Namun fokus pandangan saya kemudian berhenti pada sosok yang begitu familiar, berbaju hitam, ia melemparkan senyum, kami beradu pandang, suara nyanyian peserta didik SMAS Ile Bura seperti mengecil, daun kelapa yang tertiup angin kencang tiba-tiba seperti melambai pelan, merayakan pertemuan kami, haduhh ! Nanti kita bahas bagian ini secara khusus.
Kegiatan kami mulai tepat pukul 9.00 pagi di Pantai Blela Wutun, nama tempat tersebut.
Pada kesempatan pertama, bapa Jack membawakan materi seputar teori tentang literasi secara umum. Dilanjutkan dengan materi dari Pak Maksi.
Pada sesi ini peserta mulai dirangsang untuk menulis. Siswa-siswi SMAS Ile Bura oleh pak maksi ditugaskan untuk menulis tentang profil singkat Maksimus Masan Kian menggunakan referensi cerita tentang dirinya yang ia ceritakan sendiri. Lah kok saya malah bingung?
Singkatnya begini, "adik adik, saya akan menceritakan pengalaman menulis saya, dan tugas kalian adalah menulis tentang apa yang saya ceritakan", kata Pa Maksi.
Mendengar tugas seperti itu, menjadi kesempatan emas bagi saya untuk meluncurkan serangan gratis untuk beliau.
Ini tulisan saya tentang Maksimus Masan Kian
_Maksimus, Bocah Petualang Honihama_
Maksi, begitulah teman-teman sebaya, orang tua, kakek kakek, bahkan nenek-nenek yang masih imut menyapa beliau.
Masa kecilnya sungguh tragis,
Bayangkan saja, setiap kisah yang ia baca dari buku usang, tidak memiliki akhir cerita yang lengkap karena lembaran terakhir sudah sobek dan hilang.
Mari kita renungkan, jika cerita itu tentang mencari ikan setelah membaca tiga jam dia tidak tau, nelayan itu dapat Ikan apa, kerapu ? atau gurita ?
Kita pernah penasaran dengan sinetron yang bersambung, Walau cuman 24 jam, berat untuk tahan rasa penasaran itu. Tapi beliau ini, dari buku yang tidak lengkap, ia harus memikul rasa penasaran itu hingga sekarang. Semoga kelak ia tidak mati penasaran.