Mohon tunggu...
Antonius
Antonius Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik UI

Senang bertualang dan mencari tahu banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dowry Deaths: Kapitalisme, Patriarki, dan Perjuangan untuk Pembebasan Hak Perempuan

21 Desember 2023   02:05 Diperbarui: 21 Desember 2023   02:28 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tingkat Kekerasan Terhadap Perempuan di India, Statista (2023).

Kekerasan terhadap perempuan menjadi gejala yang timbul akibat disparitas hak, tanggung jawab, dan peran antara pria dan wanita dalam kehidupan sosial. Kebrutalan ini dapat terjadi di berbagai tempat tanpa memandang lokasi, seperti tempat umum, tempat kerja, dan dalam lingkup rumah tangga. Perempuan, baik di tengah masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan, mulai dari tindakan kriminal hingga perilaku kekerasan yang berakar dalam tradisi.

India, sebagai salah satu negara terbesar di Asia Selatan dengan jumlah penduduk yang tinggi, masih melibatkan diri dalam budaya patriarki yang kuat. Perempuan di India terpapar risiko yang tinggi dibandingkan dengan pria yang mendominasi. Dampaknya, kehidupan perempuan di India seringkali tidak aman, damai, dan tenteram sebagaimana layaknya perempuan di negara-negara lain. Salah satu peristiwa yang mengkhawatirkan di India adalah fenomena dowry death yang muncul dari sistem mahar yang berlaku di negara tersebut.

Institusi sosial dan budaya di India mendukung kekerasan terhadap perempuan, menekankan harapan budaya agar perempuan bersedia berkorban dan menekan keinginan serta hasrat pribadi demi kepentingan keluarga dan masyarakat (Chaudhuri, Morash, dan Yingling, 2014). 

Kondisi sosial budaya ini termasuk tekanan untuk menikah, kesamaan dalam budaya pernikahan, pernikahan perempuan di usia dini, dan ketidaksetaraan gender (Khrisnan, 2014). "Culture of silence," yaitu keyakinan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah pribadi dan tidak seharusnya diintervensi, juga memperparah kekerasan domestik di India (Bath dan Ullman. 2014).

Struktur keluarga di India, yang menekankan penghormatan terhadap anggota keluarga yang lebih tua, terutama laki-laki, menjadi penyebab kekerasan terkait mahar. Penghormatan ini dimanfaatkan oleh ibu mertua dan saudara ipar untuk mengeksploitasi istri baru, menyebabkan penyiksaan oleh suami, ibu, dan saudara ipar (Rastogi dan Therly, 2014). Meskipun pemerintah India telah melarang tradisi mahar karena dampaknya yang fatal, tradisi ini masih bertahan karena dianggap penting untuk status sosial, kekayaan, dan peluang pernikahan bagi wanita (Banerjee, 2014).

Pada intinya, Dowry death merujuk pada tindakan bunuh diri atau pembunuhan terhadap pengantin perempuan yang dilakukan oleh suami atau keluarga laki-laki setelah pernikahan, akibat ketidakpuasan mereka terhadap mahar yang diberikan oleh pihak perempuan. Praktik mahar ini diyakini sudah ada di India sejak abad ke-13 atau ke-14 Masehi. 

Praktik Dowry terus berkembang seiring dengan masuknya bangsa asing ke wilayah India. Maharnya dianggap sebagai simbol atau penanda status keluarga laki-laki karena pengantin perempuan akan menjadi bagian dari keluarga tersebut. Maharnya dapat berupa barang tahan lama, uang tunai, atau properti nyata atau bergerak yang diberikan oleh keluarga pengantin perempuan kepada keluarga pengantin laki-laki. Pemberian mahar ini juga dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada pengantin laki-laki.

Sejak awal, mahar berfungsi sebagai perlindungan finansial bagi pengantin perempuan, tetapi seiring waktu, tradisi ini telah menjadi sumber kekerasan terhadap perempuan. Jika kita melihat dalam perspektif feminisme marxisme, transformasi ini mencerminkan pergeseran dalam struktur kelas dan dominasi patriarki di India. 

Feminisme marxisme menyoroti peran kapitalisme dalam memperkuat ketidaksetaraan gender, perempuan dilemahkan dari aspek ekonomi, seperti misalnya pemikiran Rosemarie Tong tentang "ekonomi perempuan," yang menekankan bahwa perempuan secara inheren terlibat dalam produksi ekonomi dan pekerjaan rumah tangga. Beliau menilai bahwa kapitalisme mengabaikan kontribusi perempuan dalam pemikiran ekonomi tradisional dan mendegradasi nilai pekerjaan perempuan (Tong, 2009). 

Dalam konteks dowry deaths, peningkatan ekonomi yang seharusnya membawa kemajuan justru memperkuat hierarki gender. Transformasi nilai mahar menjadi barang-barang modern mencerminkan komodifikasi perempuan dalam sistem kapitalis, di mana kontrol atas harta menjadi alat dominasi suami.

Feminisme marxisme menyoroti peran kapitalisme dalam memperkuat ketidaksetaraan gender. Dalam konteks dowry deaths, peningkatan ekonomi yang seharusnya membawa kemajuan justru memperkuat hierarki gender. Transformasi nilai mahar menjadi barang-barang modern mencerminkan komodifikasi perempuan dalam sistem kapitalis, di mana kontrol atas harta menjadi alat dominasi suami.

Lantas, timbul pertanyaan seberapa jauh pemerintah India, sebagai representasi struktur kelas dan patriarki, memandang dan merespons fenomena dowry deaths? Sejauh mana upaya pemerintah mencerminkan pertentangan kelas dan gender dalam masyarakat India?

Budaya patriarki dan sistem kasta di India memberikan tekanan besar pada perempuan, memaksa mereka untuk berkorban demi kepentingan keluarga. Perspektif feminisme marxisme mengungkapkan bahwa kekerasan ini tidak hanya merupakan masalah individu, tetapi juga hasil dari struktur sosial yang mendalam. Struktur keluarga yang menekankan penghormatan pada pria tua menjadi instrumen dominasi patriarki. Dalam kerangka ini, istri baru sering dieksploitasi oleh anggota keluarga laki-laki, menciptakan lingkungan yang memicu penyiksaan. Kendati pemerintah melarang tradisi mahar, nilai-nilai patriarki dan kepentingan status sosial membuat praktik ini tetap bertahan.

Pemerintah India telah mengadopsi berbagai kebijakan, namun dari perspektif feminisme marxisme, keberhasilan ini dinilai sangat terbatas. Instrumen kebijakan seperti undang-undang dan insentif mencerminkan pertentangan antara kapitalisme dan kepentingan perempuan. Penerapan incentive tools harusnya menunjukkan strategi pemerintah untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai masyarakat, tetapi tantangan budaya tetap menjadi kendala. 

Namun, yang terjadi adalah kebalikannya, meskipun pemerintah India telah menerapkan berbagai kebijakan di tingkat pusat dan negara bagian untuk mengatasi dowry deaths, angka pembunuhan terhadap istri tetap tinggi, menunjukkan kurangnya keberhasilan dalam penanggulangan masalah ini. Larangan terhadap praktik mahar belum memberikan dampak yang signifikan, karena implementasinya tidak tegas, dan praktik memberi dan menerima mahar serta kekerasan terkait masih berlanjut.

 Beberapa celah dalam hukum, seperti adanya "hadiah" dalam pernikahan yang dapat disalahgunakan, serta ketidakjelasan dalam menghukum pemberi dan penerima mahar, membuat larangan tersebut kurang efektif. Selain itu, penegakan hukum yang lemah, pendekatan non-interventionist kepolisian, dan akses terbatas wanita terhadap informasi hukum juga menjadi kendala dalam menangani dowry deaths. Proses perceraian yang sulit dan masalah dalam membuktikan tuduhan kekerasan juga memberikan hambatan signifikan dalam melindungi korban.

Meskipun India telah menyelenggarakan undang-undang yang melarang beberapa tradisi Hindu yang mendukung kekerasan terhadap wanita, kenyataannya, masyarakat masih memegang teguh tradisi yang dilarang tersebut. Aturan yang ada hanya akan efektif jika diimbangi dengan perubahan kebijakan di lapangan, di mana nilai-nilai patriarkls dan tradisi kebudayaan masih dominan. Oleh karena itu, diperlukan upaya menyeluruh dalam sistem hukum untuk melindungi korban kekerasan, terutama yang terkait dengan masalah mahar, dengan mengatasi kendala penegakan hukum, meningkatkan akses wanita terhadap informasi, serta merumuskan undang-undang yang lebih jelas dan efektif. 

Dalam konteks ini, perspektif feminisme marxisme menyoroti bahwa kebijakan yang hanya menangani aspek hukum tidak mencukupi, perubahan budaya dan struktural yang lebih dalam diperlukan yang didasari beberapa hal berikut:

  1. Adanya Ketidaksetaraan Struktural: Feminisme marxisme menyoroti bahwa kapitalisme dan struktur kelas yang ada dalam masyarakat dapat memperkuat ketidaksetaraan gender. Dalam konteks dowry deaths, kebijakan yang hanya bersifat hukum mungkin dapat memberikan sanksi terhadap pelanggaran hukum, tetapi tidak mencapai perubahan mendasar dalam struktur sosial yang mendukung ketidaksetaraan. Sistem kapitalis dapat merangsang komodifikasi perempuan, memperlakukan pernikahan sebagai transaksi ekonomi, dan menyebabkan perempuan menjadi rentan terhadap kekerasan.

  2. Dominasi Patriarki: Feminisme marxisme menekankan bahwa dominasi patriarki bukan hanya masalah norma hukum, tetapi juga terkait dengan struktur kekuasaan dalam masyarakat. Keberlanjutan tradisi mahar dan praktik dowry deaths dipahami sebagai hasil dari nilai-nilai patriarkal yang masih kuat. Kebijakan yang hanya fokus pada aspek hukum mungkin tidak cukup untuk merubah norma-norma sosial dan budaya yang mendukung dominasi laki-laki.

  3. Pemikiran Struktural: Feminisme marxisme menilai bahwa struktur ekonomi dan sosial harus direformasi agar menciptakan landasan yang lebih adil bagi perempuan. Dalam hal dowry deaths, perubahan struktural dapat mencakup peningkatan akses perempuan terhadap pendidikan, pekerjaan yang setara, dan pemberdayaan ekonomi yang dapat mengurangi ketergantungan pada praktik-praktik tradisional yang berpotensi berujung pada kekerasan.

Lesson to Learn untuk Indonesia dari Perspektif Feminisme Marxisme

Indonesia, dalam merespons masalah serupa, perlu belajar dari pengalaman India. Menggabungkan analisis feminisme marxisme dalam perumusan kebijakan akan memastikan pendekatan yang holistik. Tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga menggoyang fondasi struktural dan budaya yang memicu ketidaksetaraan gender. Meskipun pemerintah India telah berupaya, pendekatan yang komprehensif dan kritis, seperti yang ditelaah dari pandangan feminisme marxisme, diperlukan untuk mengatasi dampak struktural dan kultural yang lebih dalam. Hanya dengan menghadapi akar permasalahan, Indonesia dapat benar-benar melindungi perempuan dari tragedi seperti dowry deaths sangat memilukan dan mencapai keadilan gender sejati.

Daftar Pustaka:

Tong R. (2009). Feminist thought : a more comprehensive introduction (3rd ed.). Westview Press.

Chaudhuri, Soma, Merry Morash, and Julie Yingling. "Marriage Migration, Patriarchal Bargains, and Wife Abuse: A Study of South Asian Women". Violence Against Women (3 Feb. 2014): 1- 21. Sage Publications. Web. 12 Sept. 2014. DOI: 10.1177/1077801214521326

Rastogi, Mudita dan Paul Therly. "Dowry and Its Link to Violence against Women in India: Feminist Psychological Perspectives". Trauma Violence Abuse 7.1 (Jan. 2006): 66-77. Sage Publications. Web. 12 Sept. 2014. DOI: 10.1177/1524838005283927.

Badruddoja, Roksana. "Book Review: Dowry: Bridging the Gap between Theory and Practice."Gender & Society 25 (2011): 402- 404. Web. 12 Sept. 2014. DOI: 10.1177/0891243210391460.

Krishnan, Suneeta. "Do Structural Inequalities Contribute to Marital Violence? Ethnographic Evidence From Rural South India". Violence Against Women 11.6 (Juni 2005) : 759-775. Sage Publications. Web. 01 Sept. 2014. DOI: 10.1177/1077801205276078.

Banerjee, Priya R. "Dowry in 21st-Century India: The Sociocultural Face of Exploitation." Trauma Violence Abuse 15.1 (29 July 2013):34-40. Sage Publications. Web. 12 Sept. 2014. DOI: 10.1177/1524838013496334.

Bhat, Meghna dan Sarah E. Ullman. "Examining Marital Violence in India: Review and Recommendations for Future Research and Practice". Trauma Violence Abuse 15.1 (2014): 57-74. Sage Publications. Web. 24 Juli 2013. DOI: 10.1177/1524838013496331.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun