Mendapat pekerjaan ternyata dapat membuat kita lebih serius memikirkan tentang "What Next" di dalam kehidupan ini. Berkat dukungan, motivasi dan pengalaman -- pengalaman rekan guru yang lebih senior maka pada bulan Juli saat berulang tahun saya mulai memberanikan diri untuk merencanakan pernikahan pada tahun 2021. Agak gila karena rencana nikah akan dieksekusi dalam beberapa bulan saja.
Ini tentunya sebuah keputusan besar bersama keluarga dan yang terpenting adalah harus pastikan bahwa calon istrinya sudah tersedia dan ia bersedia menikah. Dua syarat utama tersebut sudah saya penuhi maka keluarga pun merencakan dan mengurusi banyak bagian untuk pernikahan tersebut.
Ternyata proses menikah itu banyak drama, banyak dinamika. Beruntung, sebelumnya saya sudah menggali pengalaman-pengalaman dari bapak ibu yang sudah menikah. Masing - masing punya "drama" tersendiri. Oleh karena itu dalam hal persiapan mental saya betul-betul siap menghadapi cerita, kisah dan drama-drama saya sendiri dalam urusan ini.
Dalam pikiran saya, kesulitan itu akan tiba, hanya perlu menunggu kapan datangnya. Saat ia datang, cuman ada satu jalan keluar, maju dan selesaikan. Ternyata menanamkan pikiran semacam itu sangat membantu. Menjadikan kita tetap tenang saat menghadapi kesulitan. Dompet boleh tipis, tapi motivasi harus berlapis. Tanggal 26 November kami resmi menikah, istri saya cantik mirip penyanyi Isyana Saraswati. Suaranya pun sangat merdu. Sama merdunya saat nyanyi dan ngomel.
Selain berorganisasi di desa, beberapa kali sayapun aktif mengikuti agenda penting dan beberapa agenda "gila" PGRI Flores Timur. Salah satu agenda cukup "gila" adalah ketika saya dipercayakan menjadi pengurus harian PGRI Kabupaten Flores Timur. Tanggal 16 Desember 2021 kami beberapa guru muda dilantik oleh ketua PGRI Propinsi NTT. Saya dipercayakan menjadi Wakil Sekretaris PGRI Kabupaten Flores Timur. Belum genap setahun jadi guru, jadi patut berbangga atas itu. Bisa-bisa setelah 2 tahun jadi guru lompat ke widyaiswara nih . Mimpi itu gratis !
Agenda penting yang saya secara sadar sangat mempengaruhi hidup saya adalah waktu kegiatan bakti sosial di Lokasi bencana banjir bandang Adonara dan Lembata. Hadir di lokasi tersebut menyadarkan saya bahwa itu jarak manusia dengan ajalnya itu sedekat itu. Tidur malam dan besok paginya ditemukan meninggal dunia. Anugerah dan bencana adalah kepastian dalam hidup.
Sejak saat itu saya mulai berpikir saat kita mati nanti, apa yang kita banggakan jika tidak pernah merasakan penderitaan orang lain atau berempati dan menolong orang lain? Minimal berguna.
Mungkin ini terdengar konyol, tetapi saya berpikir jika tiba saatnya nanti, kita perlu menjadi orang mati yang bangga dengan dirinya sendiri karena kerja dan karyanya telah membantu banyak orang.