Mohon tunggu...
Antonius Nesi
Antonius Nesi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Penulis adalah alumnus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; Dosen Unika St Paulus Ruteng, Flores, NTT; Saat ini sedang menempuh studi pada Program Doktor Ilmu Pendidikan Bahasa, Universitas Negeri Semarang.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bahasa untuk Kedaulatan Ekonomi Masyarakat Lokal

5 Februari 2019   20:25 Diperbarui: 7 Februari 2019   15:00 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para penjual kain tenun Alor yang berjualan di atas kapal di Pulau Ternate, Alor, NTT. (Kompas.com/Silvita Agmasari) Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul

Sejauh ini dampak bahasa ditilik selaras hakikatnya sebagai medium komunikasi antar anggota masyarakat dalam berinteraksi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri (KBBI, 2008). 

Pada ranah pendidikan, bahasa diakui berdampak pada proses pembentukan diri pembelajar menjadi pribadi kompeten dan kritis dalam menghadapi aneka persoalan dunia nyata.

Pelbagai penelitian bahasa yang dihasilkan para akademisi pun diakui berdampak untuk perkembangan ilmu bahasa itu sendiri, juga penerapannya untuk pelbagai lini kehidupan praktis.

Meskipun demikian, dalam konteks NTT, bahasa belum dilirik sebagai potensi untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Bagaimana bahasa dimanfaatkan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat? Jujur, pertanyaan itu telah saya gulati beberapa bulan terakhir.

Hal itu berawal dari sederetan pernyataan Prof. Dr. I Pratomo Baryadi, M.Hum. saat saya menempuh ujian tesis pertengahan Juli lalu, "Anda meneliti bahasa Anda sendiri, dan itu berarti Anda meneliti masyarakat Anda. Saya yakin, Anda telah memikirkan dampak terbaik penelitian ini untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat Anda. Silakan, Anda boleh berkomentar!"

Deretan pernyataan beliau itu sungguh mengagetkan saya mengingat tidak pernah terbersit dalam pikiran saya bahwa akan ada pertanyaan seperti itu.

Merespon beliau dengan menyajikan sejumlah manfaat dan saran di bagian awal dan akhir tesis, tampak ada hal yang luput. "Ya, semua manfaat dan saran Anda tepat. Jika Anda sudah tiba di daerah, janganlah lupa bahwa bahasa sebenarnya berdampak signifikan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pertanyakanlah, misalnya, bagaimana bahasa dapat membuat masyarakat sejahtera."

Sentilan Prof. Baryadi itulah yang mengingatkan saya bahwa dampak bahasa tidak cukup ditempatkan sebatas fungsinya, aplikasinya untuk pembelajaran, dan efek teoretisnya dari temuan penelitian. Lebih dari itu, bahasa merupakan sarana untuk membangun peradaban baru melalui inovasi peningkatan kesejahteraan hidup.

Bahasa untuk Turisme

Bahasa sebagai sarana untuk meningkatan kesejahteraan hidup masyarakat lokal bertali-temali dengan banyak bidang. Salah satu bidang yang menaut erat dengan bahasa sebagai motor penggerak peradaban ekonomi baru menuju kesejahteraan hidup masyarakat lokal ialah turisme. 

Bidang ini terajut erat dengan bahasa terutama karena para turis yang bertandang ke bumi Flobamorata bukan sekadar beratensi untuk berekreasi.

Mereka datang sekaligus untuk belajar banyak hal seperti sejarah, bahasa, budaya, dan lain-lain. Jika kita selaku tuan rumah merasa bahwa kedatangan mereka dapat berdampak positif untuk kedaulatan ekonomi masyarakat lokal, apapun tujuan mereka, mereka mesti kita layani secara profesional. 

Kenyataannya, tempat-tempat pariwisata kita belum dikelola secara maksimal. Dalam perjumpaan dengan beberapa kelompok turis dari mancanegara di Wae Rebo, Manggarai, mereka mengakui bahwa mereka datang untuk studi. Mereka membutuhkan native speaker untuk menelusuri banyak hal seperti sejarah, antropologi, dan makna simbol-simbol pada rumah adat tradisional Wae Rebo.

Berdasarkan hasil perbincangan ternyata diketahui bahwa mereka tengah melakukan penelitian Etnografi. Wajarlah, peran native speaker menjadi kunci utama. 

Bagi saya, fenomena seperti di atas merepresentasikan "nasib" sebagian besar tempat pariwisata kita. Maksudnya, sumber daya pariwisata kita telah tersedia, tetapi itu tidak diimbangi dengan keterandalan sumber daya manusia.

Hal itu terbukti dengan sulitnya para turis berkomunikasi dengan native speaker, sulitnya mereka mendapatkan penginapan dan akomodasi yang layak, dan lain-lain. 

Di sinilah, menurut saya, bahasa memiliki dampak ekonomi untuk masyarakat lokal, yaitu masyarakat lokal mesti dibekali dengan kompetensi komunikatif. 

Sehubungan dengan itu, sejarah tempat pariwisata mesti dikaji dan dicatat dengan benar agar masyarakat lokal mampu menyajikannya secara tepat kepada para tamu. Hal itu untuk menghindari kesalahan -- jika sebuah penelitian terkait tempat-tempat pariwisata kita kemudian dipublikasikan di luar -- tentang sejarah kita sendiri.

Lebih dari itu, masyarakat lokal perlu dipersiapkan untuk membangun peradaban baru melalui wirausaha kursus bahasa. Hal itu akan sangat membantu para wisatawan untuk mendapatkan akses pengetahuan secara lebih terpercaya.

Pada sisi lain, tata krama komunikasi praktis menjadi urgen untuk mendukung jenis layanan lain seperti kuliner dan penginapan standar layak. Dengan demikian, masyarakat lokal tidak menjadi penonton di rumah sendiri.

Simbol dan Kebijakan

Salah satu jenis cendera mata paling berharga di mata para turis mancanegara yang dimiliki oleh hampir setiap entitas etnik di NTT ialah kain tenun motif yang sangat elok. Pada kain tenun motif setiap entitas etnik terukir rupa-rupa simbol yang sangat menarik.

Simbol-simbol itu bukan tanpa makna. Sayangnya, kearifan lokal itu pun belum dilirik sebagai sarana pemberdayaan ekonomi masyarakat. Simbol, kesejatiannya merupakan makna yang disepakati oleh kelompok pemiliknya (Taum, 2018), juga seni ekspresi berbahasa (Santoso, 2003).

Justru itu, kain tenun motif dapat berdampak untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal manakala makna simbol-simbol itu dapat dipromosikan sendiri oleh penutur asli kepada para tamu melalui narasi yang persuasif dan argumentatif. Atau, setidaknya ada catatan tertulis sebagai panduan bagi para tamu agar mereka dapat dengan mudah menelusuri informasi dan pengetahuan lokal.

Dalam kaitan dengan deskripsi di atas perlu dirancang kebijakan-kebijakan yang berpihak pada masyarakat lokal. Tidaklah cukup disediakan "penjaga pos" hanya untuk menarik retribusi, itu nihil dampak.

Justru masyarakat lokal perlu difasilitasi dengan anggaran stimulus agar mereka bisa mengembangkan jenis usaha kecil dan menengah dalam aneka transaksi yang beradab. Dengan demikian, melalui bahasa, masyarakat lokal dapat berdaya untuk meraih kedaulatan ekonominya.*

Oleh: Antonius Nesi
Pendidik di STKIP St Paulus Ruteng, Flores, NTT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun