By Dr. dr. Apt. Muh. Nasir Ruki Al Bugisy, S.Si, M.Kes, Sp.GK 1,2
Kemiskinan dan Harga Diri
Apakah kita mau Indonesia merdeka, yang kaum Kapitalnya merajalela ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang dan pangan? (Soekarno-pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945)
Harapan proklamator sama dengan harapan seluruh rakyat Indonesia, harapan akan terpenuhinya kecukupan sandang dan pangan. Namun harapan tersebut tidak akan terwujud secara adil dan merata bila kemiskinan masih mendera sebagian besar kehidupan rakyat Indonesia.
Kemiskinan yang menimpah suatu komunitas masyarakat akan diserah oleh perubahan hidup dan sikap tidak berperasaan masyarakat, dituntut oleh suatu penghakiman agar bisa belajar menerima nasib mereka dan semakin tenggelam dalam kemiskinan, penyakit, dan kekurangan.
Harga diri yang sangat berkurang, dengan perasaan terjebak dalam situasi tak berdaya, tanpa adanya pertolongan, menambah dampak yang melumpuhkan dari kemiskinan-penyakit-kekurangan pada eksistensi manusia. Kemiskinan bukan sekedar perampasan pendapatan namun juga perampasan kemampuan.
Jutaan orang yang hidup di daerah-daerah sulit dan rawan konflik terjebak dalam ancaman kemiskian ekstrim. Mereka masih “tidak bebas”, “tidak diberi kebebasan dasar dan. terpenjara dalam satu atau lain cara karena kemiskinan ekonomi, deprivasi sosial, tirani politik, atau otoritarianisme budaya”. Suatu keadaan yang tidak kita inginkan.
Kemiskinan adalah suatu keadaan yang tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak diperhatikan, dilupakan oleh semua orang, kemiskinan menurut pikeran penulis adalah kelaparan yang jauh lebih besar, kemiskinan yang jauh lebih besar daripada orang yang tidak memiliki apa-apa untuk dimakan.
Masyarakat miskin sangat merasakan ketidakberdayaan dan ketidakamanan mereka, kerentanan dan rendahnya martabat mereka. Daripada mengambil keputusan untuk diri mereka sendiri, mereka tunduk pada keputusan orang lain di hampir semua aspek kehidupan mereka.
Kurangnya pendidikan atau keterampilan teknis menghambat mereka. Kesehatan yang buruk dapat berarti bahwa lapangan kerja tidak menentu dan upahnya rendah. Kemiskinan mereka membuat mereka tidak bisa keluar dari kemiskinan.