Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Inilah Akibatnya Jika Seorang Manager/Atasan Tidak Lulus Hasil Psikotest

27 Februari 2016   08:22 Diperbarui: 27 Februari 2016   08:35 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di beberapa tempat, coba saja lihat, masih bisa kita temui karyawan, termasuk yang menempati level tinggi seperti MANAGER ternyata TIDAK LULUS PSIKOTEST. Padahal salah satu fungsi PSIKOTEST adalah memberikan informasi untuk PREDIKSI bagaimana orang tersebut ke depannya dalam suatu perusahaan. Sebagai contoh, ada kandidat untuk posisi MANAGER/ATASAN di sebuah perusahaan. Jika Secara MATERI pengalaman, bisa dikatakan mumpuni. Namun bagaimana secara PSIKOLOGIS? apakah orang tersebut LAYAK secara PSIKIS? Sungguh disesalkan banyak perusahaan (termasuk yang tampak Bonafid) ternyata masih menganut cara-cara TRADISIONAL dalam memberikan Jabatan yang tinggi kepada orang lain.Cara-cara TRADISIONAL itu salah diantaranya adalah faktor kedekatan dengan orang dalam, atau penilaian yang bersifat SUBJEKTIF kemampuan seseorang dilihat dari MATERI pengalaman kerja saja. Tanpa mempedulikan KELAYAKAN secara PSIKIS yang diungkap dari hasil PSIKOTEST yang sifatnya OBJEKTIF. 

Analogi ini kurang lebih Mirip dengan cerita orang tua angkat ANGELINE tadi. Seorang MANAGER/ATASAN pun akan "memiliki" ANAK (ANAK BUAH). ANAK ANGKAT dan ANAK BUAH pada dasarnya sama yaitu sama-sama BUKAN anak dia sendiri. PSIKOTEST adalah alat bantu untuk melihat Apakah calon MANAGER/ATASAN memiliki indikasi seorang yang akan berbuat tidak adil terhadap ANAK BUAHNYA? Apakah dia memiliki indikasi cuek, kurang empati, hanya bisa menyuruh tanpa memanusiakan ANAK BUAHNYA?. PSIKOTEST digunakan untuk mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. TIDAK LULUS PSIKOTEST berarti MENGABAIKAN semua informasi yang berguna untuk PREDIKSI tadi. Padahal, bisa jadi MANAGER/ATASAN yang tidak lulus PSIKOTES ini malah bersikap arogan, kurang empati dan bersikap merugikan terhadap anak buahnya. Membuat anak buahnya "TEWAS" di perusahaan tersebut (baca : mengundurkan diri). Bahkan tidak hanya satu anak buah saja, seringkali setiap ANAK BUAH yang berada di bawah MANAGER/ATASAN tersebut kesemuanya "BUBAR".

Bahkan tidak hanya TEWAS. Di Jakarta yang konon kabarnya serba Modern dan Kekinian, tidak sedikit model MANAGER/ATASAN yang mencoba MENGUBUR anaknya (ANAK BUAH), sebagaimana Margaret memerintahkan untuk MENGUBURKAN Angeline, ANAK ANGKATNYA. Tapi tidak seperti Angeline yang dikubur jasadnya. Menguburkan di sini dilakukan dengan mengubur "namanya". Sering khan kita melihat MANAGER/ATASAN yang berkata seperti ini "ANAK BUAH  saya resign, wah dia emang tidak loyal, kerjaannya gak beres, daya tahannya kurang dan sebagainya". Ini juga bisa dikatakan sebagai bentuk PEMBUNUHAN yang SADIS dari MANAGER/ATASAN yang memiliki power terhadap ANAK BUAHNYA yang tidak memiliki kuasa. 

Kata-kata tersebut mengingatkan KITA pada Margaret si Ibu Angkat yang membuat "TEWAS" Angeline tapi dia sendiri (dengan menyuruh orang lain) MENGUBUR si anak manis yang tak berdaya tersebut.

Kembali sedikit pada kasus ANGELINE, tidak dilakukannya PSIKOTEST pada keluarga angkat Angeline, berarti mengabaikan informasi untuk prediksi apakah Margaret orang tua yang berpotensi menyayangi Angeline atau malah SEBALIKNYA mempunyai indikasi, potensi untuk malah menyakiti Angeline sebagai ANAK ANGKATNYA. Hal ini pun sama, tidak dilakukannya PSIKOTEST pada orang-orang yang akan menjadi MANAGER/ATASAN dalam sebuah perusahaan berarti mengabaikan informasi untuk prediksi apakah MANAGER/ATASAN tersebut adalah orang tua yang berpotensi menyayangi, memanusiakan ANAK BUAHNYA atau malah SEBALIKNYA mempunyai indikasi, potensi untuk berbuat tidak adil, seenaknya, hanya tau "nyuruh" dan beres pada ANAK BUAH-nya.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyindir pihak atau orang tertentu. Apa yang disampaikan oleh penulis murni merupakan pengamatan dari kejadian-kejadian yang dialami sendiri. Jika ada kesamaan kasus/cerita hanya sebuah kebetulan yang berarti ada kesamaan pengalaman. Semoga tulisan ini dapat membukakan pikiran banyak orang agar berhati-hati menempatkan seorang yang menjadi MANAGER/ATASAN dalam perusahaan. Bukan MANAGER/ATASAN yang dengan jabatannya bersikap seenaknya terhadap para bawahannya. Karena kemajuan sebuah perusahaan salah satunya ditentukan oleh KEPEMIMPINAN yang baik dan memanusiakan manusia dari para MANAGER nya. Banyak orang-orang yang memiliki potensi yang baik namun harus MUNDUR, bukan karena perusahaannya melainkan karena gaya kepemimpinan yang tidak baik dari MANAGER/ATASANNYA.

Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun