Mohon tunggu...
Anto Medan
Anto Medan Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Ayuk.......

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

"Dwelling Time" Era Rizal Ramli, seperti Apa?

24 Agustus 2015   22:52 Diperbarui: 25 Agustus 2015   08:04 1926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antrean kendaraan yang akan keluar kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (31/5/2013). Antrean panjang tersebut karena tersendatnya arus kendaraan di luar pelabuhan imbas proyek pembangunan jalan tol dan perbaikan jalan. Kemacetan ini berdampak pada penurunan arus keluar masuk truk di Pelabuhan, dari rata-rata sebanyak 320 truk/jam menjadi hanya 280 truk/jam. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

"Dalam masa kekacauan, akan timbul para pahlawan, orang gagah berani yang membela kepentingan rakyat banyak" (Trilogi Tiga Negara, SAMKOK)

Sesudah berbagai pendapat yang kita baca di koran, penanganan dwelling time yang sampai-sampai menimbulkan konflik antarlembaga dan departemen, antarpejabat negara dan pejabat BUMN, maka sesudah masalah ini agak "dingin", Menko Maritim yang baru berpendapat. Ada tujuh langkah yang akan diambil.

Pertama, importir jalur merah akan dievaluasi ulang tingkat risikonya, kalau perlu ditingkatkan menjadi jalur hijau.

Ini langkah cerdas. Tapi mungkin maksudnya jadi jalur kuning dulu, ya, Pak. Kan harus bertahap. Bea cukai perlu diberi target, berapa hari seorang pemeriksa fisik menyelesaikan laporan hasil pemeriksaannya dan berapa lama seorang Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen memutuskan sebuah dokumen impor.

Kedua, meningkatkan biaya denda bagi (pemilik) kontainer yang telah melewati masa simpan di pelabuhan. 

Nah, yang perlu diingat, barang di pelabuhan, bukan hanya pakai kontainer, ada juga yang curah, cair dsb-nya. Lebih tepatnya, semua barang yang sudah selesai proses kepabeanannya (sudah SPPB), harus segera dikeluarkan. Dan untuk barang domestik, harus segera dikeluarkan dalam waktu yang singkat. Bila tidak, biaya penumpukannya dinaikkan. Kalau biaya sejak awal barang tiba di pelabuhan, dinaikkan, maka akan secara signifikan mempengaruhi biaya logistik kita yang malahan berusaha diturunkan.

Ketiga, kami akan membangun jalur kereta api sampai ke lokasi loading dan unloading peti kemas. Di negara-negara maju, akses jalur kereta api memang sampai ke pelabuhan.

Ini adalah langkah yang brilian. Akan mempengaruhi tata logistik setiap daerah, apabila jalur kereta apinya sudah dibangun.

Keempat, meningkatkan sistem teknologi informasi dalam pengelolaan terminal peti kemas.

Ini namanya pelabuhan modern. Ini mimpi kita, ya, Pak. Mudah-mudahan terwujud. Dari rumah pun, kita bisa cek posisi kontainer kita. Keren, kan.

Kelima, sudah saatnya Tanjung Priok menambah kapasitas crane (derek).

Pak Rizal, hati-hati ya, sewaktu membeli crane. Banyak permainan di dalamnya. Uang Pelindo banyak, tetapi suka beli yang second. Dan jangan hanya tambah di Priok. Belawan, Tj. Perak, dan Tj. Emas, juga perlu diberikan fasilitas yang memadai.

Keenam, menyederhanakan peraturan dan perizinan yang berlaku di pelabuhan.

Wah, kalau in, setuju banget. Akar permasalahan adalah terlalu banyaknya izin dan peraturan. Perlu diingat, negara maju tidak lagi memerlukan Angka Pengenal Impor, juga NIK (Nomor Induk Kepabeanan). Dan kalau mau disederhanakan, sekalian perizinan usaha yang bertingkat-tingkat dihapus saja. Kita ingin melihat langkah konkret seperti apa yang berani Menko ambil. Semakin banyak izin, semakin banyak kepentingan. Sekedar contoh, untuk apa barang impor dikenakan wajib labelisasi? Bukankah label berbahasa Indonesia penting ketika diedarkan? Kalau dikunci di proses impor, maka banyak barang yg tidak perlu dilabel turut jadi korban. Kalau Bapak buatkan website atau email untuk mengusulkan perizinan yang perlu dicabut, saya rasa Bapak tinggal memilah-milah dan memilih saja.

Yang ketujuh, memberantas mafia.

Mafia yang mana lagi, Pak. Kok pejabat negara kita suka latah nyebut-nyebut mafia. Mafia sapi, mafia peradilan, mafia pelabuhan, mafia hutan, mafia.... Kalau pendapat saya, Pak, dirapikan saja pelabuhan-pelabuhan kita. Ntar ketahuan dengan sendirinya sumber permasalahannya. Kalau ada yang ngeyel, hajar saja.

Pak Rizal, semua langkah di atas adalah langkah yang cerdas (kecuali yang ketujuh), tapi jangan tanggung-tanggung dong, Pak. Biaya logistik itu sudah dimulai sejak kapal tiba di pelabuhan tujuan, tetapi belum bisa sandar untuk melakukan bongkar-muat. Jadi, jumlah dermaga dan kecepatan bongkar-muat kapal adalah kunci dalam masalah ini. Sedangkan dwelling time, hanyalah waktu sejak barang dibongkar di pelabuhan tujuan sampai keluar dari kawasan pelabuhan.

Memang, kalau mau bicara jujur, langkah-langkah Pak Rizal Ramli inilah yang paling sistematis dan terurut terungkap di koran dibanding dengan pejabat lainnya, mungkin karena Pak Rizal suka membaca, ya. Terlepas dari gonjang-ganjing di koran tentang gaya kritis Bapak, Saya berharap langkah-langkah ini segera menjadi kenyataan.

Medan, 24 Agustus 2015

Anto Medan

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun