Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (First)
Wira D. Purwalodra (First) Mohon Tunggu... Penulis - Let us reset our life to move towards great shifting, beyond all dusruption.

Saatnya menyibak RAHASIA kehidupan semesta yang Maha Sempurna ini, dengan terus menebar kebajikan untuk sesama dan terus membuat drama kehidupan dan bercerita tentang pikiran kita yang selalu lapar, dahaga dan miskin pengetahuan ini. Sekarang aku paham bahwa kita tidak perlu mencapai kesempurnaan untuk berbicara tentang kesempurnaan, tidak perlu mencapai keunggulan untuk berbicara tentang keunggulan, dan tidak perlu mencapai tingkat evolusi tertinggi untuk berbicara tentang tingkat evolusi tertinggi. Karena PENGETAHUAN mendahului PENGALAMAN.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Reputasi Itu Bukan Realitas, tapi Mimpi Sebuah Realitas

16 September 2018   01:12 Diperbarui: 16 September 2018   11:01 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto koleksi pribadi

Kemudian, Hegel, filsuf Jerman abad 17, juga mengemukakan, bahwa manusia bisa memahami dunia melalui konsep, dan konsep, jelas akan membentuk reputasi. Manusia tidak pernah bisa langsung memahami realitas. Karena ia selalu membutuhkan perantara, yakni bahasa dan konsep itu sendiri. 

Dan, seperti sudah dijelaskan oleh Reder, bahwa di belakang setiap konsep, ada kekuasaan yang mengendalikannya. Inilah sebabnya, mengapa reputasi tak pernah sama persis dengan kenyataan. Ini pula sebabnya, mengapa orang sulit sekali bersikap kritis pada reputasi ?!

Terkait dengan kasus pengunduran diri saya di sebuah lembaga pendidikan tinggi seperti yang sudah saya ungkap diatas, merupakan akibat dari konsep yang terlanjur diyakini 'benar' oleh atasan, bahwa nilai reputasi bisa menjadi tinggi nilainya, apabila berhasil menekan saya untuk hengkang dari lembaganya, dengan membuat diri saya tidak nyaman bekerja. Sehingga reputasinya di hadapan para owner institusi meningkat !!!

Orang yang sadar dan mampu berpikir jernih tidak akan mudah tertipu oleh silaunya reputasi. Namun, sebaliknya, orang yang menggenggam kebenaran tentang reputasi akan terus tertipu di dalam hidupnya, walaupun seringkali, ia tak merasa tertipu, karena pengaruh kekuasaan yang dimiliki, yang seolah mengaburkan daya nalarnya sendiri. 

Sudah saatnya, kita melihat reputasi sebagai reputasi, dan bukanlah sebuah realitas, apalagi sebagai kenyataan. Jadi jelas, reputasi itu bukan realitas, tapi mimpi sebuah realitas ?!!Wallahu A'lamu Bishshawwab.

Bekasi, 17 September 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun