Mengingat ibunya yang di kampung halaman di Hokkian itu, selalu mengirit dalam kehidupannya, menabungkan separuh dari pendapatnya untuk setahun sekali dikirimkan ke ibunya. Beberapa tahun di waktu menjelang Tangci menyuruh pembantunya membawakan uang untuk ibunya yang jauh di Hokkian sana.
Pembantu yang bernama Thio Djie itu menghabiskan duitnya dalam berfoya minum dan makan, tidak sekalipun menyampaikan uang kepada ibu Oe Lian Hiong yang di kejauhan di pesisir Hokkian itu.
Pada suatu Tangci, pulanglah Goan Goan ke kampung untuk menengok ibunya, ternyata ibunya sudah menghilang, dikarenakan beliau sudah putus asa, mengira anak kecintaannya yang sekarang sukses dan berkedudukan itu sudah melupakan ibunya ini. Mambek, tidak sudi menemuinya.
Goan Goan mengerti, sekiranya kemana ibunya menyepi, maka menggunakan tradisi Ronde di waktu Tangci untuk membujuk ibunya pulang rumah.
Sejak dulu kala, sebelum makan ronde bersama, Tionghoa terutama mengucapkan bersukur atas pelindungan para Dewa Pintu dan mengundang masuknya Dewa Rejeki, dengan menempelkan ronde putih di kedua sisi pintu depan. Kebiasaan ini sudah tidak bisa ditelusuri asal usulnya. Namun semarak di Putian Hokkian sana.
Goan Goan juga menempelkan ronde yang dibentukkan serupa uang perak di zamannya, uang perak sewaktu itu disebut goan-po yang merupakan nama kecilnya, ditempelkan dari pintu rumahnya terus di pohon-pohon sepanjang jalan menuju ke suatu bukit, yang sekiranya disanalah ibunya sedang bersembunyi.
Di bukit itu, menempelkan ronde di pohon-pohon, sehingga bisa diketemukan oleh ibunya. Ternyata sungguh terjadi, dan pulanglah ibunya.
Hal ini mendapatkan penghargaan dari Kaisar Song sewaktu itu, dan memperingati kecintaan ibu tersebut dengan menegakkan satu gerbang prasasti di depan rumahnya.
Tradisi menempelkan ronde putih di waktu Tangci masih berlanjut di Hinghoa, Sianyu, Putian Hokkian hingga hari ini.