Hubungan timbal balik antara petani dan sapi menciptakan simbiosis yang saling menguntungkan. Setiap hari, setelah bekerja di ladang atau setelah selesai menderes, petani Desa Kedungbenda membawa pulang rambanan (pakan ternak) yang mereka kumpulkan sepanjang perjalanan. Sapi kemudian memberikan kotoran yang diolah menjadi pupuk organik untuk tanaman di ladang. Pupuk ini sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman, karena meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia.
Warga Desa Kedungbenda mengaku bahwa penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan hasil panen singkong hingga 15%, serta meningkatkan kualitas tanah yang sebelumnya mengalami degradasi akibat penggunaan pupuk kimia secara berlebihan. Dengan demikian, siklus pertanian di desa ini benar-benar berkelanjutan dan mendukung keseimbangan ekosistem.
Integrasi peternakan dan pertanian menghasilkan nilai tambah
Sistem pertanian terpadu yang diterapkan di Desa Kedungbenda tidak hanya menggabungkan sektor pertanian dan peternakan, tetapi juga menciptakan nilai tambah yang signifikan. Salah satu contohnya adalah pengolahan kotoran sapi menjadi pupuk organik yang digunakan untuk menyuburkan lahan pertanian. Tanaman yang subur dengan pupuk organik, seperti singkong, memberikan hasil yang melimpah dan berkualitas tinggi.
Tanaman singkong, yang menjadi salah satu komoditas utama desa ini, diproses lebih lanjut menjadi produk olahan seperti keripik singkong, yang dijual oleh pelaku UMKM setempat. Menurut data BUMDes, volume produksi keripik singkong mencapai 500 kilogram per bulan, yang memberikan kontribusi pendapatan tambahan bagi 30 pelaku usaha mikro di desa ini.
Selain itu,daun singkong yang muda dimanfaatkan untuk dimasak,sedangkan yang tua diberikan ke hewan ternak & batang singkong yang tidak lagi dimanfaatkan setelah panen digunakan kembali untuk perbanyakan tanaman di musim tanam berikutnya. Penggunaan batang singkong sebagai bibit mengurangi ketergantungan pada bibit baru dari luar desa hingga 40%, yang pada gilirannya meningkatkan ketahanan pangan lokal dan mengurangi biaya produksi.
Tantangan dan adaptasi terhadap perubahan
Seperti halnya praktik pertanian lainnya, sistem terpadu ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu tantangan utama adalah perubahan iklim yang memengaruhi pola cuaca dan musim tanam, serta mengurangi ketersediaan air pada periode tertentu. Untuk mengatasi hal ini,masyarakat Desa Kedungbenda telah mengembangkan sistem pengelolaan air hujan dan irigasi sederhana yanglebih efisien. Mereka juga mengadopsi praktik konservasi tanah dengan menanam tanaman penutup tanah dan rotasi tanaman untuk mempertahankan kualitas tanah dan mengurangi erosi.
Selain itu, keterbatasan akses terhadap teknologi modern sering menjadi hambatan dalam meningkatkan produktivitas. Namun, melalui inisiatif pemerintah setempat, masyarakat mulai diperkenalkan dengan teknologi pengolahan kompos yang lebih efisien dan ramah lingkungan, yang membantu mempercepat proses pembuatan pupuk organik.