Jadi, sesudah pemerintah bersama peternak menghitung, maka pemerintah boleh menghimbau supaya harga daging dijual di harga tertentu. Atau, boleh juga pemerintah membuat regulasi, bahwa 30 persen dari hasil ternak wajib dijual ke pemeritah (apabila pemerintah merasa perlu membeli) dengan harga yang disepakati. Umpamanya, modal 50 ribu, maka harga penjualan 70.000. Dan untuk situasi musiman, seperti natal, lebaran, pemerintah bisa melakukan pembelian dari peternak dan melakukan operasi pasar. Bisa saja demi kepentingan umum, pemerintah membuat regulasinya. Di sanalah peranan Bulog seharusnya diberikan.Â
Lalu, demi mengurangi ketergantungan impor anakan sapi, kenapa pemerintah dengan para ahlinya dan Bulog tidak membuat peternakan yang hasil produksinya adalah anakan sapi? Jelas, pemerintah mempunyai akses yang lebih besar dan kapital yang cukup untuk melakukan pembiakan sapi secara besar-besaran. Tetapi, pemerintah sebaiknya tidak rebutan dengan swasta dalam hal impor sapi dan daging.
Contoh lainnya, tentang jagung. Ketika Mentan mengeluh harga jagung di tingkat petani terlalu murah, kenapa tidak menugaskan Bulog membeli jagung dari petani? Kenapa justru kran impor yang distop? Apa hubungannya? Toh harga jagung impor dijual 3500 juga pada saat itu? Kalau pada saat itu harga jagung impor 1800, dan pengusaha membeli dari petani 1800, baru kita bisa melihat keterkaitan dari distopnya impor jagung dan harga petani. Lagi pula, harga petani yang 1800 itu pun perlu dipertanyakan. Apakah ladang petani ini sangat jauh atau sangat sulit dijangkau, ataukah petani telah dililit oleh tengkulak yang memberikan pupuk, bibit dan modal usaha dari awal? Jadi, pemerintah, seharusnya sambil membuka lahan pertanian baru, sambil mengontrol kuota impor. Untuk lahan baru diberikan keringanan berupa bibit, pupuk dan penyewaan traktor yang murah. Tidak ada gejolak, tetapi tujuan tercapai. Itu baru bener.
Mohon maaf, saya melihat Mentan lebih sedang memainkan kartu politik dari pada memperbaiki sistem perdagangan pangan. Pengusaha swasta yang ada, digencet sampai tidak mampu berusaha. Dibuatlah kesan, seakan-akan Mentan membela petani dan sedang menuju kemandirian pangan. Sekali lagi, saya bertanya, apakah dengan mematikan importir pangan, maka Indonesia akan berhasil mencapai kemandirian pangan? Kemandirian pangan akan tercapai apabila produksi pertanian mencukupi kebutuhan pangan nasional. Dan itu, kalau lahan pertanian dan sistem irigasi kita sudah cukup dan baik. Oh ya, undang-undang tentang pertanian sudah boleh diperbaharui juga. Pembatasan pengusaha besar ke bidang pertanian juga tidak akan membantu pencapaian kemandirian pangan.
Berani bertaruh tidak, harga pangan pasti naik di bulan puasa ini. Kalau harga pangan turun, suruh Ahmad dani terjun dari monas. (hehehe....), kalau harga pangan naik, nanti saya minta ahmad dani manjat monas.
Di antara cuaca yang sejuk,
Medan, 26 Mei 2016
Anto Medan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H