Kita menjangkau Puncak Chomolungma Gunung Himalaya di Nepal, berlayar menyentuh gunung es ke Antartika, memandang Aurora Borealis di atas langit Lingkar Arktik, juga sudah mengikat janji kesetiaan sekali lagi di Tanjung Harapan.
Tidak henti-hentinya menjelajahi kuliner sambil mencari sejarahnya, bersama menelusuri Tiramisu di bumi Italia, membandingkan dada bangau magret dari restoran ke restoran di Prancis, menemukan kue lumpur di Lusosphere Portugis, sambar-sambar India dari selatan sampai di utara, maupun Rijstaffel di mana saja Belanda.Â
Tentunya tidak ketinggalan itu kue klepon diaspora Indonesia, yang asalnya ternyata dari kue yang disebut onde-onde peranakan Nyonya Malaka, peduli itu Halal apa tidak.
Dunia sangat luas, tidak menjadi katak di dalam tempurung yang cupit pandangan. Seperti yang bisa dirasakan dalam menjalani 14 hari ini, untungnya sekejab pun juga lewat.
Tidak ada alasan untuk merasa depresi selama dalam tahanan ini. Walaupun kita dibuat tidak berkutik, juga tidak sampai kesepian maupun jemuh.
Waktu sehari-hari terasa lebih cepat liwatnya, walaupun tidak ada yang dikerjakan.
Setelah makan pagi, menunggu makan siang, terus sudah waktunya pesan makanan malam dari restoran terdekat.
Berkat hidangan restoran Feiziji yang terletak di depan hotel, telah membawa kita dalam perjalanan kuliner Hong Kong, sebagaimana dalam dugaan, lezat.
Kita gilir menu hidangan special dari hari Senin sampai Minggu, dan diulang. Pilihan setiap harinya sangat enak. Merasakan masakan di Hong Kong yang mengapa dijadikan standar kuliner Tionghoa.
Hanya pesan satu order dibagi rata untuk kita berdua. Bukan saja mengirit ongkos yang setiap porsinya sekitar HK$60, juga jaga badan supaya jangan sampai menjadi gendut selesainya.