Pembangunan ekonomi pada dasarnya bertujuan untuk tercapainya kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Diwujudkan dengan cara  salah satunya menjaga  kestabilan harga (inflasi) dalam mencapai pertumbuhan ekonomi. Inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga yang berlaku secara umum dalam perekonomian, Sukirno (1998). Dalam teori kuantitas menjelaskan bahwa inflasi hanya dapat terjadi apabila jumlah uang beredar meningkat.
Tingkat inflasi yang rendah dan stabil akan mempercepat terciptanya pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jika tingkat inflasi tinggi maka berdampak negatif pada perekonomian. Hal ini merupakan suatu permasalahan secara makroekonomi dalam perjalan mencapai tujuan tersebut. Menurut Adrian Sutawijaya (2012) dampak dari fluktuasi inflasi yakni:
1. Terganggunya distribusi pendapatan menjadi tidak seimbang
2. Berkurangnya tabungan domestic
3. Terjadinya defisit neraca perdagangan
4. Meningkatkan besarnya utang luar negeri
5. Menimbulkan ketidakstabilan politik.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 124/PMK.010/2017 Bank Indnesia menetapkan target inflasi periode 2019-2021 sebesar 3,5%, 3,0%, dan 3,0% dengan masing-masing 1%. Melaui penetapan target inflasi ini Bank Indonesia dan pemerintasn berkoordinasi dan konsisten dalam mengendalikan inflasi, agar tercapainya pertumbuhan ekonomi yang meningkat dari periode sebelumya.
Namun, terdapat banyak factor yang dapat menyebabkan inflasi berfluktuasi. Baik dari segi ekonomi sendiri maupun dari non ekonomi yang juga dapat berpengaruh terhadap aktifitas ekonomi. Factor ekonomi ini disebut dengan blackswan. Pada saat ini terjadinya blackswan berupa pandemic covid-19.
Covid-19 sudah tak asing bagi dunia sejak beberapa waktu ini. Semua negara menerapkan kebijakan lockdown yang mengakibatkan pada aktifitas ekonomi menjadi mati suri. Hal inilah yang menyebabkan aktifitas ekonomi bergejolak dan dalam fase ketidakpastian.
Seluruh sector penyokong perekonomian suatu negara lumpuh, yang berakibat pada perlemahan ekonomi yang tidak dapat diprediksi dengan pasti kapan pandemic dapat terselesaikan. Perlambatan ekonomi menyebabkan daya serap tenaga kerja menurun bahkan terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) pada berbagai sector. Hal ini mangakibatkan tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia meningkat.
Semua Negara tidak akan terjun ke dalam maut, walaupun menghadapi pandemi atau gejolak apapun. Suatu Negara akan mengeluarkan kebijakan untuk keluar dari permasalah tersebut. Menetapkan kebijakan baik moneter maupun fiscal untuk terus berusaha menstabilkan perekonomian menjadi pilihan tepat.
Bank Indonesia selaku Bank Sentral negara Indonesia memutuskan beberapa kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian ialah:
Pertama, Mengacu pada kebijakan The Federal Reserve, Bank Sentral Amerika Serikat yang menurunkan tingkat suku bunga acuan. Â Berkiblat pada The Fed, pada RDG 19-20 Februari 2020 Bank Indonesia menetapkan kebijakan terkait suku bunga. Yakni, BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) diturunkan sebesar 25 bps menjadi 4,75%. Selain itu, ketentuan terkait perhitungan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) juga disesuaikan. Tak cukup sampai di sini, Bank Indonesia menurunkan tingkat suku bunga kembali sebesar 25 basis poin, dari 4,75% menjadi 4,5%.
Oleh sebab itu, Bank Indonesia slalu mengkoordiniasi dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk mengontrol lembaga keuangan perbankan maupun lembaga keuangan non bank. Tujuannya adalah agar kebijakan Bank Indonesia dengan cepat dapat direspon oleh perbankkan ataupun lembaga non bank.
Kedua, Bank Indonesia bersama Otoritas Jasa Keuangan, Â PJSP, dan PJPUR berupaya menjaga kelancaran transaksi keuangan. Sama halnya untuk menjada stabilitas perekonomian Indonesia pada pendalaman sektor keuangan (financial deepening), bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selalu mengkomunikasikan perkembangan perekonomin Indonesia kepada investor global. Gunanya untuk menjada pasar keuangan dan memberikan rasa percaya pada para investor.
Langkah tersebut dilakukan karena inflasi memengaruhi tingkat capital inflow dan capital outflow. Semakin tinggi tingkat fluktuasi inflasi maka akan berdampak pada nilai tukar yang melemah. Hal ini mengakibatkan timbulnya risiko yang tinggi dalam berinvestasi yakni rugi. Oleh sebab itu, investor tidak berminat menanamkan modalnya pada negara yang tingkat inflasinya tidak terkendali (berfluktuasi).
Sebaliknya apabila tingkat inflasi terkendali, maka nilai tukar juga akan terkendali atau menguat. Keuntungannya ialah kepercayaan investor meningkatkan untuk berinvestasi, sehingga capital inflow meningkat. Serta diimbangi dengan capital outflow yang meredam.
Kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk meminimalkan dampak covid-19 terhadap perekonomian Indonesia. Memalui kebijkan tersebut juga dapat menjaga dan mengandalikan inflasi agar tidak berfluktuasi tinggi.
Tidak hanya dengan kebijakan moneter dalam menghadapi pandemic covid-19, tetapi juga diterapkan kebijkan fiscal sebagai pelengkapnya. Sebab, dengan kolaborasi antara kebijakan moneter dan fiscal, maka perekonomian Indonesia baik secara internasional maupun domestic sama-sama bertahan dalam pandemic saat ini.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kebijakn fiscal yang ditempuh dalam masa pndemi covid-19. Pemerintah menetapka kebijakan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran. Kebijkan ini terjuwut dimulai dengan diterbitkannya Inpres No.4/2020 yang isisnya adalah mengintruksi seluruh Menteri/Pimpinan/Gubernur/Bupati/Walikota untuk mempercepat terlaksananya kebijakan tersebut.
Selanjutnya, Kementerian Keuangan juga meningkatkan pengeluaran pemerintah dalam konsumsi untuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan sebagai upaya memutus penyebaran covid-19. Kemudian, Kemeterian Keuangan juga mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp62,3 triliun. Insentif pada dunia uasaha juga dilakukan agar Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tidak mati suri seperti sector ekonomi lainnya.
Tidak sampai disini saja kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah. Dilansi dari web remi Kementerian Keuangan Indonesia bahwa Kemenkeu menerbitkan PMK23/2020 isinya ialah memberikan stimulus pajak untuk karyawan dan dunia usaha bahwa pajak penghasilan ditanggung oleh pemerintah, penghapusan pajak penghasilan impor, juda dalam PPh Pasal 25 yakni pengurangan angsuran.
Hal ini selaras dengan kebijakan moneter menurunkan tingkat suku bunga. Pengurangan angsuran dan pelonggaran kredit memberikan harapan baru bagi dunia uasaha yakni tidak terbebani dengan angsuran kresit yang menjadi tanggung jawabnya selama periode yang telah ditentukan oleh peemrintah. Selanjutnya juga memberikan kesempatan untuk meningkatkan kredit karena turunnya tingkat suku bunga tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI