Mohon tunggu...
Antonius Zwengly Lasut
Antonius Zwengly Lasut Mohon Tunggu... Guru - SMA Negeri 1 Tompaso

Educate people is not easy, we have to educate our self before educate others. If we think teaching is hard to do then we have to try harder because the future is in our hands. For the students, don't learn for your brain but learn it for your heart. Because a bright future is on your heart.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Kehilangan Kesaktiannya

10 Februari 2023   13:32 Diperbarui: 10 Februari 2023   20:58 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak cerita yang menarik dari masa ke masa tentang pendidikan kita, terkadang membuat kita tertawa, sedih bahkan marah. Kalau kita menikmati masa-masa sekolah dulu pasti merasa ada yang kurang jika tidak ke sekolah, kita merasakan begitu kuat atau saktinya sekolah dalam menjalankan perannya dalam proses pendidikan dan pengajaran. Sedikit saya ingin bercerita pengalaman, waktu itu saya duduk di ruang tamu ngobrol dengan ibu tiba-tiba ibu berkata, "coba kamu lihat adikmu di kamar." saya bertanya "kenapa dengan adik?" ibu membalas, "nggak tahu, dari tadi dia cuma di kamar." Kemudian saya bergegas ke kamarnya dan mendapatkannya sedang murung. Saya bertanya, "Kamu kenapa?" beberapa kali saya tanya akhirnya dia mau bercerita. Dia berkata satu hal yang membuat saya bingung, "Saya sudah belajar dengan keras agar bisa jadi juara kelas tapi tidak bisa mengalahkan teman saya." Saya sebagai kakak yang hanya punya prestasi pas-pasan bahkan bisa dikategorikan biasa-biasa saja, bingung harus menjawab apa. Tapi saat itu langsung terlintas ucapan, "Jangan sedih, nanti coba lagi ya. Lihat kakak biar rapornya ada yang merah tapi kakak enjoy saja yang penting kakak naik kelas," sembari tertawa kecil untuk menghiburnya. 

Begitu juga saat saya dapat hukuman di sekolah sehingga betis saya biru, tiba-tiba ibu memanggil saya, "Nang sini dulu duduk dengan ibu." Nang itu panggilan kesayangan untuk anak laki-laki dalam bahasa jawa anak lanang artinya anak laki-laki. Lanjut ibu, "kenapa dengan betis kamu, kok ada bekas merah" sambil berjalan mendekat dan sedikit takut kena marah saya menjawab, "kena hukuman guru". Kemudian ibu mengambil minyak urut lalu duduk dan mengangkat kaki saya sambil mengurut betis dengan lembutnya dia berkata, "makanya belajar yang pinter supaya tidak kena hukuman." Sambil menahan rasa sakit saat dipijat saya berpikir kok ibu tidak membela saya, malah membela guru yang menghukum saya. Apakah yang dilakukan oleh guru dengan memberi hukuman sampai betis saya biru itu benar? Sejak hari itu saya bertekad menjadi lebih baik dalam menempuh pendidikan.

Dari dua cerita ini, ada hal yang menarik yang saya dapatkan pertama orang tua mengajarkan kepada anaknya (kakak) untuk ikut terlibat dalam memecahkan masalah yang dialami oleh orang lain. Kemudian, sebagai adik punya keinginan untuk terus berprestasi memberikan yang terbaik agar menjadi kebanggan orang tua. Kedua, orang tua menyerahkan sepenuhnya proses pendidikan kepada sekolah karena mungkin orang tua dulu masih memegang pepatah "di ujung cemeti ada emas." Berkomunikasi dalam keluarga sangatlah penting untuk memperkuat hubungan antar anggota, memperkuat rasa saling percaya, membantu memecahkan masalah dan meningkatkan keterbukaan dan pemahaman antar anggota keluarga.

Seiring berjalannya waktu, begitu banyak hal yang berubah dalam pendidikan. Mulai banyak yang ragu mau dibawa kemana arah pendidikan di Indonesia, disinilah titik awal sekolah mulai hilang kesaktiannya. Apalagi kurikulum selalu berubah-ubah, ganti menteri ganti kurikulum, guru-guru sudah diberi tunjangan profesi tapi belum ada perubahan kualitas pendidikan yang signifikan, sekolah-sekolah dinilai belum maksimal dalam menjalankan perannya, kejadian-kejadian yang tersebar di medsos tentang kekerasan yang melibatkan siswa dan guru (tiga dosa besar pendidikan, Kekerasan Seksual, Perundungan dan intoleransi) dan semuanya mulai meragukan dan saling menyalahkan. Belum lagi adanya peraturan penanggulangan tindak kekerasan di sekolah (HAM) sehingga guru-guru takut untuk memberi hukuman fisik. Guru-guru seolah-olah melakukan pembiaran tidak mau bertindak lebih jauh karena takut melakukan pelanggaran HAM. Ditambah lagi, saat masa pandemi pendidikan Indonesia menghadapi ujian yang berat. Sekolah-sekolah di Indonesia bingung harus memberi layanan pendidikan seperti apa, bagaimana caranya jika pembelajaran tidak boleh tatap muka. Alternatif yang diberikan dengan mengajar secara daring dan guling (guru keliling) tapi dengan protokol ketat. Disisi sekolah dalam menyediakan pembelajaran daring harus melihat semua fasilitas dan kemampuan yang dimiliki oleh sekolah dan guru-gurunya serta muridnya dengan tetap memperhatikan karakternya. 

Berbeda dengan yang dialami orang tua, yang merasa terbeban dalam mendampingi anak-anak mereka dalam proses belajar dirumah. Guru hanya memberikan materi dan tugas di media sosial seperti WA atau Messenger. Menjawab pertanyaan-pertanyaan anak yang tidak bisa secara langsung bisa dijawab oleh orang tua karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki sehingga orang tua merasa tanggung jawab guru sudah pindah kepada orang tua, sehingga ada ungkapan "gaji guru untuk orang tua saja." Pembelajaran di masa pandemi inilah yang dinilai banyak yang hilang dalam proses pembelajaran, anak-anak menghabiskan waktu dengan gadget sehingga tergantung pada teknologi. Pola belajar sudah berubah dan aktivitas juga berubah bahkan karakternya juga sudah berbeda. 

Apa yang hilang dari proses pendidikan di sekolah? Apa indikatornya sehingga sekolah sudah tidak sakti lagi seperti dulu? Bisa kita rasakan pada sisi karakter murid, saat ini banyak murid yang tidak mampu memecahkan masalahnya sendiri, tidak mampu berkolaborasi dengan orang lain, tidak ada rasa penasaran karena menganggap semua sudah ada di Internet, bingung apa yang mau ditanya dan bagaimana menjawab pertanyaan, kurangnya pengalaman dan keterampilan secara mandiri serta bebas berpikir kritis untuk berkreasi, kurangnya hubungan antara sekolah dan orang tua, kurangnya hubungan antara sekolah dan lingkungan sekitar. 

Dari sedikit gambaran tadi, bagaimana upaya yang harus dilakukan oleh sekolah agar sekolah kembali mendapatkan kesaktiannya?

  1. Menekankan pada keterampilan metakognitif dan memecahkan masalah serta berpikir kritis.

Sebagai seorang guru tentu pernah membantu menangani masalah yang dialami oleh siswa (Teacher as a coach and mentor). Terkadang setelah kita lakukan prosesnya siswa tersebut kembali mengalami masalah yang sama. Ini menandakan bahwa siswa tersebut tidak mampu memecahkan masalahnya dan belum mampu untuk berpikir kritis. Oleh sebab itu penting bagi seseorang untuk memiliki keterampilan metakognitif dan memecahkan masalah serta berpikir kritis. 

Seperti yang ditulis oleh John Flavel (1979) dalam bukunya Metacognition and Cognitive Monitoring, he defines "metacognition as knowledge and cognition about cognitive phenomena." Disini bisa disimpulkan bahwa keterampilan metakognitif adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan mengendalikan proses pemikirannya sendiri. Kemampuan untuk memantau dan mengevaluasi proses pemikiran, membuat perencanaan, memecahkan masalah dan membuat pemutakhiran dalam cara berpikir. Keterampilan metakognitif sangat penting bagi seseorang untuk memahami dan memecahkan masalahnya sendiri serta meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam belajar. 

  1. Fokus pada pembelajaran aktif, kontekstual dan berbasis proyek.

Kreatifitas sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, kreatifitas akan membantu siswa bertahan dalam menjalani kehidupannya. Seperti yang ditulis di awal bahwa dulu proses pendidikan hanya mengajarkan siswa untuk mampu menjawab soal-soal yang ada di ujian dan melupakan proses yang harus dialami siswa agar siswa mampu bertahan dalam menjalani hidupnya. Akhirnya suasana pembelajaran terasa monoton, tidak aktif, pembelajaran hanya berdasarkan buku teks dan jarang membuat pembelajaran yang sifatnya proyek.

Nah disinilah guru ditantang untuk menghadirkan pembelajaran yang aktif, kontekstual dan berbasis proyek. Ada beberapa hal yang bisa membantu,

  1. Stephanie Bell dalam jurnal Internasional dengan judul Project-Based Learning for the 21st Century: Skills for the Future. Project-Based Learning (PBL) is an innovative approach to learning that teaches a multitude of strategies critical for success in the twenty-first century. Dari penjelasan ini PBL adalah pendekatan proses pembelajaran yang mengajarkan multi strategi yang mampu mengantarkan siswa sukses di abad 21. Didalamnya memberi kebebasan dalam berkreasi dan bereksperimen secara individu dan kelompok dapat memberikan tantangan kepada siswa untuk berpikir kreatif dan kritis serta memberi ruang bagi siswa untuk berbicara, berbagi dan menjelaskan hasil pekerjaan mereka.

  2. Penggunaan teknologi dan media sosial saat ini menjadi trend yang harus dikejar oleh guru. Karena dengan perkembangan teknologi yang saat ini marak digemari oleh siswa adalah Artificial Intelligence yang membuat guru enggan memberikan penugasan. Semua yang ditugaskan oleh guru bisa secara otomatis diselesaikan oleh AI. Tapi sebenarnya dengan adanya teknologi Informasi, guru harus benar-benar mampu mengarahkan dan membimbing siswa bagaimana menggunakan teknologi dengan baik, misalnya bagaimana menggunakan sosial media dengan baik agar tidak menjadi penyebar HOAKS. Bagaimana teknologi informasi itu menjadi teman dalam proses pembelajaran? Jangan sampai menjadi Black Hacker istilah hacker yang melakukan hal-hal negatif. Nah, hal-hal seperti inilah yang perlu disampaikan kepada siswa-siswi kita agar mereka menjadi pengguna teknologi yang baik.  

  3. Pahami kondisi minat dan bakat siswa. Kondisi minat dan bakat siswa pasti berbeda-beda, kemampuannya ada yang menonjol di bidang tertentu. Disinilah peran guru ditantang untuk tidak hanya mengajar di kelas tapi harus mampu menjalankan perannya dalam menuntun siswa sesuai bakat dan minatnya. Kira-kira bagaimana guru mengembangkan minat dan bakatnya? Ada beberapa cara yang bisa dilakukan guru dalam mengidentifikasi minat dan bakat siswa, pertama guru harus melakukan observasi secara berkelanjutan dengan maksud untuk memastikan minat dan bakatnya. Kemudian menganjurkan siswa untuk mengikuti tes minat dan bakat supaya mendapatkan keyakinan terhadap apa yang menjadi potensi dirinya. Kemudian bisa juga memberikan wawasan, motivasi, kolaborasi dengan orang tua dan mengikutkan siswa dalam lomba sesuai minat dan bakatnya. (Nita Oktavia, 2022)

  1. Wajib Refleksi. Bagi seorang guru merupakan sebuah kewajiban untuk melakukan refleksi dalam proses pembelajaran karena dengan melakukan refleksi guru bisa melakukan perbaikan dalam pelaksanaan tugasnya. Tentu saja guru harus jujur ketika melakukan refleksi. Menurut charlotte Danielson dalam bukunya Enhancing Professional Practice: a framework for teaching (2007:169), agar produktif refleksi atas pembelajaran harus sistematis dan analitis. Kemampuan berefleksi juga harus diajarkan kepada siswa agar siswa bisa memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar mereka.

  1. Guru sebagai Fasilitator. Saat ini peran guru sangat penting dalam proses pembelajaran, bukan hanya memberikan materi ajar tapi harus mampu menjadi fasilitator dengan membantu siswa untuk memahami dan mengaplikasikan materi tersebut. Amy E. Gillam, 2012. Teachers as Facilitators: The Role of the Teacher in the 21st Century. In the 21st century, teachers are the facilitators for learning... We engage, lead, inspire, and encourage the students in our classrooms. Dengan demikian sebagai fasilitator guru harus mampu memfasilitasi interaksi antara siswa dengan materi ajar, menjadi inspirasi dan membantu siswa untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mereka sendiri dan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, guru dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan membentuk mereka menjadi siswa yang mandiri dan bertanggung jawab atas proses pembelajarannya.

  1. Kolaborasi dengan orang tua / wali.

Proses pendidikan dan pengajaran pertama kali dilakukan oleh orang tua dan sebagai orang tua juga punya keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Oleh sebab itu, untuk melanjutkan proses pendidikan diserahkan kepada guru di sekolah. Membangun hubungan yang baik antara sekolah dan orang tua/wali murid merupakan sebuah keharusan untuk mencapai tujuan bersama dalam proses perkembangan siswa. Kerjasama ini dapat membantu siswa mencapai prestasi yang lebih baik, membangun kepercayaan antara orang tua dengan sekolah dan orang tua dengan guru. Dengan kolaborasi yang efektif dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, siswa akan merasa nyaman dan punya rasa tanggung jawab untuk belajar.

  1. Terus mengawal pendidikan karakter dan moral.

Pendidikan karakter dan moral merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi perkembangan siswa. Hal ini bisa membantu pembentukan perilaku dan sikap positif seperti tanggung jawab, kejujuran, empati, integritas dan toleransi. Banyak ahli berpendapat, siswa yang punya karakter dan moral yang kuat akan memiliki kemampuan untuk mengatasi tantangan hidup dan mampu membuat keputusan yang tepat walau dalam situasi yang sulit. Bahkan mampu memahami dan menghormati perbedaan, bekerja sama dengan orang lain dimanapun dia pergi dan berada. Dengan demikian, pendidikan karakter dan moral merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan harus menjadi fokus utama bagi setiap sekolah. Tentu saja bukan hanya bagi siswa tapi bagi guru dan seluruh warga sekolah.

Demikian beberapa hal yang bisa saya bagikan terkait sekolah yang kehilangan kesaktiannya, bagaimana agar sekolah kembali  menjadi tempat yang dirindukan dan menjawab banyak yang mempertanyakan kualitas pendidikan. Oleh sebab itu, kita semua harus bersama-sama memikirkan solusi yang terbaik agar bisa kembali seperti dulu, dan tentu saja berkualitas "because quality is everybody's bussiness". Hanya dengan kerjasama yang baik bersama Tri Pusat Pendidikan (Sekolah, orang tua dan masyarakat) kita bisa mengembalikan kesaktian sekolah yang sesungguhnya.

Semoga Bermanfaat.

**Setelah membaca artikel ini, mohon untuk memberi kritik, saran atau komentar untuk pengembangan artikel kedepan. Terima Kasih

Antonius Zwengly Lasut

18012023 - 08022023

01.45 AM

Daftar Pustaka, 

Amy E. Gillam, 2012. Teachers as Facilitators: The Role of the Teacher in the 21st Century. https://sites.google.com/site/nhinstitutes/21st-century-learner/teachers-as-facilitators

Charlotte Danielson, 2007. Enhancing Professional Practice: a framework for teaching

http://www.families-schools.org/. Handbook on Family and Community Engagement

John Flavel. 1979, Metacognition and Cognitive Monitoring

Nita Oktifa. 2021. Pentingnya Peran Guru dalam Mengarahkan Bakat dan Minat Siswa. https://akupintar.id/info-pintar/-/blogs/pentingnya-peran-guru-dalam-mengarahkan-bakat-dan-minat-siswa

Susan E. Israel Cathy Collins Block Kathryn L. Bauserman Kathryn Kinnucan-Welsch. 2005, Metacognition Literary Learning Theory: Assessment, Instruction, and Professional Development. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun