By Dr. dr. Apt. Muh. Nasir Ruki Al Bugisy, S.Si, M.Kes, Sp.GK 1,2
PendahuluanÂ
  Kemiskinan adalah musuh besar bagi kebahagiaan manusia; itu pasti menghancurkan kebebasan, dan membuat beberapa kebajikan menjadi tidak praktis, dan yang lainnya menjadi sangat sulit (Samuel Johnson).
  Kemiskinan adalah bentuk kekerasan terburuk yang tersamarkan, adanya ketidakseimbangan antara kaya dan miskin adalah penyakit tertua dan paling fatal di semua belahan bumi.
  Ketika Anda berpijak di daerah miskin dibelahan bumi manapun, maka Anda akan mendapatkan individu yang penghasilannya masih rendah atau tidak berpendapatan, warga banyak yang tidak memiliki pekerjaan tetap, tingkat pendidikan di daerah tersebut rendah bahkan tidak berpendidikan, banyak warga tidak memiliki tempat tinggal, serta tidak terpenuhinya standar gizi minimal sehingga ditemukan banyak masalah gizi pada warganya.
   Dalam menelusuri kemiskinan di suatu daerah, terkadang kita  mengamati  setiap fenomena yang ada di masyarakat,  memunculkan pertanyaan dalam benak kita. Pertanyaan kunci yang kadang muncul tersebut yaitu: (1) siapa golongan miskin, (2) berapa jumlahnya dan bagaimana ukuran miskin, (3) apa definisi miskin, (4) dimana lokasi kemiskinan, (5) bagaimana dan mengapa miskin, dan (6) apa dampak dan seperti apa solusinya.
   Menurut Jakarta, wapresri.go.id, Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023 mencatat angka kemiskinan nasional masih 9,36 persen. Padahal, target angka kemiskinan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 6,5-7,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih masuk kategori Negara miskin..     Â
   Masalah kemiskinan merupakan persoalan yang melekat dalam perjalanan proses pembangunan. Usianya sudah setua pembangunan itu sendiri. Maka tidak berlebihan kalau dikatakan kemiskinan di negara yang berkembang sulit untuk dihilangkan. Walaupun telah disepakati dalam target sustainable Development Goals (SDGs)  tanpa kemiskinan tahun 2030, belum ada jaminan bisa tuntas dalam proses pembangunan.
   Kemiskinan adalah masalah global yang harus ditangani dengan serius. pengentasan kemiskinan tidak hanya menjadi masalah politik atau ekonomi semata, ini adalah moral kehidupan yang menjadi tanggung jawab setiap orang, terkhsusu pengambil kebijakan di suatu negeri.
   Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan penduduk dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, bisa disimpulkan bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan
   Dilasir dari Bappedalitbang.go.id. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
   Lantas, bagaimanakah definisi dari kemiskinan ekstrem? Apa yang membedakannya dengan kemiskinan umum?. Berdasarkan Kepmen Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2022 "kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar yaitu kebutuhan makanan, air minum bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tetapi juga akses pada layanan sosial".
   Berdasarkan Bank Dunia, penduduk miskin ekstrem adalah penduduk yang memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup seharihari tidak lebih dari USD 1,9 PPP (Purchasing Power Parity), atau setara dengan Rp 10.739 (sepuluh ribu tujuh ratus tiga puluh sembilan rupiah)/orang/hari atau Rp 322.170 (tiga ratus dua puluh dua ribu seratus tujuh puluh rupiah)/orang/bulan.
   Dengan kata lain, penduduk miskin ekstrem mempunyai pengeluaran lebih rendah dari penduduk miskin umum. Untuk mengetahui apakah daerah anda termasuk daerah kaya, miskin atau miskin eksterm, silahkan dilihat pendapatan perkapita penduduknya  pada Data Badan Pencatatan Statistik di daerah dimana Anda berdomisili.
   Terdapat beberapa faktor penyebab kemiskinan yaitu sulitnya mengakses pendidikan yang berdampak kepada lapangan pekerjaan atau kemiskinan diakibatkan oleh tidak tersediaan fasilitas dasar yang dibutuhkan.  Kemiskinan merupakan problem yang masih belum bisa diatasi oleh negara termasuk Indonesia.
   Lingkaran kemiskinan dalam suatu daerah akan terus terjadi, karena dengan penghasilan yang rendah, masyarakat tidak mampu mengakses sarana pendidikan, kesehatan, dan kecukupan gizi secara baik dan optimal. Bila tidak ditangani dengan manajemen penanggulan yang baik, akan menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dari aspek intelektual dan fisik. Sehingga produktivitas SDM di daerah tersebut akan rendah.
   Kemiskinan memberikan dampak pada beberapa akibat, mulai dari meningkatnya tindakan kriminalitas, pengangguran, kesehatan terganggu terutama meningkatnya angka stunting yang akan berimbas pada rendahnya angka IPM, dan yang paling penting untuk saat ini adalah banyak anak anak yang tidak mendapatkan pendidikan karena keterbatasan ekonomi. Permasalahan tersebut harus segera dipecahkan oleh pemerintah karena jika tidak maka akan timbul masalah masalah baru yang mungkin lebih parah
   Dalam pengentasan kemiskinan,eksterm,  konvergensi merupakan faktor utama dalam penanggulangan kemiskinan ekstrem untuk memastikan seluruh program penanggulangan kemiskinan ekstrem mulai dari tahap perencanaan, penentuan alokasi anggaran, penetapan sasaran dan pelaksanaan program tertuju pada lokus yang sama baik itu secara wilayah maupun target masyarakat yang tepat.
   Pengentasan kemiskinan dapat ditempuh pemerintah di setiap wilayah untuk dapat bekerja keras memastikan agar seluruh rumah tangga miskin ekstrem mendapatkan seluruh program yang telah dicanangkan oleh pemerintah daerah setempat. Baik program pengurangan beban pengeluaran maupun program pemberdayaan.
   Ada baiknya Gubernur dan para bupati agar juga memperkuat perencanaan dan penganggaran program pengurangan kemiskinan  ekstrem dalam APBD masing-masing, khususnya yang sesuai dengan karakteristik miskin ekstrem di wilayah masing-masing.
   Dalam kondisi tertentu, mungkin dapat dilakukan/disiapkan bantuan berupa tambahan uang tunai khusus untuk rumah tangga miskin ekstrem, dengan menggunakan data yang tersedia. Untuk program khusus ini, dapat dilakukan melalui program sembako, Bantuan Langsung Tunai Desa (BLT-Desa) untuk memberikan dukungan tambahan bagi kelompok miskin ekstrem di wilayahnya.
   Terkait dengan percepatan pembangunan kesejahteraan di wilayah-wilayah sulit. Tentunya dibutuhkan pula dialog dengan para pihak-pihat  terkait, sehingga diharapkan setiap aksi  harus memberikan perubahan nyata dan hasilnya benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat khususnya bagi Orang Asli di Wilayah tersebut. yang diupayakan melalui strategi percepatan pembangunan kesejahteraan yang bertumpu pada 5 kerangka kebijakan yaitu: pembangunan SDM unggul; transformasi dan pembangunan ekonomi; pembangunan infrastruktur; pelestarian kualitas lingkungan; dan tata kelola pemerintahan.
   Pembangunan di daerah merupakan suatu proses perubahan sosial yang direncanakan oleh pemerintah setempat, yang meliputi berbagai dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan ekonomi, mengikuti perkembangan modernisasi, berwawasan lingkungan, dan peningkatan kualitas manusia.
      Masalah Orang Miskin
Â
   Penyakit-penyakit utama kemiskinan seperti TBC, malaria, dan HIV/AIDS dan sering kali penyakit penyerta (co-morbid) serta malnutrisi yang tersebar luas yang akan berdampak buruk pada masyarakat yang tidak berdaya.
   Penyakit campak, pneumonia, dan diare, merupakan jenis penyakit tambahan yang banyak kita jumpai pada orang-orang miskin, menurut WHO. Hal ini, bersamaan dengan komplikasi persalinan.
   Keenam penyakit sebagaimana disebutkan WHO tersebut, Mereka adalah individu dan masyarakat yang tidak memiliki sumber daya ekonomi maupun keahlian teknis atau tenaga kerja. Hal ini sebagai suatu kenyataan bahwa penyakit kemiskinan ini semestinya dapat dicegah atau diobati dengan "sedikit biaya", namun akan menjadi "sebab" kecacatan dan kematian dikarenakan tidak adanya biaya.
   Kemiskinan dan penyakit terlibat dalam lingkaran yang kejam, saling membantu dan bersekongkol. Kemiskinan merupakan konsekuensi umum dan penyebab buruknya kesehatan. Penyakit kemiskinan meningkatkan kemiskinan, dan kemiskinan, pada gilirannya, meningkatkan peluang berkembangnya penyakit kemiskinan.
   Seringkali pasien yang malang, dan pengasuhnya yang sangat bersemangat namun tidak mempunyai sumber daya, tersedot ke dalam pusaran ini tanpa adanya peyelesaian, dan akhirnya kemiskinan pun berpengaruh pada etos kerja tenaga kesehatan diakibatkan  tidak memiliki sumber daya.
   Fasilitas medis yang langka/terbebani secara berlebihan, dan jarak emosional yang jauh dalam masyarakat hanya akan menentukan nasib para korban. Keterkaitan antara penyakit-penyakit ini dengan kemiskinan sangatlah besar dan sulit untuk diabaikan.
   Kita tahu bagaimana TBC memperparah AIDS. TBC dan HIV merupakan infeksi yang saling berhubungan sebab akibatnya, Infeksi HIV meningkatkan laju aktivasi infeksi TBC dan mempercepat perkembangan TBC. TBC mempercepat perkembangan AIDS dengan meningkatkan laju replikasi HIV.
   Kita juga tahu bagaimana malnutrisi memperparah TBC. Tidaklah berlebihan bila diasumsikan bahwa TBC berhubungan dengan kemiskinan, kepadatan penduduk, kecanduan alcohol, stress, kecanduan obat-obatan dan kekurangan gizi. Penyakit ini mudah menyebar di tempat yang padat penduduk, dengan ventilasi yang buruk dan di antara orang-orang yang kekurangan gizi.
   Kita juga tidak bisa melupakan bagaimana ketiga hal tersebut, yaitu TBC, HIV/AIDS dan malnutrisi, secara dinamis saling terkait satu sama lain dan dengan penguasanya, yaitu kemiskinan itu sendiri.  Dimensi sosial dari kemiskinan tidak dapat diabaikan.
   Tidak ada fenomena sosial yang serangannya terhadap hak asasi manusia sekomprehensif kemiskinan. Kemiskinan mengikis atau meniadakan hak-hak ekonomi dan sosial seperti hak atas kesehatan, perumahan yang layak, pangan dan air bersih, serta hak atas pendidikan.
   Fenomena penyakit sosial pada masyarakat seperti kecandunan alkoholi, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, gangguan mental kronis, sosiopati, pengemis, kekerasan dalam keluarga dan lingkungan sekitar, pekerja anak, kekerasan fisik dan penelantaran terhadap perempuan (terutama anak perempuan), seks komersial, dapat berdampak pada semua lapisan masyarakat. , meninggalkan jejak kehancuran terbesar di kalangan masyarakat miskin.
   Tulisan ini  akan penulis lanjutkan pada bagian ke-2 tentang paparkan pengaruh kemiskinan terhadap masalah gizi buruk di masyarakat...
Disadur dari berbagai sumber.
Â
Penulis adalah :
- Dokter Spesialis Gizi Klinik dan Apoteker
- Staf Medis di RSUD Mulia-Puncak Jaya Papua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H