Besok malam keduanya, terlihat masih banyak awan menyelimuti langit, sehari tadi tidak hujan dan malah sewaktu-waktu ada matahari. Kami sekelompok 13 orang dari berbagai tempat di Amerika dengan antusiame tinggi, cepat-cepat memasuki mini bis yang menjemput, tepat pada waktu yang dijanjikan di pukul 20:45 petang.
Sepanjang jalan semua menjadi sirep dibawa Gisli yang mengaku dirinya adalah keturunan tulen yang ke-31, dari raja Viking yang pernah menduduki Irlandia itu, yang eyangnya sudah menetap disini sejak tahun 890 Masehi.
Setelah memberanikan diri berdiri dikedinginan menengokkan kepala kejurusan langit utara. Apa yang harus dipandang seperti kata Gisli, memandang dari kiri ke kanan, atau dari jurusan barat ke timur itulah jalurnya aurora, tidak ada cahaya warna hijau kekuningan yang berdansa di langit, koq?
Ternyata, memang malam itu tidak terlihat warna warni aurora karena terhapus oleh terang bulan. Gisli terus meneriakkan, “lihat itu disitu”, yang ditunjuk itu hanya merupakan kelompok asap yang bergerak-gerak, sedangkan awan lainnya tetap diam tenang saja.
Mengejutkan mata seketika saya menatapkan lensa kamera kejurusan awan yang bergerak itu, ternyata melalui lensa baru bisa kelihatan itulah aurora yang berwarna hijau kekuningan, yang tidak terpandang dengan mata telanjang kita. Maka kasihan juga bagi mereka yang tidak bersedia membawa kamera, ada aurora didepan mata tetapi tidak terlihat juga.
Tidak banyak peduli, mulai sibuk memotretnya secara membabi buta, sambil terdengar juga teriakan kawan-kawan yang minta difotokan dengan aurora itu.