Oleh karena itu, tindak memaafkan yang otentik hanya dapat terjadi, jika tindak tersebut mampu melampaui semua batasan-batasan, baik batasan norma maupun batasan hukum. Tindak memaafkan menjadi bermakna, jika tindakan itu tidak lagi terkurung dalam kewajiban legalistik semata, tetapi mewujud menjadi suatu penyerahan batin. Hal ini memang terdengar mustahil, tetapi justru di dalam kemustahilannyalah tindak memaafkan menjadi sungguh bermakna. Sifat dari tindak memaafkan semacam ini sangatlah personal dan singular. Wallahu A'lamu Bishshawwab.
Bekasi, 09 April 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H