Mohon tunggu...
Anthony Tjio
Anthony Tjio Mohon Tunggu... Administrasi - Retired physician

Penggemar dan penegak ketepatan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebab Kematian Bayi Nyi Ong Tien dan Sunan Gunung Jati dari Pengertian Kedokteran Sekarang

24 September 2016   09:26 Diperbarui: 26 September 2016   05:21 7919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang putri muda yang elok, pernah berlayar jauh dilautan, memburu kekasih hatinya dari Cina ke Nusantara. Dia pernah meninggalkan kisah indah romantis sebagai istri kedua ulama tinggi di Tanah Jawa, Sunan Gunung Jati, yang menjadikannya Putri Laras Sumanding Nyi Ong Tien di Keraton Kasepuhan Kesultanan Pakungwati Cirebon sekitar 600 tahun yang silam.

Dalam masa pernikahannya yang hanya sesingkat 4 tahun (1481-1485), Nyi Ong Tien pernah melahirkan seanak bayi laki-laki. Dimenyesalkan, bayi Pangeran Kuningan tersebut hanya datang didunia ini sesingkat 4 bulan terus keburu meninggal dunia. Tiga tahun kemudian, Nyi Ong Tien juga mengikutinya.

Kematian seorang bayi pada umumnya tidak banyak dicari sebabnya maupun dicatat dalam sejarah, tetapi dalam hal putra dari Nyi Ong Tien dengan Sunan Gunung Jati ini mempunyai legenda yang cukup menarik, dari pembenihan hingga meninggalnya. Dalam hal ini kematian anak dan ibunya yang dalam usia sangat muda itu, layak dibedah seluk beluknya disini.

Kita bahas dalam 3 tahap:

  • Legenda Nyi Ong Tien.
  • Legenda kedatangan sang bayi Pangeran Kuningan.
  • Kemungkinan sebab kematian bayi dan ibunya.

Tahap pertama: Legenda Nyi Ong Tien.

Ratu Laras Sumanding Nyi Ong Tien memang ada orangnya, karena jelas ada makamnya di Kompleks Pemakaman Gunung Sembung. Tercatat nama lengkap kelahirannya Tan Hong Tien Nio 陈凤珍娘, walaupun ada yang mencatat sebagai Lie Ong Tien 李凤珍, tetapi bukan bermarga Ong 王yang sering disalahkan karena juga disebut Ong Tien Nio. Perduli dia achirnya bermarga Tionghoa apa, pastinya bukan keturunan Kaisar Ming Hong Gie (Hongxi 明洪熙) Zhu Gao Zhi 朱高炽yang bermarga Zhu dan hidup dari 1378 sampai 1425. Maharaja tersebut hanya setahun saja menggantikan Yongle Zhu Di ditahta, sudah wafat jauh sebelum kelahiran Nyi Ong Tien. Begitupun, Sunan Gunung Jati Syeik Syarif Hidayatullah tidak mungkin pernah menemuinya di Cina, Tionghoa Ming 大明.

Makam Nyi Ong Tien di Astana Gunung Jati. (gambar dari akucintanusantaraku)
Makam Nyi Ong Tien di Astana Gunung Jati. (gambar dari akucintanusantaraku)
Tahap kedua: Legenda kedatangan sang bayi.

Gadis Nyi Ong Tien hamil atas kerja kesaktian Syeik Syarif Hidayatullah itu sukar bisa dimengerti. Sampai sekarang hanya ada satu cerita kehamilan seorang gadis yang serupa, yaitu Bunda Maria, yang ini juga sering disangsikan kebenarannya oleh umatnya Isa Almasih sendiri.

Cerita pertemuan pertama antara Nyi dan Syeik itu memang asyik sebagai sandiwara yang fakta atau fiksi masih perlu dikaji.

Sebetulnya, ke Cina dimanakah Syeik itu pernah berkunjung dan berilmu taqwa sebelum kembali berdakwa di Cirebon?

Sewaktu Syeik dilahirkan di Kairo pada tahun 1448, Armada Ming pimpinan Cheng Ho sudah bubar 10 tahun dan perairan Tiongkok sudah disegel tertutup untuk pelayaran masuk keluar, lagi pula setelah pegusuran masal Muslim Tionghoa yang berturut-turut dari Teluk Zaitun, Quanzhou Hokkian dan Dali, Kunming Yunnan lebih dari seratus tahun sebelumnya, pusat Muslim Tionghoa sudah bergeser dari Tiongkok ke Indrapura (sekarang Da Nang) di Negeri Champa yang terletak dipertengahan Vietnam. Maka bukanlah ke Cina Tionghoa Ming yang jaka Syeik tujui, semestinya hanya ke Indrapura, Champa yang pada waktu itu memang adalah negeri bagian Tiongkok. Dari sana juga ada kedatangan putri-putri Cina seperti Ibunda Raden Patah, Nyai Campa selir Brae Vijaya V, maupun Sunan Ampel dan lainnya yang asal Cina diabad 15.

Bisa jadi memang pernah jaka Syeik seorang tabib sakti menemui seorang pedagang kaya ataupun orang besar setempat yang mengakibatkan pertemuan dengan sang gadis Ong Tien, dengan atau tanpa legenda pura-pura hamilnya.

Ong Tien Nio semestinya bukan putri sendirinya pembesar tersebut. Ini ditinjau dari beberapa nama marga Ong Tien yang berlainan, Tan atau Lie. Bila namanya sekarang resminya Tan Hong Tien Nio, itu berarti nama kelahirannya dari marga Tan, sedangkan nama lain yang bermarga Lie adalah nama gantian setelah masuk dalam keluarga besar juragan sipembesar tersebut. Artinya Ong Tien bisa jadi anak angkatnya ataupun hanya gadis belian sebagai seorang pembantu rumah tangganya, yang dipanggil keluar pada saat Pak Lie menguji kesaktian Syeik dirumahnya itu.

Foto gadis Tionghoa tingkatan atas dengan kaki balutan ditahun 1901. (gambar Ren Parison)
Foto gadis Tionghoa tingkatan atas dengan kaki balutan ditahun 1901. (gambar Ren Parison)
Sepanjang ribuan tahun, dari zaman Dinasti Song diabad 10 sampai berachirnya Dinasti Qing Tionghoa pada permulaan abad 20 lalu, wanita Tionghoa terbagi 2 golongan status dalam masyarakat yang perbedaannya bagaikan langit dan bumi. Golongan bangsawan dan elite yang kakinya harus dibalut sejak kecil sehingga hanya berukuran separuh dari kaki normal dalam pertumbuhannya. Dari kecilnya kaki-kaki gadis melambangkan kecantikan dan keagungan keluarganya. Golongan rendah dan suku minoritas tidak perlu kakinya dibalut demi keperluan untuk bekerja kasar. Selain itu maksud dengan kaki kecil supaya tidak keluar bepergian, dan tidak sampai menampakkan diri dimuka umum, bila terlanggar tidak bakal ada jaka keluarga baik yang mau menikahinya. Dengan demikian, seorang pembesar seperti juragan Lie tersebut diatas, tidak mungkin mengeluarkan putrinya sendiri untuk permainan menguji Syeik dimuka umum, apa lagi kalau Pak Lie tersebut memang seorang Tionghoa raja setempat. Dengan kaki kecil tidak mungkinlah Ong Tien bisa bepergian sejauh ke Nusantara dijaman itu.

Skenario pertemuan Sunan Gunung Jati dengan Nyi Ong Tien diteruskan dengan kerelaan sigadis yang berbudaya, bersantun dan kritis itu diam-diam menitipkan hatinya kepada Syeik, demi merubah nasib hidupnya yang lebih baik daripada sebagai pembantu rumah tangga atau penghibur tamu keluarga besar Pak Lie. Disini latar belakang kelahiran Nyi Ong Tien yang sesungguhnya tidak diketahui, bisa jadi asal dari keluarga Tan yang kekurangan nafkah.

Sewaktu Ong Tien hanya berusia sekitar 20 tahun, dibawa bersama putri “geisha” lainnya dalam rombongan saudagar Tionghoa Tanglang atau Muslim Tionghoa Lie Guan Cang dan Lie Guan Hien dari Champa ke Nanyang yaitu Nusantara. Berlabuhlah kapal niaganya di Muarajati, Cirebon untuk bahan kaju dan hasil bumi disana, ini bisa disebabkan daerah Keratuan Singapura tersebut sudah kedatangan orang Tionghoa Tanglang (asal Hokkian) berdagang, dan kesana juga adanya saudagar besar Dampo Awang Ong Keng Hong dari Simongan yang sampai menikahi Nyai Rara Rudra adik Ki Ageng Tapa disana, atau tentunya atas undangan pribadi Syeik Syarif Hidayatullah yang sudah naik tahta Sultan disamping diangkat ulama tinggi Sunan Gunung Jati disana.

Nyi Ong Tien keturutan hatinya karena dipersembahkan kepada Sunan Gunung Jati kecintaannya, walaupun mungkin dia hanya sebagai upeti imbalan persahabatan dari saudagar Cina Champa, Lie Guan Cang kepada Sultan untuk kelancaran berniaga diwilayah Cirebon.

Begitulah tidak lama setelah pernikahan yang romantis, kedua mempelai dikaruniahi seorang bayi laki-laki yang mungil, dan diberi nama gelar Pangeran Kuningan.

Tahap ketiga: Sebab kematian sang bayi Pangeran Kuningan dan ibunya.

Semestinya bagaikan petir yang menyambar hati Sunan Gunung Jati atas kehilangan kesayangannya, sang bayi Pangeran Kuningan yang hanya sempat 4 bulan terlahir diatas bumi ini dan keburu-buru disusul ibunya 2-3 tahun kemudian.

Kematian bayi dibawah umur setahun masih ada dijaman sekarang, apalagi dizamannya Nyi dan Sunan tentunya ada dan tak terkira lebih banyaknya. Apa kemungkinan penyebabnya kematian bayi bisa diurai diberikut ini.

Dizaman feudal kaisaryah Tiongkok, tidak terhitung banyaknya kematian bayi-bayi keturunan maharaja dikalangan istana selama ribuan tahun itu. Selain dari akibat penyakit menular seperti cacar, tetanus, radang usus, radang paru-paru dan radang selaput otak yang sering melanda bayi-bayi, juga memang belum ada pengobatannya diwaktu itu, tetapi tidak kurang juga kematian putra-putra pangeran itu dari sebab “Non-accidental”. Gampangnya yaitu pembunuhan dengan diracuni, akibat kecemburuan diantara selir-selir yang berkehendakan dikemudian hari anaknya sendiri yang bisa meraih tahta kerajaan. Hal ini bukan tidak mungkin sebagai satu sebab kematian sang bayi Pangeran Kuningan di Cirebon itu. Apa iya?

Tentu saja kematian sang bayi Pangeran bisa disebabkan penyakit menular umum yang sudah disebutkan diatas, hanya saja disini kita meninjau kemungkinan lainnya.

Nyi Ong Tien semestinya masih sangat muda diusia sekitar 20 tahunan sewaktu berlayar jauh, dipersunting Sunan dan melahirkan bayinya. Dia mesti dalam keadaan fisik dan kesehatan yang baik. Hanya saja bila kita bisa tahu bagaimana bentuk badannya, sebagai keturunan Tionghoa pada waktu itu kebanyakan adalah kecil mungil sebagai standar kecantikan. Untuk melahirkan anak bayi besar dari ayah yang bertubuh besar dan tinggi seperti Sunan yang keturunan Persia-Arab, tidak heran bila akan mengalami kesukaran melahirkannya.

Dari kesukaran melahirkan tersebut tidak jarang mengakibatkan komplikasi terhadap bayinya, seperti perdarahan dalam rongga otak maupun kerusakan otak karena hipoksia, yang bisa menyebabkan kematian bayi beberapa bulan setelah lahir.

Kemungkinan komplikasi kesukaran Ong Tien bersalin sangat besar. Ini yang bisa menjelaskan mengapa bayi tersebut tidak diberi penyusuan ibu dan pemeliharaan oleh Ong Tien sendiri setelah kelahirannya, malah dipasrahkan perawatannya kepada istri Ki Gendeng Kuningan hingga kematiannya bayi sewaktu umur 4 bulan.

Walaupun Nyi Ong Tien seorang wanita Tionghoa yang pada umumnya berpayudara kecil, tetapi masih cukup banyak susu ibu yang bisa disalurkan untuk memenuhi kebutuhan menyusui bayinya, itu alamiah. Kecuali karena Ong Tien yang baru mengalami perdarahan banyak karena kesukaran melahirkan sehingga badannya lemah dan kesakitan yang tidak memungkinkan merawat bayinya sendiri.

Apakah dari sebab penitipan bayi itu menjadikan konspirasi sehingga terjadi kematian sang bayi, dengan kenyataan kedudukan Pangeran Kuningan itu achirnya bisa jatuh pada anak Ki Gendeng Kuningan sendiri. Ini tidak mungkin bisa disidik lagi.

Sampai hari ini, kematian bayi dibawah usia satu tahun, masih kebanyakan disebabkan oleh kejadian mendadak yang menakutkan yang disebut: SIDS, yaitu Sudden Infant Death Syndrome atau Sindrom Kematian Bayi Mendadak. Kejelasannya bisa dibaca sendiri dari Google / Wikipedia, disini sekedar kesingkatannya.

Sekitar 2,500 bayi yang lucu dan sehat, tanpa gejala sakit maupun luka-luka apapun, bisa mendadak mati setiap tahunnya di Amerika Serikat yang fasilitas kesehatannya paling jitu didunia.

Sampai sekarang masih belum jelas apa pelakunya. Hanya jelas pada umumnya memakan korban bayi laki-laki yang kelihatannya sehat sebelum berumur satu, paling sering dari usia 1 sampai 4 bulan. Lebih-lebih bila bayi tersebut terlahir belum waktunya atau rendah bobot bandan kelahirannya.

Mati sewaktu bayi sedang tidur nyenyak, yang sering bila bertidur kesisi samping maupun tengkurup atau tidur bersama orang tuanya, karena bisa menyumbat pernafasan bila muka menghadap permukaan yang lunak, kecuali tidur terlentang dengan muka memandang keatas. Diduga ini mungkin dikarenakan ada kelainan pusat control pernafasan dan pengguga bangun sibayi.

Dalam penyelidikan terachir, statistisnya lebih menyondong pada bayi yang terlahir dalam keluarga yang merokok. Tembakau asal dari Benua Amerika Selatan yang belum masuk Jawa sebelum kedatangan orang Eropah, tetapi mengingat bahwa dalam kehidupan dilingkungan kraton di Jawa, bayi itu senantiasa juga diselimuti asap kemenyan siang dan malamnya.

Demikian itu, SIDS yang bisa menjadi penyebab kematian bayi Pangeran kesayangan Nyi Ong Tien dan Sunan Gunung Jati merurut pengetahuan kedokteran yang ada sekarang.

Sedangkan ibunya, Nyi Ong Tien, mengapa dia juga sampai meninggal dunia dalam usia yang masih sangat muda. Selain mungkin karena menderita penyakit menular yang mematikan, bisa juga tersangkut dalam komplikasi setelah melahirkan anaknya.

Nyi Ong Tien tidak dikabarkan melahirkan anak lagi walaupun sangat disayangi sang Sunan, tidak melahirkan lagi bukan berarti tidak pernah hamil lagi, dia masih sangat muda. Kematian pada wanita dalam usia melahirkan anak itu sering terjadi dari kesukaran waktu melahirkan sehingga ibu dan anak kedua-duanya tewas sebelum adanya melahirkan dengan bedah sesar, dan yang lebih sering adalah terjadi perdarahan dalam yang tidak tertolong karena terjadinya kandungan diluar rahim yang meletus.

Namun kematian Nyi Ong Tien yang begitu muda itu selain kena penyakit menular yang akut dan tak tertolong, tentunya mungkin juga dari penyebab yang “incidental” dari konspirasi ataupun “selfinflicted” dari depresi yang berat.

Nyi Ong Tien terkenal berjiwa tekad dan ber-determinasi yang membawa dirinya melintasi lautan untuk memburu kekasihnya, disanapun dia mendapatkan cinta sayang yang melimpah dari sang suami Sunan Gunung Jati yang tentunya juga beristri dan selir lainnya. Lagi pula dia juga terkenal sikapnya yang biasa membela kebenaran, tidak mungkin bisa lepas dari rasa iri-hati istri maupun selir Sunan yang sudah berada sebelum hadirannya dikraton, sehingga tertimpa bencana konspirasi yang mengachiri nyawanya semuda itu.

Seperti nasib para selir Putri Cina dikraton lainnya yang berachir tragis gara-gara keiri-hatian selir lainnya. Contohnya, Sri Mahadewi Cacangkaja Cihna Kang Cing Wie permaisuri Raja Sri Jaya Pangus Harkajalancana di Batur, Kintamani Bali yang berachir menjadi “patung batu”; Putri Cina Nyai Campa Siu Ban Ci, selir Brae Kertabumi Prabu Brawijaya V yang diamankan ke Palembang sewaktu mengandung Jin Bun Raden Patah Sultan Demak karena kecemburuan selir yang satunya; dan dalam sendratari ciptaan Sri Sultan Hamangkurat I ditahun 1731, Wayang Wong, juga ada adegan dimana selir putri Cina yang dikeroyok selir-selir lainnya.

Serangan penyakit jiwa yang mendalam post-partum depression sering juga menyebabkan sang ibu mengachiri dirinya sendiri. Hal demikian ini juga tidak mengherankan bila terjadi pada diri Nyi Ong Tien, yang lebih parah setelah mengetahui kematian bayi kesayangannya yang baru saja lahir, sehingga bertindak yang tidak terduga karena mengganda depresinya.

Uraian diatas semata-mata pandangan sebab-sebab kematian bayi dan ibu muda, dalam pengertian kedokteran sekarang, terutama yang mungkin melibatkan kasus bayi Pangeran Kuningan yang mati karena SIDS di Kraton Kasepuhan Cirebon 600 tahun lalu.

Demikian pula, tragedi kematian bayi mendadak masih bisa terjadi terus diantara bangsa kita, terutama dalam keluarga yang masih merokok.

Oleh: Anthony Hocktong Tjio.

Monterey Park, CA. 23 September 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun