Upaya mereka, bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar, selalu menemui kendala, baik secara ekonomi maupun sosial, keras kepala atau aneh, baik secara hukum maupun kebiasaan. Kekerasan merupakan ancaman yang selalu ada, terutama bagi perempuan.
Masyarakat termiskin menggunakan sumber daya yang mereka miliki, dan banyak akal, dalam perjuangan mereka untuk bertahan hidup. Bagi masyarakat miskin, inovasi berarti risiko, dan risiko bisa berakibat fatal. Membantu mereka meningkatkan kapasitas mereka membutuhkan imajinasi dan juga rasa kasih sayang.
Selain berkurangnya pendapatan dan kemampuan, kemiskinan juga berarti berkurangnya optimisme. Keinginan untuk memerangi kemiskinan, dorongan untuk melepaskan diri dari belenggu, harapan bahwa perjuangan tersebut akan berhasil suatu hari nanti. Optimisme ini hilang ditengah pergumulan mencari sesuap nasi dan perjuangan sehari-hari untuk bertahan hidup.
Tampaknya tidak ada alasan untuk bersorak, tidak ada penebusan, tidak ada jalan keluar, betapapun kerasnya perjuangan seseorang. Perasaan tidak berdaya yang terperangkap, yang tumbuh dalam diri seseorang, dibantu dan didukung dalam setiap langkah oleh situasi kehidupan di sekitarnya, inilah yang terutama menopang lingkaran setan kemiskinan-penyakit-perampasan hak asasi.
Kurangnya optimisme inilah yang mungkin menjadi ciri utama depresi yang menimpa individu-individu tersebut, menambah kekurangan sumber daya dan pendapatan, dan akhirnya membuat orang tersebut ikut menderita.
Hanya mereka yang tidak menderita kekurangan optimisme, meskipun demikian. menderita dua bentuk kekurangan lainnya, yang berhasil melepaskan diri dari belenggu spiral kemiskinan-penyakit-deprivasi dan depresi yang menyertainya.
Contoh dari mereka yang berhasil keluar dari belenggu ini hanya sedikit, namun mereka adalah contoh yang layak dalam program penyadaran kemiskinan. Contoh mereka yang tidak lepas dari belenggu ini hanya sekian dan hanya menambah kekurangan optimisme pada selebihnya.
Bahkan ada kecenderungan mereka yang terjebak dalam kemiskian akan berakhir dengan jalan bunuh diri. Keadaan perasaan terpojok dan terasing, tanpa ada harapan untuk melarikan diri dari Nestapa kemiskian kecuali dengan melarikan diri dari kehidupan itu sendiri. Hal ini merupakan konsekuensi tragis dari hilangnya optimisme akibat gabungan dari kemiskinan, meningkatnya utang, depresi yang tidak diobati.
Fenomena lain yang semakin memperparah penderitaan kaum miskin adalah sikap tidak berperasaan dari “sekelompok rezim” yang bersembunyi di Gedung-gedung mereka di kota-kota besar, menyombongkan diri atas program pemberantasan kemiskinan, namun tidak memberikan apa pun yang nyata.
Kemiskinan dan Masalah Gizi Buruk