Salah satu perilaku yang seringkali muncul di permukaan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, yaitu masih adanya tindak pidana korupsi.
Perilaku korupsi seolah menjadi budaya yang terus berlanjut baik pada ranah pemerintahan desa maupun yang lebih luas lagi pada lingkup institusi pemerintahan dan kenegaraan.
Fenomena ini, sepertinya sulit untuk disangkal keberadaannya. Karena hampir di setiap ranah pemerintahan desa dan birokrasi kenegaraan seringkali terjadi tindak pidana korupsi.
Dari mulai korupsi kecil-kecilan sampai pada korupsi yang nilainya besar sekali, banyak terjadi dan menjadi pemberitaan media masa yang tak henti-hentinya terus memenuhi wacana pemberitaan.
Ungkapan Alexander Marwata (Wakil Ketua KPK) yang mengatakan "jika korupsi kecil tidak perlu dipenjara", menurut hemat kami bukanlah pernyataan yang bersifat mendidik dan membuat jera pelaku tindak pidana korupsi.
Justru ungkapan seperti itu, seolah membolehkan seseorang untuk melakukan tindakan korupsi asal nominalnya tidak besar. Hal ini menunjukan bahwa korupsi yang besarlah yang akan diusut secara hukum sampai tuntas.
Sedangkan korupsi kecil-kecilan seolah dianggap biasa dan akan dibiarkan meskipun tindakan tersebut marak terjadi di masyarakat. Padahal proses dari tindakan korupsi yang besar-besaran terjadi diawali melalui korupsi yang nominalnya kecil yang pada akhirnya karena merasa aman, berlanjut melakukan tindakan korupsi yang lebih besar lagi.
Pelaku tindak pidana korupsi besar maupun kecil, seharusnya mendapat perhatian pemerintah dalam melakukan antisipasi agar tidak berkembang pesat dan tidak menjadi budaya yang terus berkelanjutan.
Pemerintah bersama-sama DPR, seharusnya memberikan pernyataan politik dan ketentuan hukum yang jelas terkait tindak pidana korupsi supaya tidak membudaya baik di kalangan elit politik maupun pemerintahan desa.
Keseriusan dalam menangani tindakan korupsi sepantasnya diperlihatkan oleh seluruh unsur terkait dari mulai elit pemerintahan pusat sampai ke pemerintahan desa.
Kepemimpinan mereka seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat, memberikan contoh yang baik terhadap masyarakat dan tidak membiarkan tindakan korupsi dan sejenisnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sekecil apa pun tindakan korupsi harus pula disikapi dengan serius, sistematis dan terstruktur. Sehingga perilaku korupsi tidak menjadi budaya yang sulit dihapus dari bangsa ini.
Bayangkan saja, jika setiap desa aparatur dan pelaksananya melakukan korupsi secara bersama-sama dan tidak terkena sanksi hukum oleh karena nominalnya yang kecil.
Nominal kecil tersebut, jika pelakunya banyak dan ada pada setiap desa di seluruh Indonesia. Tentunya jika di kalkulasikan, terhitung sangat besar dan menghabiskan uang negara yang sangat besar.
Tentunya dengan nominal uang negara yang hilang dalam kalkulasi yang besar ditelan koruptor yang jumlah pelakunya banyak, sudah pasti menghambat target pembangunan yang semestinya.
Hari antikorupsi 2021, menjadi momen penting untuk membangun kesadaran terhadap adanya perilaku korupsi yang masih berkembang di negara kita.
Memberikan kesadaran sepenuhnya kepada seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama memberantas korupsi agar tidak berkembang pesat apalagi menjadi budaya yang sulit dihilangkan dibumi Indonesia.Â
Sekecil apapun perilaku tindakan korupsi, seharusnya tidak dibiarkan, sepantasnya pula agar di proses secara hukum dan diberikan hukuman setimpal dengan perbuatannya terhadap kerugian negara yang telah ditimbulkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H