Mohon tunggu...
Antonina Ayuning
Antonina Ayuning Mohon Tunggu... -

A proud member of big family called Loyola College #65

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tanjung Balai dan 'Belaian' Medsos pada Remaja

25 November 2016   21:32 Diperbarui: 25 November 2016   22:03 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : http://www.beritakepo.com/2016/08/ini-motif-ahmad-taufik-tulis-status-di.html

Solusi : Generasi Muda yang Kritis dan Humanis 

Di tengah tantangan globalisasi, di mana media sosial berkembang pesat dan masyarakat yang semakin beraneka ragam, generasi muda dituntut untuk berpikir kritis dan bersikap humanis. Pola pikir kritis ini sangat diperlukan dalam menyeleksi informasi yang masuk. Menjadi kritis dapat dimulai dengan cara mengesampingkan subjektivitas saat mendengarkan seseorang. Diperlukan kerendahan hati dalam mendengarkan orang lain, bukan kerendahan diri. Kerendahan diri secara naluriah hanya akan membuat kita meng-input semua informasi. 

Belum tentu informasi yang disampaikan teman yang kita sukai sesuai dengan kenyataan. Belum tentu juga sudut pandang yang ditawarkan orang yang tidak kita sukai berlawanan dengan nilai-nilai kebaikan. Semua informasi yang diterima harus ditimbang dulu baik buruknya. Jika tidak yakin, lebih baik kita bertanya orang-orang yang lebih berpengalaman, seperti orang tua dan guru. Dengan berpikir kritis, remaja menjadi cerdas dalam melihat kenyataan secara utuh dan mengambil nilai-nilai positif  sehingga menciptakan pergaulan yang baik. 

Sebagai remaja, kita memang perlu media sosial supaya tetap up-to-date. Namun, interaksi dengan orang lain secara langsung dalam kegiatan sehari-hari jangan sampai terabaikan sebab itulah yang paling penting. Dengan ngobrol bertatap muka, kita dapat memahami seseorang melalui kata-katanya, nada bicaranya, maupun gesturnya. Hal ini memudahkan kita untuk memahami perasaan dan pola pikirnya dengan lebih jelas, sebab tidak semua orang sama seperti apa  yang kita bayangkan. 

Bahkan, seringkali mereka nyatanya terbalik 180 derajat dari apa yang kita pikirkan. Melalui interaksi, kita dapat membuktikan sejauh mana kebenaran prasangka kita tentang anggota kelompok masyarakat lain yang disampaikan pesan-pesan media sosial. Melalui interaksi pula, kita bisa semakin peka, peduli, dan berbagi pada teman yang berbeda pandangan dan tersingkirkan (misal : anggota kelompok minoritas).  

Kita harus membuktikan bahwa remaja Indonesia tidak bisa lagi dibodohi media sosial. Jangan mau terbuai dan dibelai medsos yang provokatif, kawan! 

Oleh : 

Antonina Ayuning Budi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun