Mohon tunggu...
Anthony Tjio
Anthony Tjio Mohon Tunggu... Administrasi - Retired physician

Penggemar dan penegak ketepatan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cap Go Meh dan Lontongnya

7 Februari 2020   16:12 Diperbarui: 7 Februari 2020   16:29 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lontong sayur komplit. (gambar koleksi pribadi)

Pernah ada pertanyaan dari teman sejawat yang sering berkonsultasi prihal budaya Tionghoa, ini kali pertanyaannya sangat sederhana, "Cap Go Meh itu apa artinya"?  Mau tidak mau terhening sejenak, coba mengira apa yang dimaksud dalam pertanyaan itu, apakah semata-mata arti istilahnya Cap Go Meh itu saja, atau yang ditanyakannya itu adalah tradisinya?  Seperti biasa, jawaban perihal kebudayaan harus disertai dengan cerita dan sejarahnya.

Istilah Cap Go Meh.

Asal pembawaan orang Tang-lang dari Hokkian, maka budaya ini disebut dalam dialek Hokkian: Cap Go Meh yang artinya "malam ke lima-belas". Istilah resminya adalah Yuan Xiao yaitu "Malam Pertama", yang maksudnya malam bulan purnama pertama dalam setahun Imlek.

Tradisi Cap Go Meh.

Kita sebagai peranakan merayakan Cap Go Meh dengan bikin ketupat dan makan lontong Cap Go Meh, namun khasnya adalah makan ronde dan merayakan sembahyang lampion di klenteng.

Cerita asal muasalnya sebagai berikut:

Perayaan Imlek dalam kenangan masa dulu.

Tahun baru Imlik dirayakan dari tanggal 1 (jo yit) bulan pertama sampai terang bulan tanggal 15 (cap go) selama 15 hari.

New Year's Eve Imlek jatuh pada tanggal 30 bulan duabelas setiap tahunnya, pada malam penutupan tahun yang disebut Ni Meh/Nian Wan, seluruh anggauta  keluarga  bermudik dari segala pelosok ber-reuni pulang kerumah orang tua masing-masing, untuk makan bersama mengitari meja bundar yang mewujutkan kelengkapan, keutuhan dan kerukunan keluarga dalam tahun yang baru lalu, semoga bisa terjadi ulang ditahun yang akan datang.

Dari situ menjadikan bentuk meja makan rumah tangga Tionghoa selalu bulat, meskipun meja panjang pun dibikin bentuk lonjong. Ini menjadikan lalu lintas mudik pulang desa menjelang tahun baru itu menjadi panik di Tiongkok, karena anak-anak harus hadir dimeja makan orang tua pada malam ini. Tengah malam ini akan dimeriahkan dengan memasang petasan dan kembang api, setelah itu beramai-ramai menuju ke klenteng setempat untuk bersembahyang menjemput Dewa Rejeki yaitu Cai Seng Ya, atau Cekong Mas. Ada juga yang minta pada Sam Po Kong untuk diberkati banyak rejeki supaya menang lotre buntut ditahun mendatang.

Sin Cia (cia=hari raya, sin=baru) adalah istilah singkatan dari Sin Cun Ke Cia yang lengkapnya adalah: hari raya besar menjelang musim Semi baru.

Pagi-pagi pada hari tahun baru, meskipun miskin pun harus mengenakan pakaian baru, sedikit-dikitnya yang bersih, untuk pergi pai-jia (pai=menengok, jia=famili ). Pertama-tama mendapatkan ang-pao (pao=sampul, ang= merah) yang berisi uang dari orang tua seperti kakek dan ayah, layak uang lebaran, kemudian berkeliling dengan naik beca kerumah famili dekat meskipun sering dalam cuaca hujan. Duit yang diterima dalam ang-pao itu tidak perlu bernilai besar tetapi biasanya uang baru yang bisa disimpan sebagai koleksi.

Di dalam rumah sedang mengadakan sembahyang kue keranjang (ni-kee/nian kao) yang berbentuk tempurung kecil, kue itu keras padat terbuat dari ketan tumbuk dan gula yang menjelma menjadi jenang atau dodol di Jawa, dan juga makan lumpia basah (lun=musim semi, pia=camilan ). Lumpia itu harus membungkusnya sendiri sebagai antisipasi kedatangan musim Semi  didepan mata.

Pada hari kedua adalah waktu untuk bersambang kerumah mertua dan teman-teman, juga menerima tamu yang datang pai-jia.  Pada hari ketiga adalah hari memperingati arwah nenek moyang yang telah meninggalkan kita, disebut juga hari setan, biasanya tidak layak untuk berkunjung pada hari itu, dan hanya memakan makanan yang tesisa dari hari-hari sebelumnya.

Setelah hari ke-empat, dirumah sudah mulai sibuk mengolah ronde, bola sebesar ping-pong berinti ramuan kacang diselaputi tepung ketan yang tebal dan diberi tanda satu titikan jingga merah, ronde ini yang akan dimakan pada malam ke lima-belas nanti. Ronde ini harus digodok dalam air panas sampai mendidih tiga kali supaya matang dan dimakan dengan kua tawarnya. Penggunaan tepung ketan itu karena sifat lekat dan kenyalnya dari pada tepung beras, tidak ada maksud lainnya.

Pada hari ke-sembilan masa Imlek, bagi orang Tanglang yang berasalkan dari Hokkian dimanapun bersembahyang tebu.

Setelah 15 hari sekeluarga berkumpul dan bergembira menyambut datangnya tahun yang penuh dengan harapan baru, maka tiba waktunya untuk kembali kepenghidupan semula masing-masing. Sebab pada besok harinya, yang didesa sudah mulai menggarap tanah ladang, yang perantauan juga sudah harus kembali kepekerjaannya, sekolahan juga akan segera memulai kelasnya. Maka malam untuk mengachiri masa tahun baru ini disebut Cap Go Meh (meh=malam)  dimeriahkan secara besar-besaran dengan menyelenggarakan Teng-hui (hui=festival, teng=lampion) atau sembahyang lampion.

Menjelang festival lampion di Harbin, Tiongkok utara. (foto AH Tjio)
Menjelang festival lampion di Harbin, Tiongkok utara. (foto AH Tjio)

Malam ke lima-belas ini sebaliknya juga merupakan malam pangkal  permulaan dalam kehidupan baru (to start anew), setelah malam ini pun semuanya kembali ke normal sehari-harinya, maka di Tiongkok tidak disebut Cap Go Meh, tetapi menurut nama aslinya: Yuan Xiao/ Goan Siau (xiao=malam, yuan=pangkal, permulaan) atau Shang Yuan/ Siong Goan (shang=menuju, yuan=permulaan), dan, ronde yang yang disebut diatas dimakan beramai-ramai pada malam ini dinamanya 'siong goan ngi' (ngi=bulatan/ronde) melambangkan terang bulan dan kerukunan keluarga. Makan ronde di Tiongkok Selatan telah berlangsung sekitar 800 tahunan.

Sejarah Cap Go Meh.

Setiap tahun Cap Go Meh merupakan hari raya traditional Tionghoa yang juga dirayakan di negara-negara Asia disekitarnya. Mengenai cerita asal usul perayaan ini banyak sekali, ada yang berupa dongeng dari penganut Taois sejak Dinasti Qin abad 3BC, yang begini banyak dan tidak berdasarkan kebenaran sejarah, karena itu sukar untuk menyebutkan asal muasal Cap Go Meh, tetapi bisa kita cari asal kapan meluasnya perayaan ini.

Versi yang masih layak dipercaya dan yang telah menetapkan sebagai budaya Tionghoa sampai sekarang, adalah sebagai berikut:

Pada zaman Dinasti Sui, salah satu dinasti singkat yang hanya sepintas 35 tahun (589-618 AD), dengan hanya 2 kaisar Wen Di dan Yang Di. Dalam masa itulah yang menetapkan kebesaran wilayah Tiongkok sebagaimana sekarang ini.

Sui Yang Di yang dalam sejarah dianggap tokoh maharaja yang ganas, selama 14 tahun dalam tahtanya. tidak banyak berdiam diistana di ibukota Chang'an (Xian sekarang). Tidak henti-hentinya memimpin jutaan prajurit pergi kampanye menyerbu bangsa-bangsa disekelilingnya, berhasil memperluas wilajah Tionghoa Sui, sehingga mencakup  Korea Utara di Timur, Vietnam Utara di Selatan, Turkistan Timur yaitu Xinjiang sekarang di Barat, dan ke Utara, Mongolia.

Juga menggerakkan pembangunan saluran air raksasa, Grand Canal, yang menghubungkan ibukota timur Luoyang di Henan sampai ke Beijing sekarang, lalu melanjutkan kanal tersebut ke selatan sampai bergabung dengan Yangtze River. Proyek yang merupakan salah satu terbesar dalam sejarah bangsa Tionghoa ini, telah memakan korban sedidik-didiknya 3 juta pekerja yang membanting tulang siang dan malam, mereka hanya dengan menggunakan serokan dan pacul tangan untuk bisa rampung dalam waktu sesingkat 6 tahun. Setelah rampungnya kanal tersebut, digunakan Yang Di yang megalomania itu untuk membawa puluhan ribu pengikutnya, dalam ribuan kapal  keliling berwisata-kerja meninjau wilajah disekitarnya kanal tersebut, cruising bersenang hati sampai tiba dikediaman dimasa mudanya di Yangzhou, Jiangsu.

Akibatnya, Sui telah mengalami kehabisan penduduknya dan juga kosong keuangan-negaranya, sehingga bangkit dimana-mana pemberontakan petani untuk menggulingkan pemerintahan Sui ini.

Untuk mengaburi mata rakyat dan mengalihkan kegentingan suasana anti-pemerintahan, Kaisar Sui Yang Di memerintahkan mendirikan suatu panggung tinggi dengan ratusan lampion yang terang benderang disudut pintu gerbang utama Duan-men di ibukota Luoyang, Henan. Pada malam ke-15 masa Imlek itu dimeriahkan dengan berbagai pementasan hiburan akrobatik dan pertunjukan sulap kesenangan Yang Di sendiri, disertai nyanyian, tarian dan lain-lainnya, ini dilaksanakan bertepatan dengan hari raya Shang Yuan/Siong Goan, yang menurut ajaran Taois artinya hari pangkal menjelang kemakmuran, karena perayaan itu diselenggarakan pada malam hari (xiao), maka timbullah istilah Yuan Xiao/Goan Siau (malam terang bulan pertama dalam setahun).

Dalam festival tersebut juga disertai penjualan hidangan makanan-makanan setempat disekitar panggung, yang khas di Luoyang saat itu adalah ronde dalam kua, maka dikatakan malam itu juga adalah malam makan ronde. atau "makan yuan xiao", dan ronde itu sekarang juga dinamakan "ronde shang yuan" (siong goan ngi) bermaksud menuju masa depan yang baik.

Peristiwa tersebut merupakan Festival Lampion yang terjadi pada malam terang bulan, Imlik Iet Gue (bulan satu) tanggal Cap Go, yaitu Cap Go Meh tahun 610 AD.

Ronde.

Pada zaman Dinasti Song sekitar 800 tahun yang lalu, tradisi makan ronde dalam kua pada malam Yuan Xiao telah menyebar luas dimasyarakat selatannya Yangtze River, dan "makan yuan xiao" melambangkan harapan orang supaya menjadikan keluarga yang damai dan sejahtera dalam tahun yang baru..

Ronde berasal dari Zhong Yuan (dataran pusat atau China Proper) yaitu daerah Henan disekitar Yellow River, yang kemudian dizaman Song Selatan dibawa ke Selatan kesekitar daerah muara Yangtze River. Ronde disekitar abad 8 Masehi juga dibawa oleh orang Tang-lang, yaitu orang Henan pada jaman Dinasti Tang, yang  migrasi ke Hokkian, kemudian menyebar sampai ke Asia Tenggara dan Nusantara  dimasa Dinasti Qing disekitar abad 18-19.

 

Ronde. (gambar AH Tjio)
Ronde. (gambar AH Tjio)

Makan ronde merupakan tradisi budaya Tionghoa dalam suasana tahun baru Imlik. Namun telah kurang dikenal oleh peranakan Tionghoa di Indonesia pada zaman sekarang.

Modifikasi dari orang Tio-ciu (Guangdong), ronde ini dilapisi wijen lalu digoreng dalam minyak yang ditumpuk setelah masak, maka menjadi cin-tui (cin=gorengan, tui=tumpukan), dan tumpukan ronde-ronde ini disingkat menjadi onde-onde.

Ronde ini telah menjadi camilan national di Jepang, dikenal dengan nama asli Hokkian-nya Moa-ji yaitu mo-chi (ketan yang lekat).

Lontong Cap Go Meh.

Gantinya ronde, di Indonesia ada hidangan "lontong Cap Go Meh". Terus terang saja ini bukan hidangan khas untuk merayakan Cap Go Meh, tersedia disepanjang tahun dihampir semua depot milik peranakan Tionghoa maupun bukan, sebagai lontong sayur.

Ada yang bilang lontong cap go meh berasal dari keturuan Tionghoa yang datang sejauh dijamannya Cheng Ho tiba di Jawa, gagasan ini menarik tetapi ada kesangsian ketepatannya. Tionghoa yang datang dan menetap di Jawa sewaktu zaman Majapahit disekitar abad 15-16 sangat sedikit jumlahnya, dan kebanyakan adalah Tionghoa keturunan Persia/Arab sebangsa para 8 Sunan Wali Songo periode pertama,  pada umumnya Muslim Tionghoa yang tidak mengikuti budaya Tionghoa, lagi pula keturuan Tionghoa tersebut setelah beberapa generasi kemudian lenyap tertelan dalam zaman setelah berpadu sama penduduk asal Jawa. Kebanyakan peranakan yang sekarang menjadi suku Tionghoa di Indonesia adalah keturunan dari badai perantauan orang pesisiran Tiongkok selatan yang di abad 18 sampai permulaan  abad 20 pada zaman Belanda, dan yang sekarang dibilang adalah keturunan Tang-lang maupun Hakka.

Lontong bukanlah makanan khusus tercipta untuk menggantikan ronde dalam perayaan cap go meh, dan saus rasa santan dalam paduan antara opor (putih) dan kare (kuning) itu mungkin adalah pengaruh makanan India dan Portugis yang mendahului pengaruhnya di Nusantara. Lauk pauk lainnya yang menjadi campuran dalam hidangan memang bisa dikatakan terdiri dari makanan biasa di Jawa, yaitu sayur lodeh.

Yang cuma bisa dipastikan disini adalah "lontong cap go meh" merupakan makanan khas peranakan Tionghoa dari namanya saja, yang terdiri dari kombinasi bahan masakan Jawa  sehari-hari, yang sumbernya mungkin dari pesisir utara Jawa antara Lasem dan Semarang, yang pasti semulanya bersangkutan juga dengan waktu cap go meh.

Juga perlu berpikir lebih kritis mengenai siapakah yang sesungguhnya pencipta kreasi hidangan tersebut? Apakah oleh nyonya-nyonya peranakan Tionghoa sendiri, atau oleh ibu-ibu yang melahirkan itu peranakan yang disebut Nyai, ataupun hanya oleh pembantu didapur pada waktu itu, sukar dipastikan sekarang. Juga bisa jadi hidangan ini hanya berasal dari kreasi suatu depot makan "X" yang kemudian meluas menjadi menu hidangan sehari-hari direstoran mana-mana. Dikatakan, munculnya lontong Cap-go-meh itu disekitar tahun 1950an.

Sembahyang Lampion.

Festival Lampion atau Teng-hui yang pada umumnya diselenggarakan di klenteng atau di taman umum. Dimasa lampau merupakan arena untuk menguji kecakapan sastra seseorang dan kesempatan pertemuan muda-mudi. Untuk melambangkan terang bulan yang pertama dalam tahun baru, menggantungkan lampion-lampion merah dengan motip yang indah. Setiap lampion dihiasi dengan syair teka-teki pada sisi-sisinya yang jawabannya untuk ditebak, mungkin berupa suatu huruf Mandarin, nama binatang atau peristiwa dalam sejarah. Hal ini kemudian juga menjadi suatu alat perjudian serupa nomor buntut yang disebut hua-hui (hui=festival, hua=bunga), yang juga pernah melanda Indonesia pada achir tahun 60'an abad yang lalu.

Pesta lampion di Guangzhou. (gambar AH Tjio)
Pesta lampion di Guangzhou. (gambar AH Tjio)
Para muda-mudi pada beramai-ramai mengelilingi lampion saling mengadu kepandaian mereka untuk memecahkan teka-tekinya. Sering dalam cerita romantik, dikesempatan itu bertemulah juga pasangan hati. Maka festival lampion juga dianggap sebagai malam perjodohan, layak Valentine di Tiongkok zaman lalu.

Referensi:

  • Zhang Wenbin, editor (2000): Unique Attraction Source Seeking. Hal. 103-105. (Bahasa Mandarin).
  • Artikel 1 dan 2

Oleh: Anthony Hocktong Tjio. 

Cap-go-meh Tahun Tikus.

Monterey Park, CA.  8 Februari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun