Pandemi telah mewabah ke seluruh penjuru dunia tak terkecuali di Indonesia wabahnya telah merubah pola pikir, kebiasaan dan tingkah laku masyarakat Indonesia. Perubahan kebiasaan dalam masa pandemi menjadikan setiap masyarakat harus bisa beradaptasi dengan apa yang tengah dihadapi.Â
Pelaku pendidikan tentunya juga merasakan dampak dari pandemi covid-19. Perubahan sistem pendidikan yang awalnya belajar mengajar dalam kelas harus dilakukan secara jarak jauh atau daring (dalam jaringan).
Menteri pendidikan Nadiem Makarim memberikan pernyataan bahwa pendidikan dalam pandemi harus terus dilakukan, hingga belajar dari rumah, belajar secara virtual menjadi solusinya. Akhirnya penggunaan teknologi harus menjadi konsumsi untuk melanjutkan pembelajaran di masa pandemi.Â
Penggunaan teknologi membawa perkembangan bahwa pendidikan di Indonesia dapat dipadu padankan dengan teknologi dan klasikal yang sering digunakan pada zaman sebelum adanya pandemi covid-19.
Titik terang dalam pendidikan mulai muncul sejak tahun 2021 bahwa pelaksanaan pembelajaran tatap muka akan dilaksanakan. Tahun 2022 dalam semester genap akhirnya pelaksanaan pembelajaran tatap muka dapat dilaksanakan di beberapa sekolah sesuai arahan pemerintah pusat. Â Adanya titik terang ini menjadikan kesenangan tersendiri bahwa pembelajaran akan kembali seperti biasa.Â
Namun, di sisi lain siswa yang sudah lama menggunakan teknologi di masa pandemi khususnya gadget tidak akan langsung jauh dari barang tersebut begitu saja. Penggunaan teknologi gadget pun tetap akan digunakan setelah pulang dari sekolah.
Teknologi yang digunakan pun menjadi barang pokok untuk siswa itu sendiri. Penggunaan teknologi yang sudah tidak dapat dihindarkan menjadikan siswa sudah terkontaminasi dengan banyak hal yang mereka temukan. Tak bisa dipungkiri bahwa siswa akan melihat hal-hal negatif di gadget mereka.Â
Penggunaan gadget ini bukan hanya digunakan oleh mahasiswa tetapi juga siswa SMA, SMP bahkan pelajar di Sekolah Dasar. Fakta di lapangan bahwa anak sekolah terutama SD mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 sudah menggunakan gadget dalam kehidupan sehari-hari.Â
Penulis akan mengajak teman-teman membayangkan tentang apa yang bisa saja terjadi jika anak-anak SD melihat hal-hal negatif dari gadget mereka.
Siswa sekolah dasar yang seharusnya menggunakan teknologi gadget untuk belajar akhirnya menggunakan menggunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.Â
Banyak ditemui siswa sudah mulai joget-joget depan kamera, menggunakannya untuk terus bermain game, berkomunikasi layaknya pasangan dengan lawan jenis, mencari sesuatu yang seharusnya belum dapat mereka cari dan lain sebagainya.
Dari sisi pembelajaran kemunduran pengetahuan rasanya yang paling tinggi untuk diimani. Penggunaan teknologi yang setiap saat pun menjadi bahan pokok atau barang ketergantungan yang digunakan setiap waktu terutama saat mengerjakan tugas. Hal ini pun menjadikan siswa tinggal menuliskan tugas mereka dalam gadget dengan otomatis jawaban akan tugasnya langsung keluar.
Melihat dampak teknologi yang sebenarnya baik untuk penggunaan dalam pembelajaran. Namun, di sisi lain juga akan sangat buruk untuk kehidupan siswa jika tidak digunakan dengan benar.Â
Adanya pengawasan dari pihak sekolah, masyarakat terutama pihak orang tua akan sangat berdampak jika anak-anak bisa diawasi dengan ketat.Â
Terkhusus untuk orang tua pengawasan pribadi dengan sangat membatasi dan memantau setiap gerak-gerak anak dalam penggunaan gadget harus dilakukan. Tak lain dan tidak bukan bahwa orang tua lah yang memiliki peran penting dalam melakukan pengawasan terhadap anak.
Penulis : Muh. Anshar / Mahasiswa Uin Walisongo Semarang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H