Mohon tunggu...
Annisa Fadillah
Annisa Fadillah Mohon Tunggu... Lainnya - Biologist

Hai, selamat datang di halaman Kompasiana Ansfadillah ! Konten yang akan disajikan pada halaman ini bertema Biologi dan pengalaman menarik yang layak untuk dibagikan. Jika ada kritik dan saran, sihlakan menulis di kolom komentar atau mengirimkan email di ansfadillah@gmail.com Semoga tulisan-tulisan di halaman ini dapat menjadi manfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca. Terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Sebuah Rekam Jejak di Tanah Marapu, Sumba, NTT

11 Desember 2018   22:28 Diperbarui: 13 Desember 2018   00:29 1978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumba adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang sebelah timurnya berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste. Dewasa ini, Sumba tengah naik daun lantaran sudah mulai banyak potensi keindahan alamnya yang dikelola sebagai objek wisata. 

Pemandangan yang eksotis disuguhkan dengan kearifan lokal, membuat Sumba memiliki nilai plus tersendiri sebagai salah satu destinasi wisata di Indonesia yang wajib dikunjungi. 

Menurut Wikipedia (2018), Pulau Sumba terbagi atas 4 Kabupaten; yakni Kabupaten Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Timur. Menurut berbagai sumber, filosofi terbentuknya Pulau Sumba sendiri, yaitu bahwa Sumba dahulunya adalah batu karang di dasar laut yang kemudian terangkat ke daratan akibat dari pergeseran lempeng bumi. 

Pulau Sumba sendiri juga terkenal dengan sebutannya sebagai Tanah Marapu, yang artinya kurang lebih adalah Tanah milik nenek moyang/ leluhur. Menurut masyarakat setempat, Marapu merupakan kepercayaan memuja roh para leluhur yang dianut oleh lebih dari setengah masyarakat Sumba. 

Tidak hanya itu, Sumba ternyata memiliki 1 buah Taman Nasional, yaitu Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti yang dapat disingkat menjadi TN Matalawa. Taman Nasional ini, awalnya merupakan gabungan dari 2 wilayah Taman Nasional.  

Pada Bulan Agustus tahun 2017 lalu, saya berkesempatan untuk mengikuti salah satu kegiatan yang diselenggarakan oleh TN Matalawa; yaitu Birding and Photo Competition. Perlombaan ini adalah perlombaan Birdwatching atau mengamati burung serta lomba fotografi alam dan manusia. 

Untuk para naturalist, mendengar istilah Birdwatching mungkin sudah tidak asing lagi, Birdwatching adalah kegiatan mengamati jenis-jenis burung di suatu tempat, kemudian melakukan identifikasi secara morfologi menggunakan buku panduan lapangan pengamatan burung. 

Pada perlombaan ini, peserta Birdwatching juga ditantang untuk menggambar sketsa tentang jenis burung yang ditemui lalu dideskripsikan sedetail mungkin tentang tempat di mana ditemukannya, ciri-ciri khususnya hingga nama ilmiahnya. 

Menurut saya, hal yang paling menantang dalam kegiatan Birdwatching adalah jikalau harus mengidentifikasi burung yang hinggap di cabang pohon tinggi dan kemudian saat difoto, hasilnya backlight. 

Maka dari itu, dibutuhkan skill khusus untuk fotografi identifikasi burung dan tentunya perlu didukung juga dengan lensa kamera yang memadai, seperti lensa tele. 

Dalam kegiatan tersebut, tentunya juga dihadiri oleh juri-juri ternama di bidangnya; seperti Arbain Rambey, Riza Marlon dan Didi Kaspi Kasim sebagai juri lomba Fotografi. Sementara Dr. Karyadi Baskoro, Imam Taufiqurahman dan Swis Winasis sebagai juri lomba Birdwatching.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun