Kebanyakan kita memang keturunan orang Tanglang, yang berarti kedatangan eyang kita dari Hokkian. Mereka diaspora Tionghoa yang disebut Hoakiao berbicara dalam dialek Min-nan, diwaktunya itu, bahasa Hokkian ini yang menjadikan lingua franca dalam perniagaan di Nusantara, sehingga tidak mengherankan bila nama kelahiran keturunan Tionghoa pun pada umumnya disebutkan dalam perkataan Hokkian. Namun kita tidak begitu mengerti di mana sebetulnya tanah leluhur Hokkian itu, mengapa disebut Hokkian, mengapa kita menyebut diri kita orang Tanglang, dan dari mana asal mulanya dialek Min-nan tersebut.
Hoakiao  berarti diaspora Tionghoa (hoa) yang hijrah di seberang lautan (kiao). Sejauh di abad 10 Masehi dalam zaman Tionghoa Song, pelopor yang merupakan pedagang mengikuti pelayaran saudagar Arab Yaman secara sistematik dari Teluk Zaitun di Quanzhou Hokkian berdatangan di Nusantara. Mereka sudah menyebar di pesisir Sumatra dan Jawa di waktu Sriwijaya hingga Majapahit, yang kemudian di abad 15, merintis Armada Ming Sampo Cheng Ho, beserta juga tidak terhitungkan banyaknya Muslim Tionghoa, dari Hokkian untuk bersinggah dan hijrah di Nusantara.
Pada umumnya Hoakiao pulang lagi ke Hokkian, kecuali meninggalkan istri nyai dan peranakan mereka untuk terus berkembang di Nusantara, maka sudah sejauh itu, bersama mereka mendatangkan kebiasaan hidup dan bahasa pembicaraannya secara Hokkian di Nusantara.
Dialek Min-nan:
Ada kata-kata pasaran seperti gua, lu, beca, bakia, loteng, toko, gudang, gang, bakmi, tempeh, kue, nyai, nyonyadan sebagainya yang sehari-hari mendengung di masyarakat kita, itu dari bahasa Hokkian alias dialek Min-nan.
Dalam kenyataan, dialek Min-nan itu adalah bahasa tulen orang Tionghoa, yang dibicarakan sejak terbentuknya bangsa Tionghoa lebih dari 3000 tahun lalu di Tiongkok Semula (China Proper). Maka kita mulai dari fosil hidup Tionghoa ini mencerahkan Hokkian dan Tanglang.
Melalui seleksi survival for the fittest, lebih dari 5000 tahun lalu, sudah ada suku-suku bangsa asal Mesopotamia di sekarang Persia yang dari Kazakhstan, via Siberia bagian timur, berhasil mencapai Timur Jauh di sekitar Sungai Yellow River, disana mendatangkan kebudayaan mereka dari Persia ke Tiongkok purba kala.
Suatu ketika 3000 tahun lalu, dari mereka yang terus menerus berdatangan, ada suku bangsa Ji yang berkulit putih berhasil mendirikan dinasti kerajaan Tionghoa yang ke-3 di daerah Henan, maka begitulah dari Dinasti Zhou (1046-256 BC) yang didirikan oleh bangsa Ji di Henan ini terbentuklah bangsa Tionghoa.
Tionghoa Zhou berkembang di dataran yang terletak diselatannya Sungai Yellow River, dan dipertengahan wilayah negerinya juga dilintasi Sungai Luo. Di daerah yang merupakan Mesopotamia di Timur Jauh itu terus disebut Daerah Pusat Administrasi (Zhong-zhou) atau Dataran Sentral (Zhongyuan) yaitu sekarang Henan, disana Tionghoa bermula.
Mereka mendirikan ibukota yang berdasarkan peraturan Ying dan Yang di tebing Sungai Luo itu, dimana yangberarti positip, kanan atau utara dan ying sebaliknya, maka satu kota de novo diletakkan disisi utara Sungai Luo dan dinamakan Luo-yang, disanalah Tiongkok bermula.
Sejak purba kala, setiap suku manusia tentunya mempunyai bahasanya masing-masing, dan yang diperkatakan oleh bangsa Zhou itu menjadi bahasa kerajaannya di Tiongkok Semula (China Proper) di sekarang Henan, karena negeri mereka di wilayah antara Sungai Yellow River, Huang-he, dan Sungai Luo, Luo-shui, maka bahasa dari Tionghoa semula itu dikemudian harinya dijuluki sebagai Bahasa He-luo, yang dalam dialek aslinya, he-luo itu berbunyi Ho-lo, merupakan singkatan dari nama ke-dua sungai Huang-he dan Luo-shui tersebut.