Hari ini, tepatnya 27 Januari 2017, Presiden menginstruksikan supaya Mentan dan Mendag supaya menstabilkan harga pangan yang melonjak.Â
"Harga pangan kita berada dalam peringkat yang lebih tinggi dibandingkan negara yang lain seperti Filipina, China, Kamboja, India, Thailand, maupun Vietnam. Itu harus disikapi dengan hati-hati," ujar Presiden dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Jokowi menambahkan, tujuan kebijakan di bidang pangan adalah membuat rakyat cukup pangan dan petani menjadi sejahtera. Sebab itu, kebijakan pangan harus berkolerasi dengan penurunan angka kemiskinan."
Hal-hal berkaitan dengan pangan yang saya rangkum adalah sebagai berikut:
Pertama, menurut kompasianer Edy Rolan, bahan pangan sama pentingnya dengan BBM. Hal ini tepat sekali, malahan bahan pangan mungkin lebih penting lagi dari BBM. Semua orang kan harus makan dan minum, setiap hari.
Kedua, keinginan kita semua untuk mandiri dalam mencukupi kebutuhan pangan nasional kita.
Ketiga, keterbatasan kita dalam hal lahan produktif, teknologi pertanian, infrastruktur pendukung pertanian serta industri agrobisnis.
Keempat, harga pangan tidak boleh terlalu rendah sampai merugikan petani, dan tidak boleh terlalu tinggi, sehingga memberatkan masyarakat secara keseluruhan.
Kelima, kemampuan menteri teknis dalam mengelola isu-isu di atas.
Dalam rapat terbatas tersebut, Mentan dengan seenaknya mengatakan masalah harga adalah tanggung jawab Mendag. Waduh, guling-guling saya sambil ketawa, ala Bung Ninoy yang sedang bahagia.
Bagaimana tidak? Seluruh rakyat Indonesia yang baca berita tahu, kalau harga sapi naik, gara-gara ppn untuk perdagangan sapi non indukan itu adalah usulan mentan. Dan juga harga jagung naik ke 6500 rupiah per kg, gara-gara impor jagung distop oleh Mentan. Gara-gara jagung mahal, harga daging ayam juga naik. Saya baru beli daging ayam kampung (diberi pakan jagung) dengan harga 60.000, harga ayam pedaging mungkin sudah sekitar 40.000 rupiah per kg.
Ini mentan kok kagak tahu malu ya. Jelas-jelas dia biang keroknya, kok masih sanggup nyalahin mendag. Walah walah walah.....
Perlu diketahui, semua ini adalah tentang forecast dan data-data aktual. Kalau kita mau menyetop impor, maka kita harus hitung dulu, apakah petani sudah mampu memenuhi kebutuhan kita. Jangan lahan baru dibuka, kita sudah yakin panen pasti berhasil. Akibat terburuk bisa terjadi, panen belum optimal, bahan pangan tidak cukup, impor untuk mendukung tidak ada, maka harga akan melambung. Lihat saja jagung yang naik dari 3500 ke 6500. Berapa persen itu? 86%! Gila!
Maka, rakyat Indonesia tentu berharap, langkah-langkah praktis yang tepat segera dilakukan oleh duo menteri ini.
Saran saya, impor jangan diserahkan ke Bulog. Percaya deh, itu namanya tambah masalah. Dan impor jangan main stop begitu lagi, harus flexible dan hati-hati dengan isu panen besar dan panen gagal. Selalu koordinasi dengan industri pemakai bahan pangan atau dengan konsumsi bahan pangan. Maka kuota boleh dilakukan per kuartal. 3 bulan sekali dan selalu evaluasi. Harus selalu ada stock pendukung.
Sambil berjalan, kuatkan produksi dalam negeri. Lihat apakah bendungan-bendungan sudah terbangun. Kirimkan tenaga ahli untuk mengetahui tanaman apa yang paling cocok di lahan-lahan baru itu. Kerjakan sambil awasi, cek, cross cek and recheck. Niscaya kita akan mandiri dengan sendirinya. Dan tidak perlu korbankan anak bangsa ini.
Demikianlah saya dari Medan menyampaikan isi pikiran saya. Mudah-mudahan yang sederhana begini tidak dibuat ribet lagi. Mengutip kata Gus Dur, "Gitu saja, kok repot."
Anto
Mengenai harga jagung yang naik tinggi ada di sini
mengenai daging sapi yang naik, ada di sini:
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H