Perekonomian Dunia pada tahun ini mendapatkan imbas yang begitu besar akibat Pandemi COVID-19. Menurut IMF (International Monetary Fund) sebagai Lembaga Keuangan Dunia pertumbuhan ekonomi tahun ini akan jatuh dibawah level tahun lalu. Â
Sejalan dengan itu Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 2,4 persen, turun dari perkiraan sebelumnya 2,5 persen. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini memiliki kemungkinan hanya tumbuh pada kisaran minus 0,4 % s.d 2,3%.Â
Pada sektor Energi dampak dari COVID-19 juga terkena imbas yang cukup besar, saat ini demand dari minyak global mengalami penurunan di angka 90.000 barrel per day menurut IEA (Agence internationale de l'nergie. -- Badan Energi Internasional).  Terlihat pula di sektor Energi yang lain dalam hal ini LNG (Liquified Natural Gas), implikasi dari penurunan harga minyak mempengaruhi harga spot LNG -- jenis kontrak jangka pendek dari jenis Harga LNG.
Melansir dari platts JKM (Japan Korea Marker) sebagai patokan harga spot LNG Asia Timur Laut termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Cina yang menjadi representasi harga LNG Global mengeluarkan harga yang mencapai titik terendah sebesar USD 2,7 per MBTU dengan kemungkinan akan terus menurun bergantung pada fluktuasi dari harga minyak bumi.
Renewable Energy (RE) memiliki masalah yang berbeda, negara China sebagai pengekspor terbesar penyedia modul panel surya mengalami perlambatan pada jadwal dan permodalan, sehingga menjadi masalah baru bagi negara-negara pengguna PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya).
Namun dengan harga minyak yang memiliki kecenderungan untuk tetap bertahan pada level harga yang rendah, RE dapat menjadi pembeda pada krisis yang akan kita alami sampai dengan penghujung tahun.Â
Dari sisi RE yang lain, Mikroalga dapat menjadi salah satu solusi yang tepat untuk membantu mengatasi permasalahan yang timbul imbas dari COVID-19, permasalahan pangan dan energi dapat diatasi dalam waktu singkat.
Sebagai bioenergi modern, mikroalga merupakan fotosintetik yang memanfaatkan CO2[i-[2] Â (Karbondioksida) dan sinar matahari dalam proses fotosintesis untuk membentuk dan menghasilkan oksigen dan biomassa.Â
Keragaman mikroalga di dunia diperkirakan mencapai 200.000 s.d 800.000 spesies, dengan 35.000 spesies dapat dikenali dan 15.000 komponen kimia penyusun biomassnya telah diketahui (Hadiyanto, et al. 2012).  Mikroalga Chlorella vulgaris merupakan salah satu mikroalga yang banyak ditemukan di perairan Indonesia, selain C. vulgaris ada juga Botryococcus braunii  yang keduanya memiliki potensi yang cukup tinggi untuk diubah menjadi biodiesel.Â
Pengembangan dan penelitian mikroalga untuk diubah menjadi biodiesel merupakan salah satu turunan dari Bioenergi pengembangan Biomassa pada mikroalga.Â
Selain biodiesel, biomassa pada mikroalga dapat diubah menjadi bioethanol dengan cara fermentasi, biobuthanol dan SVO (Straight Vegetable Oil) dimana minyak yang dihasilkan dapat digunakan secara langsung untuk mesin diesel yang telah disesuaikan.Â
Kemampuan dari mikroalga dalam memproduksi biomassa lebih baik bila dibandingkan dengan tumbuhan lain seperti Jagung, Jarak, Kedelai, bahkan Kelapa Sawit, tercatat Alga dapat memproduksi energi 20 sampai 100 kali lipat dibanding tumbuhan yang lain.
Selain itu, Alga memiliki keuntungan yang lain yaitu tidak butuh lahan yang luas dalam mengembangkannya, hanya membutuhkan tidak kurang dari 3 hektar untuk memproduksi tiga kali kemampuan produksi kelapa sawit pada lahan seluas 45 hektar. Â Pada bioethanol, alga memiliki potensi untuk menghasilkan 40 sampai dengan 150 ribu liter ethanol per ha (hektar).
Pengembangan Mikroalga di Indonesia sangatlah penting mengingat wabah COVID-19 jelas membawa efek yang besar khususnya pada sisi permintaan energi.Â
Dalam jangka panjang, ketahanan energi dan transisi energi di Indonesia juga ikut terdampak, Bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) yang dicanangkan pemerintah sebesar 23 % pada tahun 2025 dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5% per tahun sampai 2020 dan 6.5% pada 2025 akan sulit tercapai, hingga pada tahun 2020 pencapaian pertumbuhan porsi EBT masih berada dibawah target KEMEN ESDM sebesar 13,4%.
Mengutip dari ebtke.esdm.go.id nilai investasi sebesar 1,37 Miliar USD Â untuk Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Bioenergi jika alokasinya dapat termanfaatkan dengan baik, proses pengembangan Mikroalga di Indonesia dapat dimaksimalkan, mulai dari tahap penelitan hingga produksi dalam skala kecil, menengah, dan skala massal.
Untuk produksi pada skala massal potensi Bioenergi dari Mikroalga sendiri sebesar kurang lebih 130 ribu liter per 2 ha (hektar). Â Transisi pada penggunaan depleteable resources (Energi fosil) menuju ke RE dapat dipercepat dengan pengembangan dan produksi mikroalga, di samping mulai maret 2019 Pertamina sudah tidak lagi melakukan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) Solar. Â
Pengembangan Bioenergi Mikroalga harus dilakukan dengan serius dan dibutuhkan usaha ekstra melalui karya-karya dari lambung akademi (mahasiswa sebagai peneliti dan tenaga pengajar), dan khususnya Pemerintah beserta elemen lain terkait. - Fiat Lux.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H