Mohon tunggu...
Antonius
Antonius Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik UI

Senang bertualang dan mencari tahu banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dowry Deaths: Kapitalisme, Patriarki, dan Perjuangan untuk Pembebasan Hak Perempuan

21 Desember 2023   02:05 Diperbarui: 21 Desember 2023   02:28 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tingkat Kekerasan Terhadap Perempuan di India, Statista (2023).

Feminisme marxisme menyoroti peran kapitalisme dalam memperkuat ketidaksetaraan gender. Dalam konteks dowry deaths, peningkatan ekonomi yang seharusnya membawa kemajuan justru memperkuat hierarki gender. Transformasi nilai mahar menjadi barang-barang modern mencerminkan komodifikasi perempuan dalam sistem kapitalis, di mana kontrol atas harta menjadi alat dominasi suami.

Lantas, timbul pertanyaan seberapa jauh pemerintah India, sebagai representasi struktur kelas dan patriarki, memandang dan merespons fenomena dowry deaths? Sejauh mana upaya pemerintah mencerminkan pertentangan kelas dan gender dalam masyarakat India?

Budaya patriarki dan sistem kasta di India memberikan tekanan besar pada perempuan, memaksa mereka untuk berkorban demi kepentingan keluarga. Perspektif feminisme marxisme mengungkapkan bahwa kekerasan ini tidak hanya merupakan masalah individu, tetapi juga hasil dari struktur sosial yang mendalam. Struktur keluarga yang menekankan penghormatan pada pria tua menjadi instrumen dominasi patriarki. Dalam kerangka ini, istri baru sering dieksploitasi oleh anggota keluarga laki-laki, menciptakan lingkungan yang memicu penyiksaan. Kendati pemerintah melarang tradisi mahar, nilai-nilai patriarki dan kepentingan status sosial membuat praktik ini tetap bertahan.

Pemerintah India telah mengadopsi berbagai kebijakan, namun dari perspektif feminisme marxisme, keberhasilan ini dinilai sangat terbatas. Instrumen kebijakan seperti undang-undang dan insentif mencerminkan pertentangan antara kapitalisme dan kepentingan perempuan. Penerapan incentive tools harusnya menunjukkan strategi pemerintah untuk menyesuaikan diri dengan nilai-nilai masyarakat, tetapi tantangan budaya tetap menjadi kendala. 

Namun, yang terjadi adalah kebalikannya, meskipun pemerintah India telah menerapkan berbagai kebijakan di tingkat pusat dan negara bagian untuk mengatasi dowry deaths, angka pembunuhan terhadap istri tetap tinggi, menunjukkan kurangnya keberhasilan dalam penanggulangan masalah ini. Larangan terhadap praktik mahar belum memberikan dampak yang signifikan, karena implementasinya tidak tegas, dan praktik memberi dan menerima mahar serta kekerasan terkait masih berlanjut.

 Beberapa celah dalam hukum, seperti adanya "hadiah" dalam pernikahan yang dapat disalahgunakan, serta ketidakjelasan dalam menghukum pemberi dan penerima mahar, membuat larangan tersebut kurang efektif. Selain itu, penegakan hukum yang lemah, pendekatan non-interventionist kepolisian, dan akses terbatas wanita terhadap informasi hukum juga menjadi kendala dalam menangani dowry deaths. Proses perceraian yang sulit dan masalah dalam membuktikan tuduhan kekerasan juga memberikan hambatan signifikan dalam melindungi korban.

Meskipun India telah menyelenggarakan undang-undang yang melarang beberapa tradisi Hindu yang mendukung kekerasan terhadap wanita, kenyataannya, masyarakat masih memegang teguh tradisi yang dilarang tersebut. Aturan yang ada hanya akan efektif jika diimbangi dengan perubahan kebijakan di lapangan, di mana nilai-nilai patriarkls dan tradisi kebudayaan masih dominan. Oleh karena itu, diperlukan upaya menyeluruh dalam sistem hukum untuk melindungi korban kekerasan, terutama yang terkait dengan masalah mahar, dengan mengatasi kendala penegakan hukum, meningkatkan akses wanita terhadap informasi, serta merumuskan undang-undang yang lebih jelas dan efektif. 

Dalam konteks ini, perspektif feminisme marxisme menyoroti bahwa kebijakan yang hanya menangani aspek hukum tidak mencukupi, perubahan budaya dan struktural yang lebih dalam diperlukan yang didasari beberapa hal berikut:

  1. Adanya Ketidaksetaraan Struktural: Feminisme marxisme menyoroti bahwa kapitalisme dan struktur kelas yang ada dalam masyarakat dapat memperkuat ketidaksetaraan gender. Dalam konteks dowry deaths, kebijakan yang hanya bersifat hukum mungkin dapat memberikan sanksi terhadap pelanggaran hukum, tetapi tidak mencapai perubahan mendasar dalam struktur sosial yang mendukung ketidaksetaraan. Sistem kapitalis dapat merangsang komodifikasi perempuan, memperlakukan pernikahan sebagai transaksi ekonomi, dan menyebabkan perempuan menjadi rentan terhadap kekerasan.

  2. Dominasi Patriarki: Feminisme marxisme menekankan bahwa dominasi patriarki bukan hanya masalah norma hukum, tetapi juga terkait dengan struktur kekuasaan dalam masyarakat. Keberlanjutan tradisi mahar dan praktik dowry deaths dipahami sebagai hasil dari nilai-nilai patriarkal yang masih kuat. Kebijakan yang hanya fokus pada aspek hukum mungkin tidak cukup untuk merubah norma-norma sosial dan budaya yang mendukung dominasi laki-laki.

  3. Pemikiran Struktural: Feminisme marxisme menilai bahwa struktur ekonomi dan sosial harus direformasi agar menciptakan landasan yang lebih adil bagi perempuan. Dalam hal dowry deaths, perubahan struktural dapat mencakup peningkatan akses perempuan terhadap pendidikan, pekerjaan yang setara, dan pemberdayaan ekonomi yang dapat mengurangi ketergantungan pada praktik-praktik tradisional yang berpotensi berujung pada kekerasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun