Dalam pengertian Tionghoa di Nusantara, Hari Tangci sekedar perayaan makan ronde, yang jarang disadari bahwa di Tiongkok sana, Hari Tangci ini merupakan hari yang lebih diperingati daripada hari raya Imlek dan Cap-go-meh.
Di masa sebelumnya Dinasti Han, 2000 tahun lalu, hari Tangci itulah Tahun Baru Imlek kebangsaan Tionghoa.
Artinya Tangci adalah ketibaannya musim dingin, karena pada tanggal 21 Desember tahun 2021 ini, bumi akan menatap tepat pada matahari di lingkaran Antartika, maka pada hari tersebut, tibalah musim panas di sebelah selatannya khatulistiwa bumi, sedangkan Tiongkok yang terletak di sebelah utaranya khatulistiwa, merupakan sehari yang terpendek dalam setahun dan tibalah musim dingin di sana. Pada keesokan harinya, malam hari mulai memendek, dengan siang hari yang memanjang, maka memulai setahun yang baru.
Semenjak berdatangan berbagai bangsa pertanian dari Mesopotamia sekitar 4000 tahun lalu, dari daerah subur di antara kedua sungai Tigris dan Euphrates di Timur Tengah, suku bangsa Persia merantau ke jurusan Timur Jauh di Henan China, secara pembauran maupun penggusuran satu suku dengan lainnya, mereka mendirikan kerajaan-kerajaan yang menjadikan nenek moyang Tionghoa di Tiongkok sekarang. Tidak ada pribumi Tionghoa di Tiongkok.
Dari Timur Tengah sanalah juga dibawakan pengertian penanggalan Imlek, yang sejak purba kala merupakan pedoman kehidupan masyarakat pertanian, ke Tiongkok.
Moyang kita yang asalnya di belahan utara dari khatulistiwa, berdasarkan pengamatan di sepanjang tahun adanya perubahan cuaca dan panjang pendeknya siang dan malam hari, pada mengerti putaran musim dalam kehidupan pertanian mereka.
Setelah panen, hari siang pun memendek dan udara juga mendingin dan turunlah salju. Maka mereka beristirahat, menantikan hari berputar memanjang dan menghangat untuk menggarap ladang mereka lagi, di musim Semi.
Demikianlah terbuntuknya pengetahuan adanya pemutaran musim dengan panjang pendeknya siang dan malam hari yang ritmis dan teratur, menjadikan adanya penanggalan yang berketapan. Dimana merupakan suatu lingkaran yang tetap, tibanya sehari dimana siang hari yang terpendek dan udara sudah mendingin, terjadi pada titik balik matahari di musim dingin, yang di Barat menyebutnya Winter Solstice, menjadikan titik kembali dalam kehidupan setahun.
Pada hari yang terpendek itulah, Tionghoa sejak ribuan tahun mengenalnya sebagai Tangci, ketibaan musim Dingin, Winter Solstice, dan merayakannya sebagai Malam Tahun Baru, dimana pada esok harinya, terang hari mulai memanjang lagi.
Sejak purba, ribuan tahun Tangci merupakan tahun baru Imlek hingga berakhirnya di abad 3 Sebelum Masehi, bersama jatuhnya Dinasti Qing.
Baru sekitar 2000 tahun lalu, sejak Dinasti Han sampai sekarang, Hari Tahun Baru di Tiongkok digeser  hampir 2 bulan, menjadi dirayakan pada Hari Raya Imlek di musim Semi, yang disebut Sin-cia, hari raya baru.
Begitulah mengapa tidak banyak perbedaan corak perayaan tahun baru antara Tangci dan Sincia, malah pada umumnya berupa penerusan tradisi dari yang satu ke lainnya.
Keluarga akan berkumpul di rumah orang tua masing-masing pada malam Tangci, bersama merayakan tahun baru dengan makan-makan, bagi orang yang di utaranya Sungai Yangtzi berkebiasaan makan pangsit dumpling, sedangkan makan ronde adalah kebiasaan orang Tionghoa di selatan.
Pada hari itu, setiap keluarga menyediakan sesuguhan "sam-seng" babi, ayam dan ikan untuk memperingati leluhur mereka, juga menuju ke klenteng bersembahyang dan bersukur, semoga tetap diberkahi Tuhan Allah kesehatan dan kesejateraan di tahun mendatang. Pulangnya dari klenteng, mendapatkan pembagian ronde putih yang dibuatkan oleh para relawan wanita di klenteng tersebut.
Makna makan ronde itu adalah demi kegenapan dan kerukunan dalam sekeluarga, yang putih jernih bagaikan permukaan bumi yang diselaputi salju pada hari itu. Maka, bagi Hakka, ronde tersebut disebut Ronde Salju.
Sekarang, ronde ada 2 warna, putih dan merah. Yang merah dari pengaruh legenda dimana setan maut yang takut sama merahnya api bara di waktu Sin Cia, maka itu Tangci putih karena salju dan Sin Cia merah mendatangkan kegembiraan.
Tangci yang merupakan tahun baru besar dibandingkan perayaan Sin Cia, maka disediakan makanan yang lebih banyak pada malam ini, terjadilah kebiasaan makan sampai menjadi gemuk di Tangci, dan menguruskannya di Sin Cia.
Selain hari yang merupakan kedatangan tahun baru, Tangci juga dianggap Hari Ibu di berbagai tempat di China.
Asal usulnya dari kejadian di waktu Dinasti Song, sekitar seribu tahun lalu di Hokkian. Di pedusunan Li-hing-tai kabupaten Sianyu (sekarang Putian) ada seorang janda yang bernama Oe Lian Hiong, dengan jerih payah dalam kemiskinan membesarkan anak lelaki yang bernama Goan Goan. Anaknya pandai dan rajin belajar, dia pun lulus juara pertama dalam ujian negara dan menjadi pejabat di kerajaan Song Utara, di ibukota Kaifeng.
Mengingat ibunya yang di kampung halaman di Hokkian itu, selalu mengirit dalam kehidupannya, menabungkan separuh dari pendapatnya untuk setahun sekali dikirimkan ke ibunya. Beberapa tahun di waktu menjelang Tangci menyuruh pembantunya membawakan uang untuk ibunya yang jauh di Hokkian sana.
Pembantu yang bernama Thio Djie itu menghabiskan duitnya dalam berfoya minum dan makan, tidak sekalipun menyampaikan uang kepada ibu Oe Lian Hiong yang di kejauhan di pesisir Hokkian itu.
Pada suatu Tangci, pulanglah Goan Goan ke kampung untuk menengok ibunya, ternyata ibunya sudah menghilang, dikarenakan beliau sudah putus asa, mengira anak kecintaannya yang sekarang sukses dan berkedudukan itu sudah melupakan ibunya ini. Mambek, tidak sudi menemuinya.
Goan Goan mengerti, sekiranya kemana ibunya menyepi, maka menggunakan tradisi Ronde di waktu Tangci untuk membujuk ibunya pulang rumah.
Sejak dulu kala, sebelum makan ronde bersama, Tionghoa terutama mengucapkan bersukur atas pelindungan para Dewa Pintu dan mengundang masuknya Dewa Rejeki, dengan menempelkan ronde putih di kedua sisi pintu depan. Kebiasaan ini sudah tidak bisa ditelusuri asal usulnya. Namun semarak di Putian Hokkian sana.
Goan Goan juga menempelkan ronde yang dibentukkan serupa uang perak di zamannya, uang perak sewaktu itu disebut goan-po yang merupakan nama kecilnya, ditempelkan dari pintu rumahnya terus di pohon-pohon sepanjang jalan menuju ke suatu bukit, yang sekiranya disanalah ibunya sedang bersembunyi.
Di bukit itu, menempelkan ronde di pohon-pohon, sehingga bisa diketemukan oleh ibunya. Ternyata sungguh terjadi, dan pulanglah ibunya.
Hal ini mendapatkan penghargaan dari Kaisar Song sewaktu itu, dan memperingati kecintaan ibu tersebut dengan menegakkan satu gerbang prasasti di depan rumahnya.
Tradisi menempelkan ronde putih di waktu Tangci masih berlanjut di Hinghoa, Sianyu, Putian Hokkian hingga hari ini.
Perayaan Tangci asalnya merupakan tahun baru Imlek, di hari ini, ingatlah pada leluhur dan orang tua kita masing-masing, bukan sekedar hari Ronde.
Oleh: Anthony Hocktong Tjio.
Monterey Park, 21 Desember 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H