Mohon tunggu...
Anshar Aminullah
Anshar Aminullah Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat, Peneliti, Akademisi

Membaca dan Minum Kopi sambil memilih menjadi Pendengar yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Feminisme dan Teknologi

24 Februari 2024   11:19 Diperbarui: 30 Juli 2024   07:30 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      Perdebatan tentang apa dan bagaimana feminisme dan teknologi dibahas dalam buku Feminism Conforts Technology (1991) oleh Judy Wajcman1. Wacjman memaparkan  bagaimana sebuah teknologi  menjadi tergenderkan. 

      Pelacakan perihal sejak kapan teknologi tergenderkan harus dilakukan supaya kita bisa memahami mengapa perempuan acapkali diasumsikan punya jarak yang jauh dengan teknologi. Selain itu pula, sebagai bahasan teknologi, dunia siber saat ini membuka sebuah ruang dalam manusia-manusia memahamai posisi serta identitas dalam lautan informasi yang sangat luas. Hal ini juga memunculkannya ramainya diskursus terkait identitas politik dalam dunia cyber. Bagaimana teknologi khususnya cyber diperbincangkan dalam pusaran feminisme di Indonesia?

       Dalam  kajian humaniora tentang teknologi dan isu-isu feminisme di dunia cyber, Isu-isu seperti identitas politik serta kekerasan seksual masih menjadi sebuah bahasan yang tidak lekang dalam perdebatan feminisme khususnya di Indonesia.

      Dalam Feminist Theories Of Technology,  menurut Judy Wajman, Teori teknologi feminis telah berkembang pesat selama seperempat abad terakhir. Keterlibatan yang meluas di persimpangan antara studi feminis dan studi sains dan teknologi (STS) telah memperkaya kedua bidang tersebut secara tak terukur, dan saya akan memfokuskan refleksi saya pada literatur yang terkait dengan situs-situs ini. 

Saya mulai dengan menyoroti kontinuitas serta perbedaan antara debat feminis kontemporer dan sebelumnya tentang teknologi. Pendekatan saat ini berfokus pada saling membentuk gender dan teknologi, di mana teknologi dikonseptualisasikan sebagai sumber dan konsekuensi dari hubungan gender.

  Sebagai upaya  menghindari determinisme teknologi dan esensialisme gender, beberapa teori yang sama  menekankan bahwa hubungan gender-teknologi adalah cair dan terletak dalam sebuah agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau kita kenal juga sebagai agenda di tahun 2030, pada salah satu rekomendasi dalam wacana kesetaraan adalah pentingnya perempuan, remaja perempuan hingga anak-anak perempuan untuk menguasai sains, teknologi dan inovasi (STI), yang merupakan tujuan kelima. 

Kesempatan pembangunan politik-ekonomi yang tidak bisa dipisahkan dari sektor ini, misalkan saja perubahan iklim serta teknologi yang bersih dari karbon (bebas karbon) membutuhkan partisipasi perempuan dalam penguasaan berbasis teknologi. Akan tetapi, dunia mengalami beberapa masalah mendasar dalam hal ini, yaitu hadirnya gap penguasaan dan akses STI oleh kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Setidaknya ada 90% pekerjaan saat ini membutuhkan ketrampilan ICT (Information Communication and Technology). 

    The Commission on the Status of Women (2011, 2014) dan 20 tahun perjalanan Beijing Platform for Action (2015) merekomendasikan pemerintah dan pemangku kepentingan untuk mengadvokasi rendahnya perempuan dan remaja perempuan dalam ICT dan STI. Olehnya itu, itu dibutuhkan investasi dan jalan akses untuk diberikan pada anak-anak serta remaja perempuan dalam rangka menutup jurang penguasaannya.

      Lebih lanjut Judy Wajman mengungkapkan, bahwa peran apa yang dimainkan teknologi dalam menanamkan relasi kuasa gender? Bila  dimulai dengan konsepsi tradisional tentang teknologi apa yang dianggap. Dalam pandangan ini, teknologi cenderung dianggap sebagai mesin industri dan senjata militer, alat-alat kerja dan perang, mengabaikan teknologi lain yang mempengaruhi sebagian besar aspek kehidupan sehari-hari. Definisi teknologi sendiri, dengan kata lain, ditentukan oleh aktivitas laki-laki. 

    Tantangan awal bagi feminis adalah untuk menunjukkan bahwa identifikasi abadi antara teknologi dan kejantanan tidak melekat dalam perbedaan biologis jenis kelamin. Sarjana feminis telah menunjukkan bagaimana oposisi biner dalam budaya Barat, antara budaya dan alam, akal dan emosi, keras dan lembut, serta memiliki hak istimewa maskulinitas atas feminitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun