Raden Wijaya sebetulnya malu menemui Arya Wiraraja. Ia memahami bahwa dimutasinya Arya Wiraraja adalah sebuah keputusan yang tidak bijaksana dari Kertanegara yang notabene adalah mertuanya sendiri. Pada mulanya ia segan menemui Adipati Sumenep itu. Akan tetapi Ranggalawe berusaha menguatkan hatinya agar tetap menemui sang Adipati yang merupakan ayakhnya sendiri.
Politik dua kaki Arya wiraraja
Dengan rasa malu dan pilu Raden Wijaya menceritakan semua kondisi yang dialaminya dihadapan Arya Wiraraja. Sang Raden tidak tahu bahwa ia sedang berhadapan dengan tokoh yang merupakan otak dibalik kehancuran Singosari. Arya Wiraraja menanggapinya dengan penuh empati bahwa semuanya adalah suratan takdir.
Arya Wiraraja menyarankan Raden Wijaya untuk kembali menemui Jayakatwang menyerahkan diri seraya meminta ampunan. Arya Wiraraja yang akan menjamin keselamatannya. Ia akan mengirimkan surat kepada Jayakatwang untuk menerima sang raden untuk mengabdi di Kediri.Â
Pada kesempatan ini juga antara Arya Wiraraja dan Raden Wijaya melakukan perjanjian dan persekongkolan untuk menghancurkan Jayakatwang dari dalam. Jika konspirasi ini berhasil, dan tahta kerajaan jatuh kepada Raden Wijaya, Arya Wiraraja meminta Ranggalawe (putra Arya Wiraraja) Â diberikan jabatan sebagai Mahapatih di kerajaan yang berdiri kelak.
Selain itu Arya Wiraraja meminta sebagian wilayah kerajaan yang akan berdiri kelak diberikan kepadanya. Dengan penuh optimisme Raden Wijaya berjanji akan memenuhi semua tuntutan itu dan berterima kasih kepada Arya Wiraraja yang telah mendukungnya. Arya Wiraraja memastikan rencana itu berhasil dan ia akan mendukung dengan segala cara. Ia merencanakan akan mengirim surat kepada Jayakatwang untuk berkenan menerima Raden Wijaya mengabdi kepada Kediri.
Raden Wijaya berhasil menemui Jayakatwang dan mendapatkan ampunannya. Meski tidak mudah menyesuaikan diri dengan elit-elit pejabat Kediri lainnya, tindak-tanduk Raden Wijaya menarik hati Jayakatwang. Dalam suatu kesempatan ia dipercaya membangun suatu tempat peristirahatan Jayakatwang di suatu tempat yang kemudian dikenal dengan nama Desa Tarik.Â
Tanpa sepengetahuan Jayakatwang, desa tersebut digunakan secara menghimpun kekuatan. Desa tersebut terhubung dengan Arya Wiraraja di Sumenep. Setahap demi setahap desa Tarik dipersiapkan sebagai basis pertahanan. Di desa tersebut dibangun tempat-tempat pembuatan senjata, pelatihan tentara, infrastruktur eknonomi seperti pasar dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Â
Kedatangan Mongolia di tanah Jawa
Kedatangan Mongolia merupakan suatu kepastian. Berturut-turut utusan Mongolia itu meminta Singosari untuk takluk, namun tak kunjung disambut oleh Kertangera. Justru sikapnya malah mengobarkan semangat peperangan. Situasi politik ini telah dibaca oleh Arya Wiraraja. Tidak lama lagi Mongolia akan meminta kepala Jayakatwang. Bagi Arya Wiraraja, situasi politik seperti ini tentu akan menguntungkan rencananya kelak.
Saat pasukan Mongolia tiba di Ujung Galuh (Surabaya), atas nasehat Arya Wiraraja, Raden Wijaya langsung berikirim surat dan meminta bertemu secara langsung guna menyampaikan kondisi politik di Jawa. Bahwa dirinya merupakan penerus sah Kertanegara dan telah menjadi korban kudeta oleh Jayakatwang. Raden Wijaya melobi akan bersedia diajak bekerjasama membantu pasukan Mongolia menyerang Jayakatwang. Kompensasinya Raden Wijaya menjanjikan akan mangabdi kepada Mongolia. Jawa bersedia menjadi sekutu Mongolia setelah Jayakatwang ditaklukan.
Pasukan gabungan Mongolia dan Majapahit berhasil menghancurkan benteng pertahanan Kediri. Kemenangan pasukan Mongolia dirayakan dengan pesta pora yang meriah. Mereka tidak sadar sedang dalam pantauan Arya Wiraraja dan Raden Wijaya. Sebagai bentuk kegembiraan atas kemenangan Mongolia, Raden Wijaya mempersiapkan arak dosis tinggi yang dipersembahkan kepada pasukan Mongolia. Kemenangan harus benar-benar dirayakan dengan sukacita. Pasukan Mongolia benar-benar masuk dalam jebakan. Â
Raden Wijaya kemudian bertemu dengan Shi Pi dan Ike Mese (komandan pasukan Mongolia) meminta izin untuk pergi ke Desa Majapahit. Raden Wijaya berdalih untuk mengambil perhiasan serta gadis Singosari untuk dipersembahkan kepada kaisar Mongolia. Tanpa curiga kedua komandan itu mempersilahkan Raden Wijaya untuk mengambil segala sesuatunya untuk dipersiapkan. Bahkan mereka memberikan 200 tentara pengiring ke Desa Majapahit.Â
Salah satu komandan Mongolia lainnya Ghau Xing, marah besar kepada dua kerabatnya itu. Menurut Ghau Xing tindakan Shi Pi dan Ike Mese merupakan kesalahan fatal. Sebagai pasukan yang telah menguasai 3/4 dunia, tindakan kerabatnya itu tergolong sangat ceroboh karena percaya begitu saja dengan orang yang baru dikenalnya itu.