Mohon tunggu...
Anshar Aminullah
Anshar Aminullah Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat, Peneliti, Akademisi

Membaca dan Minum Kopi sambil memilih menjadi Pendengar yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana Etnisitas dan Rasisme dalam Hubungannya Antara Globalisasi Dan Identitas Etnis

2 Februari 2024   09:38 Diperbarui: 8 Februari 2024   18:21 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Politik kolonial yang juga melahirkan identitas legal dimana  secara langsung atau tidak langsung telah mempererat sentimen etnis atau kesukuan. Dalam politik kolonial hal tersebut dikenal sebagai politik devide et impera, dibagi-bagi sehingga mudah dikuasai. Politik kolonial dalam pembentukan identitas nasional tampak bekas-bekasnya di dalam pembentukan negara Indonesia. Dalam UUD 1945 sebelum diamandemen disyaratkan bahwa seorang presiden haruslah seorang Indonesia asli. Di dalam amandemen UUD 1945 syarat-syarat tersebut hanya dikatakan di dalam Pasal 6 "Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warganegara Indonesia sejak kelahirannya.” Rumusan tersebut telah menghilangkan keragu raguan mengenai keaslian seorang warganegara Indonesia, Mantan Presiden Abdulrahman Wahid terkenal dengan ungkapannya bahwa beliau sendiri mempunyai darah Cina.

     Pembedaan antara warganegara asli dan warganegara keturunan telah mempunyai dampak yang sangat luas di dalam kehidupan masyarakat. Di dalam kartu tanda penduduk (KTP) misalnya masih terlihat pembedaan antara warganegara asli dan warganegara keturunan. Sangat menggembirakan pengertian mengenai “asli” dan “tidak asli” telah hilang di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Dalam Era Reformasi diskriminasi rasial mulai dihilangkan dalam praktik kehidupan berbangsa. Pengertian etnisitas lebih merupakan pengertian budaya (cultural identity) yang memberikan sumbangan terhadap. identitas berbangsa yaitu bangsa Indonesia yang bersatu.

     Salah satu cara untuk memperhatikan USA adalah membandingkan kelompok inti Anglo-Saxon dengan kelompok-kelompok lainnya. Budaya orang Amerika begitu banyak didasarkan pada model Inggris sehingga anggota kelompok biasanya berfikir tidak ada perbedaan status etnik tetapi hanya “orang Ameriksa”. Akan tetapi mereka adalah berasal dari berbagai kelompok etnik, dan biasanya mereka lebih suka beribadat di gereja yang anggota-anggotanya berasal dari latar belakang yang mirip dengan diri mereka sendiri (Paul B Horton – Chester L Hunt, 1999). 

    Di Amerika Serikat konsep mengenai etnisitas mengalami perubahan terutama menjelang akhir abad ke-20. Ketika rasialisme masih mendominasi kehidupan bangsa Amerika di dalam masyarakat dibedakan antara pengertian ras yang didominasi oleh WASP ( White Anglo-Saxon Protestant) dan selebihnya adalah etnik. Yang dimaksud dengan etnik adalah kelompok berkulit hitam yang dahulu disebut kelompok Negro yang asal-mulanya memasuki Amerika sebagai budak belian. Meskipun perjuangan persamaan ras telah dimulai sejak perang saudara pertengahan abad ke-19 namun praktik rasialisme terus saja berlangsung di dalam kehidupan Amerika. Di samping ras kulit hitam berdatangan pula imigran dari Asia seperti dari Jepang yang memasuki kepulauan Hawaii dan California, kelompok imigran Asia seperti Vietnam, Cina, dan sejumlah kecil dari Indonesia. Kelompok-kelompok etnis tersebut setelah memperoleh kewarganegaraan Amerika dewasa ini disebut Asian-American, African-American. Demikianlah mereka hanya mengenal satu warganegara ialah warganegara Amerika. Meskipun diakui di dalam praktik kehidupan sehari-hari masih terasa adanya perbedaan rasial meskipun berbagai undang-undang yang menentang rasialisme tersebut telah dikeluarkan. Terkenal perjuangan


  Etnisitas Di Dalam Era Globalisasi

    Apakah etnisitas memainkan peranan yang menentukan di dalam era globalisasi? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan “ya” dan “tidak.” Etnisitas dalam era globalisasi disebagian pakar menganggap semakin berkurang peranannya di dalam kehidupan bersama yang semakin menyatu. Batas-batas negara semakin menjadi renggang dan komunikasi antara manusia semakin cepat dan intens. Dunia berubah dengan cepat sehingga kemungkinan besar tidak ada lagi budaya yang dianggap dominan.

      Pertukaran antar budaya semakin mudah dan terbuka. Karena pendidikan dan komunikasi, hubungan antar manusia semakin erat dan menghilangkan berbagai jenis prejudice. Bisa-bisanya keanggotaan di dalam suatu etnis tertentu sekadar hanya sebagai lambang dan sukarela Dunia tanpa batas (Kenichi Ohmae), dunia yang rata ( Friedman) menunjukkan gejala-gejala melunturnya peranan etnisitas di dalam kehidupan global millenium ketiga. Di pihak lain etnisitas ternyata masih memegang peranan di dalam era globalisasi dewasa ini. Masyarakat yang terbuka oleh teknologi informasi telah melahirkan kesadaran individu dalam abag ke-21. Manusia mulai bertanya mengenai kedudukannya di dalam dunia yang berubah serba cepat, dia bertanya mengenai keberadaan dirinya sebagai seseorang yang mempunyai identitas dan makna Humanitas mulai muncul kembali dan salah satu ciri utama dari humanitas ialah memiliki identitas diri sendiri, memiliki kebudayaan yang menjadi kebanggaan dirinya. Timbullah keinginan untuk ingin diakui oleh orang lain karena mempunyai budaya sendiri dan bukan nilai-nilai global yang tanpa makna.

    Paham multikultural bertalian erat dengan etnisitas. Namun berbeda dengan konsep etnisitas pada masa lalu yang mempunyai tendensi melihat ke dalam (inward looking), multikulturalisme modern di dalam dunia yang terbuka dalam era globalisasi bersifat terbuka dan melihat ke luar (outward looking). Multikulturalisme yang outward looking berarti seseorang mempunyai kesadaran serta kebanggaan memiliki dan mengembangkan budaya komunitasnya sendiri namun demikian dia akan hidup berdampingan secara damai bahkan saling bekerjasama dan saling menghormati dengan tetangganya yang memiliki budaya yang lain. Multikulturalisme di dalam perkembangan etnisitas dewasa ini tentunya bukan lahir dengan sendirinya. Kesadaran seseorang terhadap budayanya serta kebanggaan memilikinya di dalam ikatan dengan komunitasnya merupakan hasil dari perkembangan pribadi seseorang. Inilah yang dikenal sebagai pendidikan multikultural.
Etnisitas dan identitas budaya serta kepemilikan serta kebanggaan terhadap budaya sendiri dalam rangka kehidupan bersama pada suatu “political nation-state,” adalah sebentuk kehidupan negara yang modern dewasa ini. Kesadaran tersebut hanya dapat dicapai melalui proses pendidikan maupun  proses komunikasi antara individu sebagai anggota keluarga serta masyarakat etnisnya dalam lingkup kehidupan bersama sebagai suatu nation.

Catatan Penutup

     Seperti pengaruhnya terhadap masyarakat, politik, dan ekonomi, cara persis globalisasi memengaruhi identitas nasional masih terus diperdebatkan. Dampak globalisasi terhadap identitas nasional dipertanggungjawabkan oleh berbagai model teoritis, studi empiris yang dilakukan juga menunjukkan hasil yang berlawanan. Sementara beberapa orang berpendapat bahwa globalisasi mendorong penurunan identitas nasional, yang lain berpendapat bahwa itu memperkuatnya. Daripada berusaha menawarkan perspektif teoretis baru,

   Beberapa studi telah meneliti hubungan antara globalisasi dan identitas nasional, kebaruan studi ini terletak pada tiga faktor. Pertama, melihat multidimensi identitas bangsa, maka difokuskan pada satu ciri identitas nasional, yaitu batas konseptual bangsa — yaitu. Identitas etnik. Kedua, untuk menguji tesis efek diferensial, itu menguji apakah globalisasi memiliki efek yang berbeda pada korelasi yang kuat dan positif antara kebanggaan nasional dan identitas etnis. Ketiga, analisis tersebut direplikasi dengan menggunakan empat survei lintas nasional terpisah untuk meningkatkan generalisasi dan ketangguhan temuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun