara yang kita pakai tersebut? Karena itu maka banyak teman - teman yang tidak tahu fitur-fitur yang sangat membantu dalam meningkatkan efektifitas bekerja. Karena hal tersebut lama-kelamaan AutoCAD menjadi software yang umum dan banyak yang "merasa" bisa menguasai AutoCAD sehingga tidak perlu untuk belajar secara resmi di Autodesk Training Central. Â Karena harga kursus di ATC termasuk mahal dan AutoCAD dianggap gitu -- gitu saja yaitu mendigitalisasi meja gambar.Â
Bagaimana dengan saya? saya termasuk orang yang tidak pernah belajar secara resmi baik di kursus umum maupun di kursus resmi ATC. Sebenarnya kita bisa menggunakan software apapun secara "benar" jika kita rajin untuk membaca Help dari software -- software tersebut. Tinggal pencel F1 pada saat software terbuka maka akan terdapat bantuan dalam menggunakan software.
Nah sekarang apa hubungannya penggunaan software palsu dengan pekerja yang belajar software secara otodidak? Software diciptakan untuk membantu manusia lebih efisien dalam bekerja. Dalam bayangan pembuat software, dengan digunakan software tersebut akan mengurangi man power dalam bekerja, mengurangi waktu dalam bekerja sehingga hasilnya bisa berdampak besar dalam sebuah proyek.Â
Proyek tersebut sukses, dan banyak keuntungan. Namun pada kenyataanya di lapangan, ke-efisienan tersebut rupanya tidak terbaca oleh manajemen perusahaan. Memang ada perbedaannya dibanding bekerja dengan cara yang kuno namun hanya sedikit. Â Akhirnya mau tidak -- mau perusahaan harus mencari cara bagaimana produk bisa dihasilkan dengan lebih efektif. Â
Akhirnya dibutuhkan banyak personel dalam sebuah proyek yang artinya cost membengkak. Profesi drafter ya hanya sama saja dengan drafter masa lalu yang menuangkan sket dari arsitek/engineer.Â
Tidak ada yang spesial dari drafter maupun software yang digunakan karena tidak ada drafter yang bisa menunjukkan potensi sebenarnya dari software tersebut. Begitu juga dengan engineer yang memakai bantuan software untuk memproses hitungan. Harga mahal dari sebuah software tidak bisa memenuhi syarat sebagai infestasi perusahaan.
Nah sekarang bagaimana meningkatkan bergaining power seorang drafter atau arsitek/engineer? Jaman sekarang lupakan kecanggihan AutoCAD. Kita tidak perlu bersusah payah belajar AutoCAD secara benar karena AutoCAD sudah gagal menunjukkan kehebatanya selama ini. Mau kita punya Autodesk Certified Professional (ACP) untuk AutoCAD juga pasti perusahaan hanya memandang sedikit. AutoCAD kan gitu -- gitu saja, banyak yang "bisa" mungkin itu pemikiran perusahaan.Â
Sebagai seorang drafter kita sekarang meningkatkan kemampuan dengan belajar software -- software modeling BIM (Building Information Modeling)  secara BENAR. Ada banyak software modeling 3D antara lain Autodesk  Revit, Bentley AECOsim, Archicad, Tekla, Bricscad BIM, Allplan dll.  Seperti yang saya katakan, jangan pernah malas untuk memencet tombol F1 bahkan jika kita merasa benar dalam menggunakan suatu perintah.Â
Karena bisa saja kita hanya merasa benar bukan benar beneran. Tapi kan banyak juga teman -- teman di luaran sana yang tidak peduli dengan "cara benar" tersebut. Yang penting hasil sesuai dengan yang diinginkan oleh designer (arsitek/engineer) . Tidak bisa seperti itu! Didalam menggunakan AutoCAD kita bisa menggambar garis busur dengan perintah ARC, bisa juga kita membuat CIRCLE kemudian kita TRIM dan hasilnya semuanya benar.Â
Namun tidak dengan modeling BIM. Karena keseharian pakai Revit, saya ingin membuat contoh dengan Revit. Di dalam memodelkan bangunan di Revit, memang kita bisa memodelkan misalkan pondasi dengan beam. Kita membuat tipe beam dengan bentuk pondasi kemudian memberinya parameter material batu kali misalnya. Ya... dalam model secara visual itu adalah pondasi batu kali, tetapi kekuatan BIM itu ada di huruf I yaitu Information. Itu artinya kita memberikan informasi yang keliru dalam membuat modeling dan itu mempengaruhi bagian lain dalam team kerja. Dan itu artinya kita belum BENAR dalam memodelkan.
Kita juga bisa menginformasikan tentang BIM kepada perusahaan sewaktu melamar pekerjaan. Setidaknya ketika kita ditanya oleh pewawancara " Ada pertanyaan Pak/Bu?" Kita bisa mengorek apakah perusahaan sudah tahu tentang BIM?Â
Apakah menggunakan software - software tersebut memang berencana mengadopsi BIM system dalam bekerja? Ataukah sekedar ikut -- ikutan? Misal karena perusahaan lain pakai Revit akhirnya ikut - ikutan pakai Revit. Tapi itu kan teknis? Bukan teman -- teman, BIM bukan teknis. BIM itu menyangkut teknik, manajemen, keuangan dan tentunya man power.
Jadi apakah sekarang teman-teman yang bekerja di bidang konstruksi mau lebih tahu tentang BIM atau berpikiran bodo amat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H