[caption caption="Ilustrasi Manager Tak Lulus Psikotest"][/caption]
Sebelum masuk ke inti tulisan, sedikit kita MENGINGAT tentang kasus ANGELINE terlebih duluÂ
Masih Ingat Sama ANGELINE Khan? Seorang Anak kecil yang lucu dan tak berdosa, korban pembunuhan kejam yang terjadi di Kota Denpasar, Bali. Lantas apa hubungannya dengan Judul di atas? Silakan baca pelan-pelan sampai selesai karena itu ada kesamaannya. Semoga tulisan ini bisa membuka mata kita tentang arti pentingnya PSIKOTEST terutama untuk orang-orang yang memegang jabatan tinggi seperti MANAGER/ATASAN dalam suatu perusahaan.Â
Â
Berita soal ANGELINE, tampaknya sudah mulai sering menghilang dari media. Kita ingat-ingat kembali bahwa ANGELINE dibunuh oleh satpam di rumahnya yang bernama Agustinus dan ditemukan DIKUBUR di kandang ayam dalam keadaan memeluk boneka. Namun, seiring perkembangan penyelidikkan yang telah dilakukan Polisi, ternyata pembunuhan SADIS tersebut  melibatkan nama Margareth, yang tak lain adalah ibu Angkat dari Angeline sendiri. Pembunuhan SADIS gadis kecil Angeline, kuat dugaan merupakan sebuah skenario yang terencana.Â
Seperti diketahui, Angeline dilahirkan dari seorang Ibu Kandung bernama Amidah perempuan asal Banyuwangi, Jawa Timur. Kenyataan hidup kadang pahit. Karena keterbatasan Ekonomi, Amidah menyerahkan Angeline kepada Margareth dan suaminya seorang bule untuk dijadikan ANAK ANGKAT. Keluarga Margareth adalah keluarga yang kaya dan berkecukupan.
Bukannya TUMBUH menjadi besar dan dewasa, ANGELINE malah TEWAS dibunuh di lingkungan keluarga angkatnya. Terlepas dari proses hukum yang kini sedang dilakukan, ada hal yang menjadi sorotan dan menjadi sempat menjadi bahan diskusi di sosial media yakni : apakah Keluarga angkat Angeline terutama Margareth sebagai ibu angkat LAYAK secara PSIKIS menjadi seorang Ibu dari ANAK kandung orang lain?.
Jika Secara MATERI, tak diragukan Margareth sangat LAYAK. Margareth pasti mampu menanggung biaya hidup Angeline. Namun bagaimana secara PSIKOLOGIS? Banyak orang yang menyarankan, terutama dari kalangan alumni PSIKOLOGI bahwa orang yang mengadopsi perlu diperiksa terlebih dahulu, menjalani serangkaian pemeriksaan PSIKOLOGI (PSIKOTEST).
Banyak pihak yang menyesalkan kalau di Indonesia praktek adopsi anak masih berjalan secara TRADISIONAL. Orang hanya menyerahkan saja anak kandungnya kepada orang lain yang dipandang lebih MAMPU. Tak ada pemeriksaan PSIKOLOGI seperti yang sudah dipraktekkan negara-negara maju.
Penerapan Ilmu Psikologi di Indonesia memang masih belum membumi jika dibandingkan dengan di negara-negara Maju seperti Belanda, Amerika, Australia, Jerman dll. PSIKOTEST sudah digunakan secara luas dalam bidang Industri, hukum, pendidikkan termasuk dalam perihal pengasuhan ANAK tadi.
Di Indonesia, PSIKOTEST sudah dipergunakan meskipun belum begitu luas. Termasuk dalam hal yang berkaitan dengan pengasuhan ANAK juga belum diaplikasikan. PSIKOTEST salah satunya diterapkan di dunia Industri untuk menyeleksi calon karyawan. Akan tetapi, itu juga BELUMÂ KONSISTEN. Misalnya, banyak perusahaan termasuk di Kota Besar seperti Jakarta, bahkan yang tergolong bonafid juga kurang bersikap serius atau hati-hati dengan PSIKOTEST ini.Â
Di beberapa tempat, coba saja lihat, masih bisa kita temui karyawan, termasuk yang menempati level tinggi seperti MANAGER ternyata TIDAK LULUS PSIKOTEST. Padahal salah satu fungsi PSIKOTEST adalah memberikan informasi untuk PREDIKSI bagaimana orang tersebut ke depannya dalam suatu perusahaan. Sebagai contoh, ada kandidat untuk posisi MANAGER/ATASAN di sebuah perusahaan. Jika Secara MATERI pengalaman, bisa dikatakan mumpuni. Namun bagaimana secara PSIKOLOGIS? apakah orang tersebut LAYAK secara PSIKIS? Sungguh disesalkan banyak perusahaan (termasuk yang tampak Bonafid) ternyata masih menganut cara-cara TRADISIONAL dalam memberikan Jabatan yang tinggi kepada orang lain.Cara-cara TRADISIONAL itu salah diantaranya adalah faktor kedekatan dengan orang dalam, atau penilaian yang bersifat SUBJEKTIF kemampuan seseorang dilihat dari MATERI pengalaman kerja saja. Tanpa mempedulikan KELAYAKAN secara PSIKIS yang diungkap dari hasil PSIKOTEST yang sifatnya OBJEKTIF.Â
Analogi ini kurang lebih Mirip dengan cerita orang tua angkat ANGELINE tadi. Seorang MANAGER/ATASAN pun akan "memiliki" ANAK (ANAK BUAH). ANAK ANGKAT dan ANAK BUAH pada dasarnya sama yaitu sama-sama BUKAN anak dia sendiri. PSIKOTEST adalah alat bantu untuk melihat Apakah calon MANAGER/ATASAN memiliki indikasi seorang yang akan berbuat tidak adil terhadap ANAK BUAHNYA? Apakah dia memiliki indikasi cuek, kurang empati, hanya bisa menyuruh tanpa memanusiakan ANAK BUAHNYA?. PSIKOTEST digunakan untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. TIDAK LULUS PSIKOTEST berarti MENGABAIKAN semua informasi yang berguna untuk PREDIKSI tadi. Padahal, bisa jadi MANAGER/ATASAN yang tidak lulus PSIKOTES ini malah bersikap arogan, kurang empati dan bersikap merugikan terhadap anak buahnya. Membuat anak buahnya "TEWAS" di perusahaan tersebut (baca : mengundurkan diri). Bahkan tidak hanya satu anak buah saja, seringkali setiap ANAK BUAH yang berada di bawah MANAGER/ATASAN tersebut kesemuanya "BUBAR".
Bahkan tidak hanya TEWAS. Di Jakarta yang konon kabarnya serba Modern dan Kekinian, tidak sedikit model MANAGER/ATASAN yang mencoba MENGUBUR anaknya (ANAK BUAH), sebagaimana Margaret memerintahkan untuk MENGUBURKAN Angeline, ANAK ANGKATNYA. Tapi tidak seperti Angeline yang dikubur jasadnya. Menguburkan di sini dilakukan dengan mengubur "namanya". Sering khan kita melihat MANAGER/ATASAN yang berkata seperti ini "ANAK BUAH Â saya resign, wah dia emang tidak loyal, kerjaannya gak beres, daya tahannya kurang dan sebagainya". Ini juga bisa dikatakan sebagai bentuk PEMBUNUHAN yang SADIS dari MANAGER/ATASAN yang memiliki power terhadap ANAK BUAHNYA yang tidak memiliki kuasa.Â
Kata-kata tersebut mengingatkan KITA pada Margaret si Ibu Angkat yang membuat "TEWAS" Angeline tapi dia sendiri (dengan menyuruh orang lain) MENGUBUR si anak manis yang tak berdaya tersebut.
Kembali sedikit pada kasus ANGELINE, tidak dilakukannya PSIKOTEST pada keluarga angkat Angeline, berarti mengabaikan informasi untuk prediksi apakah Margaret orang tua yang berpotensi menyayangi Angeline atau malah SEBALIKNYA mempunyai indikasi, potensi untuk malah menyakiti Angeline sebagai ANAK ANGKATNYA. Hal ini pun sama, tidak dilakukannya PSIKOTEST pada orang-orang yang akan menjadi MANAGER/ATASAN dalam sebuah perusahaan berarti mengabaikan informasi untuk prediksi apakah MANAGER/ATASAN tersebut adalah orang tua yang berpotensi menyayangi, memanusiakan ANAK BUAHNYA atau malah SEBALIKNYA mempunyai indikasi, potensi untuk berbuat tidak adil, seenaknya, hanya tau "nyuruh" dan beres pada ANAK BUAH-nya.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyindir pihak atau orang tertentu. Apa yang disampaikan oleh penulis murni merupakan pengamatan dari kejadian-kejadian yang dialami sendiri. Jika ada kesamaan kasus/cerita hanya sebuah kebetulan yang berarti ada kesamaan pengalaman. Semoga tulisan ini dapat membukakan pikiran banyak orang agar berhati-hati menempatkan seorang yang menjadi MANAGER/ATASAN dalam perusahaan. Bukan MANAGER/ATASAN yang dengan jabatannya bersikap seenaknya terhadap para bawahannya. Karena kemajuan sebuah perusahaan salah satunya ditentukan oleh KEPEMIMPINAN yang baik dan memanusiakan manusia dari para MANAGER nya. Banyak orang-orang yang memiliki potensi yang baik namun harus MUNDUR, bukan karena perusahaannya melainkan karena gaya kepemimpinan yang tidak baik dari MANAGER/ATASANNYA.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H